Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Penulis Biasa

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ketika Pendidikan Kewarganegaraan Kurang Menyentuh Hati Anak Negeri

30 Agustus 2014   19:34 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:05 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14093803181157395040

[caption id="attachment_356230" align="aligncenter" width="295" caption="sumber : www.gramediapustakautama.com"][/caption]

Saat kita tak lagi mengenal dasar bernegara kita, dan saat kita sudah mulai ingin melupakan indahnya sebuah toleransi, cinta damai dan cinta tanah air yang melebihi cintanya kepada kepentingan pribadi dan golongannya, maka sudah dapat diduga bahwa bangsa kita sudah kehilangan arah dan kekuatannya, sudah kehilangan pondasi dalam bernegara.

***

Anak-anak Indonesia, dari sekolah sudah di didik dengan Pendidikan Moral Pancasila, dan sampai saat ini siswa-siswi saya pun mendapatkan Pendidikan Kewarganegaraan. Semuanya memiliki tujuan sama ingin bangsa Indonesia memahami, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Dan saya yakin materi yang diajarkan agar benar-benar dapat diamalkan sebagai bagian gaya hidup sebagai bagian masyarakat dari negara yang dihuni masyarakat yang heterogen.

Pancasila hakekatnya sudah mengakomodir kepentingan semua perbedaan agar bisa terjalin dan terajut menjadi khasanah kehidupan yang baik penuh dengan toleransi dan sikap menerima sebuah perbedaan. Tak memaksakan diri mengikuti keinginan pribadi, karena semua harus dikembalikan pada kepentingan orang lain. Bahkan tak hanya kepentingan diri sendiri dan orang lain, karena di dalamnya mengajarkan kita mau berkorban bagi bangsa dan negara.

Coba saja, jika pendiri bangsa ini merumuskan dan menetapkan syarit Islam, atau hukum Kristen, Budha, Hindu sebagai pedoman hidup bernegara, tentu saja tak kan pernah terjadi yang namanya Indonesia. Boleh jadi idealisme yang bersifat agama lebih mendominasi, misalnya di Bali mayoritas penganutnya Hindu, Di Aceh didominasi Muslim, di Sulawesi Utara didominasi Kristen dan di lain-lain tempat didominasi agama yang berbeda maka bukan tidak mungkin Indonesia akan bercerai-berai. Semua menginginkan negara ini menurut selera mereka.

Misalkan saja seandainya syariat Islam benar-benar ditegakkan -walaupun saya bisa saja mendukung- tentu akan timbul kontra dari yang bukan Islam, karena berdirinya negara inipun atas usaha orang-orang dari golongan yang berbeda. Semua ingin memiliki negara ini dengan tanpa diskriminasi, maka hadirlah ide Pancasila untuk menampung aspirasi bagi rakyat Indonesia yang multi etnis, adat istiadat, dan agamanya.

Kembali kepada kondisi anak negeri yang sudah kelewat batas, seringkali kita lihat setiap orang ingin bertindak semaunya, segalanya tak ingin dikontrol dan diatur. Bahkan kalau perlu Indonesia ini tak perlu ada negara dan undang-undang yang mengatur warga negaranya. Mereka hidup bebas sebebas-bebasnya, tanpa mempertimbangkan rasa kemanusiaan dan hak orang lain.

Kondisi ini boleh jadi dari tidak dihayatinya Pancasila oleh rakyatnya, semua bersikukuh bahwa pendapat mereka paling benar, memaksa negara diatur menurut selera "udelnya" sendiri.  Gank motor seakan-akan ingin dibebaskan, homo seksual, lesbian mulai bebas menunjukkan jatidirinya, dan yang lebih parah lagi, melakukan korupsi seakan-akan uang negara adalah uang sendiri. Padahal ada jutaan nyawa yang dipertaruhkan karena uang kesejahteraan dicuri oleh para koruptor.

Kemana Pancasila?

Apa buktinya bahwa Pancasila sudah dijadikan pedoman bernegara? Jika setiap orang "mulai" bahkan sudah tak menghargai makna toleransi, teposliro, tenggang rasa, musyawarah untuk mufakat, budi pekerti, padahal setiap selama 6 hari kita dijejali dengan Pendidikan Kewarganegaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun