Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Penulis Biasa

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Di Kompasiana Saya Bisa Tertawa Ngakak

2 Januari 2015   14:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:59 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14201576441005526518

[caption id="attachment_387815" align="aligncenter" width="400" caption="Lihatlah indahnya rajutan dan ikatan persaudaraan di antara mereka, jika suatu saat terpisah, semestinya dipisahkan bukan karena persoalan kecil tp memang Tuhan yang menghendaki kita untuk berpisah. Gambar di atas memang tak utuh lagi, ada yg sudah meninggalkan kita, tp ikatan kekeluargaan tetap ada tan tak kan pernah lenyap meski di telan jaman (kompasiana.com)"][/caption]

Bener deh, gak nyangka petualangan cinta di Kompasiana berbuah bahagia. Meski ada pula yang merasa tersakiti di blog bersama ini, tapi bagi saya ada romantika dan cerita cinta yang benar-benar membuat saya bahagia. Gimana ceritanya tuh kog bisa bahagia se bahagianya?

Begini ceritanya. Sejak awal memasuki blog bersama sekaligus rumah untuk anak-anak Indonesia ini menjadi sebuah petualangan yang menurut saya tidak saya temukan di daerah lain. Bahkan ketika saya bandingkan dengan media sosial yang berjubel di jagat internet, baru di K inilah semua ada. Ada berita yang menegangkan, ada berita yang turut mengharu biru, ada perdebatan, ada perang-perangan, kadang saya temukan juga kisah berkasih mesra antara dua sejoli. Tak hanya berita menegangkan dan menyedihkan di media ini, tapi berita yang lucu, humor segar yang membuat saya ngakak berguling-guling saya temukan di sini. Benar-benar saya menemukan semuanya.

Ibarat sebuah rumah yang memiliki anak-anak yang banyak, anak-anak yang memiliki banyak karakter, bakat, kompetensi dan kecenderungan akan sesuatu hal ternyata turut menjadi bumbu ramainya rumah bersama ini. Tak pelak, karena di dalamnya berisi banyak individu, maka akan ada kisah yang turut menghiasinya. Seperti pula rumah saya sendiri, tatkala mendapat rezeki kami semua berbahagia dan bersyukur sambil berbagi bahagia dengan sesama, tapi ketika tertimpa musibah, masing-masing mengekspresikan kekesalan dan kesedihannya dalam beberapa type. Ada yang marah dan mencak-mencak sambil mencari kambing hitam, ada sedih sampai menangis berhari-hari ala anak-anak, ada yang bersikap dewasa yang menerima segala musibah dengan rasa ikhlas, ada yang cueks saja, ada yang justru tertawa terbahak-bahak, karena ia menyangka dengan musibah itu mendatangkan keuntungan bagi dirinya. Seperti apa yang saat ini tengah diperdebatkan, tatkala musibah pesawat datang ada yang nyletuk bahwa dengan musibah mendatangkan kebahagiaan tersendiri. Bahwa si ahli waris menjadi kaya mendadak mungkin menurutnya begitu.

Sontak, karena sikap yang aneh bin lucu, tak sedikit anak-anak yang lain mengatakan "goblok lu, bapak kenak musibah kog malah tertawa, dasar stres lu ya? Tak hanya ucapan kasar yang muncul, karena semua sahut menyahut menghakimi (baca : mengeroyok) anak yang aneh ini dengan ucapan yang rada-rada senada namun memiliki makna yang relatif sama. Bahwa anak yang bahagia tatkala ayahnya meninggal dianggap terkena gangguan jiwa.

Sayang sekali, rumah yang besar, indah, menawan dan menarik perhatian rumah-rumah yang lain ini belum ada sosok orang tua yang bisa mendamaikan anak-anak yang tengah bertempur. Jadi tepatlah suasana rumah menjadi gaduh dan riuh tak henti-hentinya. Semua merasa dalam posisi yang paling benar akibat kesalahan dalam menyikapi. Padahal anak yang suka ortu meninggal ini sejatinya mesti didekati dan dikasihani. Mungkin ia merupakan korban kekerasan ayahnya tatkala masih ada, dan kini ia merasakan manisnya madu lantaran sang ayah sudah tiada. Mungkin begitulah kira-kira.

Namun bagi saya, perjalanan cinta dan romantisme di Kompasiana begitu indah, berkesan, menarik, lucu, bikin NGAKAK sampai terguling-guling dan kesan-kesan yang lain yang tak dapat saya ungkap di sini karena terlalu dalam maknanya. Seperti kalau saya analogikan nilai dari kekeluargaan di kompasiana sama halnya seperti ketika saya menilai sebuah artikel, Aktual, Inspiratif, Bermanfaat dan Menarik. Dan mak jleb, semuanya ada di rumah bersama ini.

Semua terlihat aktual, karena aksi dan reaksi serta responsibility selalu hangat untuk disimak dan diperbincangkan bahkan diperdebatkan. Inspiratif karena akan muncul beberapa alternatif penyelesaian dan hikmah dari setiap kejadian yang menginspirasi saya untuk semakin dewasa. Bermanfaat karena saya merasakan mendapatkan banyak ilmu yang tak terlukiskan oleh tinta apapun, dan menarik karena saya tak bisa membuka situs blog kroyokan ini meski sehari saja. Rindu yang mendera seakan-akan menyandera saya untuk selalu hadir di dalam setiap romantisme di dalamnya.

Seperti dalam pepatah kami, pertikaian dalam keluarga adalah BUMBU PENYEDAP yang akan menghiasi setiap laman indah di media sosial ini. Seandainya setiap hari ada pertikaian, maka sepatutnya ada penyelesaian yang akan mempergurih hidangan di media bersama ini. Jangan memberi terlalu banyak garam karena dominasi rasa asin akan membuat kita tak mau memakannya. Begitu pula dengan memberi terlalu banyak gula, maka akibatnya sayur yang kita hidangkan akan terlalu manis, tentu tak kan ada lagi yang mau menikmatinya.

Ada pertikaian tentu ada perdamaian. Ada amarah tentu ada senyum yang mendamaikan seperti di tahun baru ini, semoga kita semua menjadi bagian rumah bersama ini dalam ikatan kekeluargaan yang tak kan terpisah (baca: bercerai) lantaran berdebatan dan pertentangan kecil yang muncul.

Selamat Tahun Baru 2015, semoga Kompasiana semakin indah untuk ditinggali.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun