Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Penulis Biasa

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Setahun Pak Jokowi, Seabad Pak Prabowo

21 Oktober 2020   16:30 Diperbarui: 23 Oktober 2020   05:12 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Prabowo dan Jokowi (kabar24.bisnis.com)

Mengapa saya menulis judul seperti di atas? Mengapa pula seakan-akan saya begitu serius menulis tentang tema kepemimpinan Jokowi dan gerakan Politik  Prabowo? Tidak lain dan tidak bukan karena keduanya adalah dua tokoh penting di jagat perpolitikan di negeri ini. 

Bukan bermaksud memuji keduanya, lantaran saat ini saja banyak pihak yang masih menilai negatif kiprah keduanya. Terkait terciptanya UU Omnibus Law yang sampai dibuat meme seolah-olah undang-undang ini betul-betul kitab mantra yang suatu saat akan menjadi huru hara jika jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab.

Meskipun banyak pihak yang juga begitu bangga dengan kiprah keduanya, baik dengan prestasi yang telah ditorehkan, maupun atas dasar nilai-nilai kemanusiaan yang semestinya saling menghargai.

Saya awali dari Pak Jokowi.  Beliau adalah presiden yang terpilih dengan fenomena dramatis. Banyak kegaduhan dua kubu yang berseberangan yang kebetulan bisa diredam karena saling menjaga marwah bangsa. Bagi kalangan pendukung, namanya melambung dengan sebutan Pakde, atau jika bagi orang Jawa adalah sosok yang dituakan seperti saudaranya ayah, meskipun bukan saudara kandung. 

Namanya begitu dikenal di negeri ini baik bagi yang pro maupun kontra atas kebijakan beliau yang begitu bergairah untuk mengundang investasi-khususnya China, hingga saat ini banyak objek ekonomi yang telah dibangun oleh alumnus UGM ini.

Banyak tempat yang mendukung bangkitnya ekonomi menjadi lebih maju dan meng-internasional, lantaran fasilitasnya semakin baik. Tidak perlu saya sebutkan satu persatu, contohnya saja Bandara Soekarno Hatta yang setahun yang lalu saya melaluinya dalam rangka mengikuti pelatihan kedinasan yang berkaitan dengan kependidikan khusus. 

Saya kaget, syok dan nggumun ketika memasuki pelataran Bandara nomer wahid di Indonesia ini. Bagaimana tidak kaget, syok - tidak sampai pingsan, nggumun (heran), karena saya harus berhadapan dengan pemandangan yang sungguh jauh dari ekspektasi saya kala itu. Berkali-kali saya masuk ke pangkalan pesawat terbang itu, baru kali itulah saya merasakan hal yang berbeda. 

Fasilitas semakin lengkap dan layanan semakin baik. Meskipun saya sempat mpot-mpotan (terengah-engah) lantaran harus berjalan menuju pesawat yang jauhnya berkilo meter (entah ada 1 kilometer gak ya?). 

Dan kebetulan saya harus berjalan kaki sambil mendorong kursi roda siswa saya. Meskipun hakekatnya ada moda transportasi dalam bandara bagi pejalan kaki, tapi karena membawa serta siswa dengan kursi roda, beruntung setengah perjalanan dibantu petugas bandara. 

Namun, pemandangan di Bandara Soeta itu saya rasakan pula di Bandara Radin Inten II yang berada di kota di mana saya bermukim, Lampung tepatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun