Mohon tunggu...
M. Ali Amiruddin
M. Ali Amiruddin Mohon Tunggu... Guru - Penulis Biasa

Warga negara biasa yang selalu belajar menjadi pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kritik Iklan "Cawet" di Kompasiana

7 Agustus 2020   20:05 Diperbarui: 7 Agustus 2020   20:18 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Sebelumnya saya mohon maaf jika tulisan ini kurang nyaman dibaca. Apalagi judulnya ada kata benda yang amat tabu untuk diperbincangkan di lini media seperti Kompasiana.

Namun, rasa-rasanya semakin lama hati saya semakin gak nyaman lantaran apa yang saya lihat setiap hari adalah iklan dengan gambar yang lumayan memancing perhatian. Bukan karena saya menolak iklan itu ada di beranda kompasiana, dan bukan pula karena sok alim. Tapi sebagai manusia biasa, mata manusia akan terpancing melihat iklan, meskipun tujuannya adalah baik.

Iklan apa yang saya maksudkan? Ini loh, iklan pengecil perut. Yap. Gambar seorang wanita berhijab yang anggun, cantik dan modis ternyata menjadi teman bagi gambar bagian tubuh yang memakai celana dalam. Ada pembanding antara gambar pertama dan kedua. Yang kiri gendut dan yang kanan nampak kurus, perut mengecil.

Saya yakin semua pembaca iklan itu akan melihat tampila celana dalam hitam yang kelihatan punya wanita. Meskipun bagi saya mungkin sudah nggak nggumun alias tidak heran dengan gambar itu, tapi mungkin anak-anak atau remaja yang bau kunyit juga akan mengonsumsi iklan tersebut.

Padahal jika tim pengembang iklan atau produsen produk seharusnya bisa saja diminta menampilkan gambar yang lebih sopan. Misalnya perlihatkanlah badan utuh dengan pakaian kaos misalnya dengan keterangan yang lebih ciamik.

Saya yakin pemilik iklan akan mempertimbangkan saran Admin Kompasiana yang tentu saja memiliki hak untuk mengoreksi bentuk iklan yang ditayangkan. Atau pemilik produk memang bersikukuh tidak mengubah gambar dengan alasan memancing perhatian dengan gambar tidak senonoh. Kalau niatnya demikian, maka kepolisian pun berhak menangkap pembuat iklan karena ada unsur pornografi.

Bahkan saya melihat awalnya gambar cangcut itu tepat di depan si gadis yang memakai pakaian muslimah itu. Sungguh pemandangan yang sangat tidak layak.

Kompasianer pun berhak mengkritik iklan

Saya memang "hanya" penulis receh yang bersemangat menulis lantaran hobi. Yang setiap hari bersinggungan dengan iklan yang muncul selama 24 jam nonstop. Saya memaklumi penampilan layar yang penuh iklan karena belum mengikuti program premium. Ini saya terima.

Tapi, selain penulis, saya dan publik lain juga menjadi konsumen (pembaca) yang ingin melihat tayangan media ini enak di lihat, menatapnya dengan tanpa godaan syahwat. Silakan saja yang berargumen "cuman gambar kayak gitu aja tergoda." Padahal dengan modal gambar yang katanya "hanya" pun bisa berdampak pada kerusakan moral, khususnya pembaca yang masih anak-anak atau anak yang masih bau kunyit itu.

Akhirnya, saya bangga dengan tampilan Kompasiana yang semakin ngejreng dan minim error lagi. Tapi lebih bangga jika iklannya juga ramah mata, khususnya bagi pembaca di bswah umur.

Ini saja pesan saya, semoga menjadi bahan pertimbangan demi kebaikan kita bersama.

Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun