Malam itu udara sangat panas. Di atas lincak bambu Udin bersandar. Keringatnya membasahi sekujur tubuhnya. Gerah.
Lagu-lagu malam menghentak mengiasi malam itu yang nampak beringas. Sedangkam gelapnya malam tak menyimpan setitikpun sutra mengambang di langit. Sang rembulan bercahaya penuh.
Suara-suara jangkrik dan serangga malam tak terdengar lagi, tertutup lagu dangdut yang tengah mengalun merdu.Â
Sedangkan di bangku plastik, Seto menatap seorang wanita yang melintas di depannya. Â Kepala Seto menggeleng-nggeleng nampak kekaguman. Sedangkan tangannya asyik memilin janggutnya yang hanya tiga helai.
"Cek, cek, cek, cantik sekali perempuan itu. Dengan kerudung yang membalut rambutnya dan pakaian yang indah, semakin membuat penampilannya mempesona. Siapa sih perempuan itu? Dalam batinnya bertanya-tanya.
Dalam heran Udin memandangi sikap sahabatnya itu sambil memukul meja di depannya.Â
"Brak!" Seto tersentak kaget.
"Eh. Din. Kenapa kamu? Kenapa kamu mengganggu lamunanku?"
Dalam keterkejutan Seto memandangi sahabatnya dengan sedikit marah. Rasa-rasanya dia ingin protes atas apa yang dilakukan sahabatnya itu. Tapi ia urungkan.Â
"Lah, kamu kenapa melihat perempuan itu dengan melongo begitu? Kamu kagum dengan kecantikannya, keindahan tubuhnya, atau pakaiannya yang islami itu?" Sergah Udin.
"Kamu tahu siapa perempuan itu, To? Tanya Udin kepada Seto.