Mohon tunggu...
Muhamad Alfani Husen
Muhamad Alfani Husen Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP UNSIKA

Orang yang senang makan pecel lele, doyan rebahan, penggemar berat Squidward Tentacles

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Merangkai Indonesia dalam Bingkai Pancasila

1 Juni 2020   20:59 Diperbarui: 3 Juni 2020   14:22 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Tepat hari ini 75 tahun yang lalu Pancasila lahir dari hasil pemikiran para pendiri bangsa melalui sidang BPUPKI.  Pancasila sudah hidup cukup lama sebagai dasar negara bangsa Indonesia, Pancasila pun harusnya dijadikan sebagai pedoman bernegara oleh seluruh bangsa Indonesia.

Tapi, bagaimana kondisi Pancasila saat ini? Pancasila saat ini tidak lebih dari pajangan, banyak orang yang mengaku dan berkoar-koar saya Pancasila. Namun, sikap mereka tidak mencerminkan nilai Pancasila itu sendiri. Tidak hanya itu, masalah persatuan Indonesia pun terus diguncang oleh isu-isu intoleransi suku, agama dan ras.

Oleh karena itu lewat tulisan ini saya mengajak kita semua untuk merefleksikan kembali nilai-nilai Pancasila untuk kembali merekatkan Indonesia melalui bingkai Kebhinekaan dari Pancasila itu sendiri.

Implementasi Ketuhanan Yang Maha Esa

Indonesia adalah negara yang dipenuhi beragam agama dan kepercayaan. Namun, sadarkah kita bahwa saat ini kita sering melakukan egoisme dalam beragama? Hal ini tentu sangat membahayakan bagi kelangsungan kesatuan berbangsa dan negera di Indonesia. Bung Karno pernah berkata :

" Bukan saja bangsa Indonesia berTuhan, tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya berTuhan. Tuhannya sendiri. Yang Kristen menyembah Tuhan menurut petunjuk Isa Al-Masih, yang islam menurut petunjuk Nabi Muhammad SAW, orang Buddha menjalankan ibadatnya menurut kitab-kitab yang ada padanya. Tetapi, marilah kita semuanya berTuhan. Hendaknya Negara Indonesia ialah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah Tuhannya dengan cara yang leluasa. Segenap rakyat hendaknya berTuhan secara kebudayaan, yakni tiada " egoisme agama. Dan hendaknya Negara Indonesia satu negara yang berTuhan".

Ketuhanan tanpa "egoisme" agama dilukiskan oleh Bung Karno dengan Ketuhanan yang berkebudayaan yaitu merupakan ketuhanan yang berbudi pekerti luhur dan ketuhanan yang saling menghormati satu sama lain.

Kalau kita kaji kembali tentang apa itu " Ketuhanan " secara garis besar harusnya kita sepakat bahwa keberadaan manusia merupakan sebuah kristalisasi cinta dan kasih Tuhan. Ada banyak sekali nama (sifat) Tuhan. 

Namun, semua itu bisa kita peras menjadi rahman-rahim (Pengasih-Penyayang). Sebagai perwujudan kasih sayang Tuhan, manusia harus bisa bercinta dengan Tuhan serta kitapun harus memahami tentang rasa cinta kasih kita terhadap sesama manusia (Hablumminallah dan Hablumminannas), bahkan dengan makhluknya hidup lainnya.

Saya pun juga ingat ketika Gus Dur berkata:

 "Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak akan pernah menanyakan agamaMu".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun