Mohon tunggu...
Ikra Amesta
Ikra Amesta Mohon Tunggu... -

Tidak ada yang terlalu penting untuk diceritakan tentang hidup saya karena saya lebih suka menceritakan hidup orang lain dan sebagainya dan apapun dan semuanya yang mungkin layak untuk diceritakan kepada orang-orang yang berkenan untuk membacanya.

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Ketika Tuhan Menciptakan Piala Dunia

9 Juni 2010   04:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:39 524
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika Tuhan menciptakan Piala Dunia, Dia tidak sengaja meninggalkan tangan-Nya pada Diego Maradona (1986). Dan ketika Dia mengambil tangan tersebut, ia justru meninggalkan sepasang kaki lincah-Nya sehingga dua menit kemudian, pria mungil dari Argentina itu berlari dengan cepat, melewati enam orang Inggris, lalu menendang! Inilah saat di mana Tuhan selalu turun ke bumi tiap empat tahun sekali.

Maradona's Hand of God, 1986

Pada mulanya Tuhan merancang Piala Dunia sebagai turnamen yang di dalamnya terdapat proses perebutan harga diri, martabat, serta nama baik seseorang, suatu tim, dan bahkan sebuah bangsa. Arogansi dan ambisi adalah bahan utama yang Dia tambahkan ke dalam resep-Nya. Hasilnya: The Battle of Santiago (1962). Sebuah pertandingan yang oleh seorang wartawan Inggris disebut sebagai “the most stupid, appaling, disgusting and disgraceful exhibition of football, possibly in the history of the game.” Italia bertemu Cile, dua pemain diusir keluar (satu diantaranya harus diseret oleh polisi), hidung-hidung patah, saling sikut setiap saat, satu pukulan di wajah, satu tendangan tepat di wajah, saling meludah, polisi masuk ke lapangan tiga kali dan semuanya dimulai dari 12 detik sejak peluit pertandingan ditiup. Arogansi kembali mengambil peran ketika Alf Ramsey (1966), pelatih Inggris, turun ke lapangan saat pertandingan berakhir lalu melarang keras anak asuhnya untuk bertukar kaus dengan pemain Argentina dan menyebut mereka sebagai “animals!” Kemudian kesebelasan Jerman Barat (1938) yang memberikan salam Nazi sebelum pertandingan dimulai yang diiringi oleh cemoohan, siulan, dan caci-maki ribuan penonton di Prancis. Belum lagi dengan martabat seorang pangeran Kuwait yang begitu tinggi sehingga ia memaksa wasit untuk menghentikan pertandingan antara negaranya dengan Prancis (1982) karena ia tidak puas dengan hasil di lapangan. Saat itu dengan marah ia meminta wasit untuk tidak mensahkan gol keempat Prancis dan setelah beberapa menit, dengan penuh hormat akhirnya wasit menuruti mandat sang pangeran. Tuhan berpikir bahwa harus ada yang ditambahkan dalam Piala Dunia.

The Battle of Santiago, 1962

Lalu pada percobaan kedua, Dia menambahkan hal yang lebih sentimental untuk meredam emosi Piala Dunia: air mata. Misi ini berhasil saat dunia merekam bagaimana seorang Pele muda (1958) yang masih berusia 17 tahun, menangis dengan emosional setelah mencetak dua gol ke gawang Swedia dan memberikan gelar juara dunia pertama bagi Brazil. Penonton mengaraknya, menyebut-nyebut namanya, mengantarkannya untuk berhadapan dengan kemilau trofi Jules Rimet. Pele tidak bisa berhenti menangis. Tapi kemudian semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Tuhan ada di sana ketika dua pemain Uruguay Juan Schiaffino dan Alcides Ghiggia menjebol gawang Brazil (1950) di hadapan 200.000 orang di stadion Maracana yang kemudian bereaksi dengan serentak terdiam lalu meratap. Kesunyian seperti itu menusuk-nusuk telinga Tuhan dengan kejam. Lalu Tuhan sedang duduk bersama jutaan orang Inggris ketika si bengal Paul Gascoigne (1990) mendapatkan kartu kuning dan menitikkan air matanya. Tuhan berpikir bagaimana seorang temperamen seperti Gazza mampu menyampaikan pesan melankolis dengan frekuensi yang besar kepada rakyatnya yang dengan simbolik menyatakan tidak ada piala dunia bagi Inggris. Dan yang paling menyentuh adalah ketika salah satu anak kesayangan-Nya, Roberto Baggio (1994) menendang terlalu jauh ke atas mistar gawang dan harus tertunduk lesu dengan memperlihatkan kuncir belakangnya kepada seantero dunia. Tuhan kembali membenahi rancangan-Nya.

Roberto Baggio failed in penalty-shootout, 1994

Dia tidak menginginkan sepakbola sebagai olahraga yang kasar, namun menyisipkan air mata ternyata bukan hal yang tepat. Maka Tuhan menciptakan kartu merah. Kartu keramat yang sangat ditakuti pemain, sangat dihindari pemain, dan tentu saja, sangat merah. Semuanya aman dan terkendali sampai akhirnya Dia melihat air liur Frank Rijkaard dari Belanda menempel di sela-sela rambut keriting Rudi Voeller dari Jerman (1990). Sebuah gambaran yang sangat menjijikan. Kemudian aksi kekanak-kanakkan David Beckham dari Inggris dan akting pura-pura kesakitan Diego Simeone (1998) yang sangat tidak sedap dipandang mata. Ditambah dengan kedipan Cristiano Ronaldo sesaat setelah Wayne Rooney dikeluarkan dari lapangan pertandingan (2006). Puncaknya, adalah bagaimana seorang saudari perempuan bisa membuat perpisahan Zinedine Zidane dengan sepakbola harus dilakukan dengan ironis yaitu dengan mengakhiri pertandingan lebih cepat akibat menanduk dada bidang Marco Materazzi dari Italia (2006).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun