Mohon tunggu...
Nirmala SaptaNirwana
Nirmala SaptaNirwana Mohon Tunggu... Mahasiswa - HikiNEET

LET ME FREE IN MY LIFE!!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bias Gender pada Perempuan di Sosial Media

9 April 2021   13:01 Diperbarui: 9 April 2021   13:18 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bias gender merupakan pandangan yang membedakan peran, posisi dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan pembangunan. 

Perspektif laki-laki dalam membentuk perempuan dalam film telah membantu mempertahankan struktur masyarakat yang bergender menurut Akerman (dalam Abdullah et al, 2001). 

Perempuan dalam kehidupan sosial dianggap sebagai warga negara kelas dua sehingga keberadaannya tidak diperhatikan dalam sistem budaya patriarki. 

Akibatnya perempuan hanya akan menjadi obyek dan kehilangan hak di berbagai bidang kehidupan sosial. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menurut provinsi dan jenis kelamin di Indonesia tahun 2018 menujukan bahwa pria 75, 43% dan wanita 68,63%. 

Data tersebut menunjukkan bahwa akses hasil pembangunan pada wanita masih lebih rendah dibandingkan pria dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. Hal tersebut memicu adanya bias gender atau suatu kondisi yang memihak dan merugikan salah satu jenis kelamin. 

Dalam keseharian, kata 'wanita' dan 'perempuan' sering dipakai saling menggantikan dan memiliki pengertian yang relatif sama. Namun dalam gerakan sosial, khususnya perjuangan kesetaraan jender dan gerakan feminisme, kata 'perempuan' yang selalu digunakan, dan bukannya tanpa alasan. 

Perempuan secara etimologis berasal dari kata bahasa Sansekerta "pu" yang berarti hormat, kehormatan. Zoetmulder mengatakan dalam (Pudjiastuti, 2009: 5) kata 'perempuan' berasal dari kata empu dalam bahasa Jawa kuno berarti tuan, mulia, hormat. 

Suyitno menjabarkan bahwa kata empu yang diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia mengalami afiksasi dengan penambahan imbuhan yaitu 'per' dan 'an' yang kemudian membentuk kata 'perempuan'.  (Suyitno, 2015). 

Wanita pun berasal dari kata Sansekerta "van" yang berarti ingin dan "ita" yang berarti yang di (dalam bentuk pasif). Jika disimpulkan lalu menjadi yang diinginkan. Kata tersebut lalu diserap oleh Jawa kuno menjadi wanita, dipakai terus dalam bahasa Jawa modern, dan diserap kembali oleh Bahasa Indonesia. (Slametmuljana, 1964).  

Sosial media diartikan sebagai sebuah media untuk bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan secara online yang memungkinkan manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu. Sosial media menghapus batasan-batasan manusia untuk bersosialisasi, batasan ruang maupun waktu, dengan media sosial ini manusia dimungkinkan untuk berkomunikasi satu sama lain dimanapun mereka bereda dan kapanpun, tidak peduli seberapa jauh jarak mereka, dan tidak peduli siang atau pun malam.  

Orang yang pintar dapat memanfaatkan media sosial ini untuk mempermudah hidupnya, memudahkan dia belajar, mencari kerja, mengirim tugas, mencari informasi, berbelanja, dll. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun