Mohon tunggu...
Tri Makno
Tri Makno Mohon Tunggu... profesional -

laki-laki yang mencoba tidak ingkar janji

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ibu Rismaharini dan Pelajaran Politik Kita

13 Februari 2014   01:36 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:53 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tidak terasa mata ini berair melihat perbincangan bu Risma. Rasa haru dan bangga. Semoga keselamatan selalu tercurah untuk beliau yang menjaga kaum duafa, yang mengemban tugas sebaik-baiknya.

Bu Risma, yang telah menyerahkan semuanya, tenaga, fikiran, emosi bahkan perhatian untuk keluarga terutama anak-anaknya. Dengan berlinang air mata cia menceritakanya, dan hasil nyata jelas lebih dari cerita yang berbusa-busa. Hasil yang dinikmati warga Surabaya, simpati dan kehangatan seorang iu yang menginspirasi anak-anak asuhnya dan membuka mata rakyat indonesia masih banyak harapan menjadi bangsa yang terhormat.

Bu Risma menangis untuk dua hal malam tadi, untuk prostitusi yang membelenggu anak-anak dan untuk proses politik yang tidak sehat. Dan saya, anda, kita bisa apa? nyatanya oligarki telah terjadi. Politik yang tidak sehat ini terus berlangsung. Bukan hanya bu Risma, banyak aspirasi daerah dalam memilih kepala daerah atau daftar nama calon legislatif terganjal oleh beberapa orang yang berlebel DPP.

Dalam demokrasi yang kita pilih ini, partai politik jelas merupakan keniscayaan. Banyak ketidakpuasan dengan partai politik, tapi bagaimanapun kita harus hidup denganya. Maka menjadi keniscayaan untuk memperkuat partai politik sebagai organ resmi demokrasi.

Partai politik mestinya bukan sekelompok gerakan fans club atau barisan sakit hati seperti saat ini (Ketua Gerindra, Hanura dan Nasdem yang eks peserta konvesi GOLKAR). Parpol lahir dari gerakan masyarakat bukan dari ketebalan uang beberapa orang yang mengatasnamakan rakyat. Partai politik tumbuh dari bawah, dorongan sadar masyarakat untuk berpertisipasi mengelola kehidupanya sendiri.

Pola pembangunan dari atas ke bawah telah dinyatakan gagal, pembangunan yang tidak melihat kebutuhan nyata masyarakat hanya akan menghasilkan MCK (Monumen Cipta Karya). Maka sekarang muncul model pembangunan yang partisipatif lewat Musrenbang dari tingkat desa samapi Nasional, muncul program-program pemberdayaan seperti PNPM, Pamsimas, PPIP dan P4-Isda_ik. Model pembangunan yang memenuhi usulan maysarakat dengan berkompetisi untuk pembiayaan proyek.

Model partisiatif ini mestinya juga diberlakukan dalam Parpol. Parpol harus mempunyai anggota yang jelas, mengakar sampai masyarakat. Parpol harus mendesentralisasikan kekuasaan agar kasus-kasusricuh  pemilukada karena perebutan bakal calon atau daftar caleg betul-betul mecerminkan keinginan mayarakat setempat, bukan keinginan elit yang beberapa gelintir dan dapat dimanupulasi. Elit parpol mestinya berasal dari daerah dengan trak record keberhasilan yang jelas, bukan dari pendekatan personal.

Membangun parpol yang kuat menjadi usaha bersama semua komponen bangsa. Transparansi dana parpol hanya usaha sekilas yang sangat mudah dikelabuhi. yang paling terstruktur dan jelas takaranya adalah dengan desentralisasi parpol, bahkan samapi pada akarnya, yaitu anggota parpol. Dengan teknologi yang ada sekarang, pemilihan langsung internal parpol sangat dimungkinkan. PKS telah menunjukan dengan Pemiranya, dan KPU bisa mendapat tugas tambahan untuk menyelenggarakan pemilihan umum intern parpol. teknologi saat ini memungkinkan untuk itu.

masalahnya hanya parpol jelas tidak akan mau melepaskan kekuasaanya tanpa dipaksa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun