Mohon tunggu...
Makhfud Syawaludin
Makhfud Syawaludin Mohon Tunggu... Freelancer - Indonesian, Nahdliyin (NU), GUSDURian

Terus Belajar

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memilih Money Politics atau Ijtihad?

29 Maret 2014   02:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:20 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semacam Pengantar

Beberapa bulan bahkan tahun 2013 kemarin, ramai sekali dzikir-dzikir masyarakat-masyarakat putus asa berucap “Wani Piro? Wani Piro? Wani Piro?”. Ada juga yang berucap “Golput wae, lek gak oleh syai’un-syai’un”. Sebentar lagi tanggal 09 april 2014. Kita akan nyoblos calon DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia), DPD (Dewan Perwakilan Daerah), DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Provinsi, dan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kabupaten/Kota, dikenal dengan PILEG (Pemilu Legislatif) tercantum dalam undang-undang No. 8 Tahun 2012. Mari kita mendengarkan dzikir-dzikir tersebut, atau kita merubah dzikir-dzikir tersebut menjadi “Saya harus tahu, mana pemimpin yang tepat saya pilih”, atau mungkin kita berjamaah berdzikir “Wani Piro? Wani Piro? Wani Piro?”

Berbicara tentang permasalahan perusak demokrasi dalam pemilu tersebut, menganjurkan kita untuk melihat kembali fungsi pemilu sebagai satu bentuk sarana pelaksanaan demokrasi. Fungsi pemilu tidak hanya untuk mengganti para pemimpin, tetapi juga berfungsi sebagai media bagi rakyat untuk menyuarakan pendapatnya, mengubah kebijakan, mengganti pemerintahan, menuntut pertanggungjawaban, dan menyalurkan aspirasi lokal. Jadi, pemilu yang begitu menjungjung hak-hak kita jangan sampai kita jual-belikan dengan uang un sich. Eman-eman gan. Mari kita sukseskan pemilu 2014, sukses pemilu adalah sukses kita bersama.

Seputar Politik Uang

Istilah santrinya syaiun-syaiun, memilih karena sesuatu hal itulah politik uang atau money politics. Politik uang masuk dalam definisi setiap orang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung untuk: a). Tidak menggunakan hak pilihnya; b). Menggunakan hak pilihnya dengan memilih Peserta Pemilu dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah; c). Memilih Partai Politik Peserta Pemilu tertentu; d). Memilih calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota tertentu; atau e). Memilih calon anggota DPD tertentu (Peraturan KPU No. 01 Tahun 2013 pasal 49). Beberapa pelaksanaan Pemilu selama Pemilukada dan Pilgub, bahkan Pilkades pun sarat dengan politik uang tersebut. Dengan begitu dapat dikatakan kebanyakan dari kita sudah terjangkit penyakit pragmatis, pemalas, dan imbalan secara instan. Sering menjadi alasan, penyebab politik uang dari segi penerimanya terkadang beralasan kecewa, pengalaman pahit memilih sebelumnya, dan lain-lain. Seharusnya ketika kita sudah pernah mengalami hal tersebut menjadikan kita lebih hati-hati dalam memilih, bukan malah sebaliknya.

Terkait sanksi politik uang terdapat pada pasal 301 UU Nomor 8 Tahun 2012: setiap pelaksana kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana pasal 89 dipidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp. 24.000.000,00 (money politic pada masa kampanye). Kemudian pasal 301 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2012: setiap pelaksana, peserta, dan/atau petugas kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana pasal 84 dipidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp. 84.000.000,00 (money politic pada masa tenang). Selanjutnya pasal 301 ayat (3) UU Nomor 8 Tahun 2013: setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilu untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000,00. Akan tetapi, peraturan tersebut masih belum sepenuhya dipatuhi.

Praktik money politic di masyarakat mempunyai beberapa bentuk, diantaranya: a). Menyembunyikan uang dilipatan/dibawah/didalam sesuatu seperti kalender, buku yasin dan tahlil, serta di bawah kue, dan lain-lain b). Melalui kegiatan sumbangan-sumbangan terhadap kegiatan-kegiatan di masyarakat seperti kelompok pemuda, rutinan masyarakat, dan organisasi-organisasi sekolah/perguruan tinggi, c). Memberikan secara langsung berupa uang tunai dalam pertemuan-pertemuan, dan d). Memberikan janji-janji oplosan atau menggiurkan. Tidak menutup kemungkinan, modus money politic akan terus berkembang dan semakin hidden. Selain itu, budaya money politic begitu sejalan dengan pemikiran sebagian masyarakat sehingga sulit sekali untuk diberantas. Ibarat gunung es, apabila praktik money politic yang terlihat sebanyak 50, maka yang tidak terlihat bisa sampai 500 kasus praktik money politic.

Perlu dipahami pula tentang dampak money politic sangat merugikan, antara lain: a). Menciderai suara rakyat dan proses demokrasi, b). Menghasilkan pemimpin yang tidak bermoral, c). Pemimpin yang tidak berkompeten, bahkan pemimpin yang korup, dan d). Menghilangkan hak untuk memilih sesuai kebebasan aspirasi kita.

Memilih adalah Ijtihad

Mencermati definisi politik uang (PKPU No. 01 Tahun 2013 pasal 49) terdapat beberapa hal yang sarat dengan perampasan hak dan kewajiban serta ketidakadilan. Tentunya, Islam sangat menentang perampasan hak dan kewajiban serta keadilan. Begitu pentingnya sikap keadilan sehingga penegakan keadilan dan menghapuskan segala bentuk ketidakadilan adalah misi utama para Nabi (al-Hadid: 25). Dan dikatakan Islam berarti harus adil karena ketidakdilan sangat dibenci oleh Allah serta bukan ajaran-Nya. Seperti yang dikatakan oleh KH. Said Aqil Siradj (Jawa Pos, 26 Januari 2012). Ijtihad dalam hal ini dimaknai secara bahasa yaitu berfikir bersungguh-sungguh untuk memutuskan sesuatu hal. Bila di tarik dalam pemilu, berijtihad adalah berfikir secara sungguh-sungguh untuk mencari tahu dan memilih wakil rakyat yang tepat. Alasan terkait memilih adalah ijtihad sama dengan melakukan musyawarah dan ijma’. Dimana pemilu dapat diartikan sebagai pelembagaan dari prinsip muayawarah.

Beberapa dari kita mengatakan sulit sekali mencari pemimpin yang baik dan takut salah dalam memilih. Oleh karena itu, minimal kita mngenal siapa yang kita pilih. Misalnya mencari tahu rekam jejak politikus yang kita pilih serta mempelajari visi dan misi mereka. Selain itu jangan takut salah dalam memilih. Seperti halnya ijtihad, bila kita sudah memilih dan yang dipilih ternyata salah maka yang memilih masih mendapatkan pahala satu. Apabila memilih benar, maka yang memilih mendapatkan pahala dua. Selain itu, tidak mungkin tidak ada yang baik dari sekian calon wakil kita. Jangan berputus asa dan selamat mencari. Selamat berijtihad sahabat. Katakan Tidak pada money politic mulai dari diri kita, keluarga kita, dan teman-teman semua. Pilihlah berijtihad, bukan money politic.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun