Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Berebut Pasar Alutsista AS-Rusia, Mengapa Turki dan India Memilih Su-35 dan Su-57 Rusia daripada F-35 AS?

12 Agustus 2019   21:30 Diperbarui: 12 Agustus 2019   21:41 28866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: tass.com + businessinsider.sg

Persaingan Perdagangan Alutsista AS dan Rusia

Turki ingin membeli Su-35,  India akan membeli Su-57 buatan Rusia , apakah F-35 buatan AS pasarannya akan mendingin?

AS dan Rusia saling berebut memasarkan jet tempur generasi ke-5, siapa yang akan menang? Kedua adi daya dunia ini saling bermain politik dan saling adu strategi kepada para sekutunya agar bisa memenangkan penjualan alutsistanya.

Bagaimana mereka mempermainkan strategi untuk tujuan ini, marilah kita bahas bersama berdasarkan kejadian yang terjadi akhir-akhir ini, yang mau tidak mau akan mempengaruhi situasi keamanan global.....

Gara-gara Turki membeli sistem anti-rudal S-400 buatan Rusia AS langsung menendang keluar kerjasama Turki dari konsorsium F-35. Kesempatan ini langsung disambar Rusia dengan menawarkan jet tempur Su-35.

Pada kesempatan yang hampir bersamaan India juga mengumumkan untuk membeli Jet tempur siluman Gen-5 Su-57 Rusia.

Turki dan India tidak membeli F-35, maka AS bermanuver dengan mengerahkan F-35 ke negara sekutunya yang berdekatan dengan Rusia.

Minggu lalu penulis telah memposting bahwa Turki telah menerima sistem anti-rudal S-400, maka AS menjadi marah dan menendang keluar partisipasi Turki dalam memproduksi F-35, dan membatalkan pengiriman 100 pesawat F-35 Turki.

Kabar tentang ditendang keluarnya Turki dari program F-35, telah dimanfaatkan Rusia dengan menawarkan kepada Turki pengadaan Su-35.

Selain itu hampir pada waktu yang bersamaan India juga mengumumkan akan mempertimbangkan kembali pembelian dan mengkaji kembali program kerjasama India-Rusia untuk program mengembangkan dan memproduksi jet tempur Gen-5 Su-57.

Akankah penawaran alutsista Rusia dapat mengganggu hubungan antara AS dan Turki? Akankah AS tinggal diam dengan persaingan ini?

Dalam tulisan ini penulis akan coba ulas berdasarkan kejadian terkini dan pendapat-pendapat dari para analis dan pengamat dunia luar.

Pada 18 Juli lalu, kantor berita "Satelit" Rusia melaporkan, Rusia bersedia mengekspor pesawat tempur Su-35 ke Turki. Sedang sehari sebelumnya pemerintah AS mendesak Turki membatalkan pesanan sistem anti-rudal dan anti-pesawat S-400 Rusia, jika tidak akan menendang keluar Turki dari (konsorsium) program kersjasama dan pengadaan jet tempur siluman Gen-5 F-35.

Pentagon kemudian mengkonfirmasi bahwa suatu proses sedang berlangsung untuk memindahkan produksi komponen F-35 buatan Turki - senilai setidaknya $ 9 miliar dari produsen Turki - ke pemasok di AS dan negara-negara lain.

Pengumuman itu datang lima hari setelah Turki mulai menerima pengiriman suku cadang untuk sistem rudal S-400 yang disepakati untuk dibeli pada September 2017, mengabaikan dua tahun peringatan dari Amerika Serikat dan sekutu NATO lainnya yang dapat membahayakan hubungan mereka.

Anggota konsorsium F-35 adalah Australia, Kanada, Denmark, Italia, Belanda, Norwegia, Turki, Inggris, dan AS - semuanya mengajukan tawaran untuk kontrak kompetitif untuk mengembangkan dan memproduksi suku cadang untuk jet tempur tersebut.

Turki telah memesan 30 jet F-35 ini dan dijadwalkan untuk membeli total 100. Yang pertama dari empat F-35 yang selesai dikirim ke Pangkalan Angkatan Udara Luke di Arizona pada Juni 2018 untuk pelatihan pilot, tetapi AS mengatakan tidak akan mengizinkan mereka (F-35) meninggalkan negara itu.

Di Pentagon, para pejabat mengatakan operasi sudah berjalan untuk memindahkan produksi sekitar 900 bagian Turki untuk menyediakan F-35 kepada pemasok di AS dan negara-negara lain, memperkuat pernyataan April dari Penjabat Ketua Pentagon juru bicara Charles E. Summers Jr. yang kemudian mengatakan AS menghentikan pengiriman ke Turki terkait dengan program jet tempur siluman F-35, memperingatkan bahwa "Sumber pasokan sekunder untuk suku cadang yang diproduksi Turki kini sedang dalam pengembangan."

Pejabat Pentagon juga mengkonfirmasi bahwa pelatihan teknisi dan pilot F-35 Turki di AS akan dipulangkan pada akhir bulan ini, dan partisipasi Turki dalam program F-35 akan ditutup pada Maret 2020.

Turki telah menjadi mitra dalam proyek F-35 Joint Strike Fighter, konsorsium dari sembilan negara (termasuk AS) sejak 1999 dan salah satu mitra utama program dengan lebih dari 10 perusahaan yang memproduksi hampir 900 bagian untuk jet tempur ini.

Awalnya telah memesan 30 jet F-35, Turki bermaksud untuk membeli 116 jet tempur siluman dan negara tersebut telah menerima empat dari mereka. Namun, meskipun Turki telah memenuhi semua komitmen keuangan yang diperlukan untuk program ini, empat jet tempur F-35 tidak akan dikirim ke Turki dan pilot Turki dipulangkan pada 31 Juli lalu karena pelatihan mereka telah ditangguhkan.

Turki akan sepenuhnya berhenti berpartisipasi dalam proyek F-35 pada akhir Maret 2020.

"Defense News" AS melaporkan, langkah Gedung Putih "membunuh lawan seribu hanya kehilangan delapan ratus", AS hanya menerima kerugian ekonomi, dan itu melebihi 500 juta dolar AS. Namun sebenarnya baik untuk AS, Turki atau NATO, ini merupakan kerugian.

Seorang pejabat Turki mengatakan bahwa jika AS menolak mengirim pesawat tempur F-35 ke Turki, Turki akan mempertimbangkan untuk membeli jet tempur Rusia.

Jika memang betul Turki memutuskan membeli jet tempur Rusia, apakah AS akan tinggal diam?

Pengamat melihat dengan ditendangnya Turki dari program F-35, mereka tampaknya akan menyambut baik uluran "cabang zaitun" Su-35 Rusia. Pertama menyodorkan S-400, kemudian Su-35 bahkan Su-57, sehingga tampaknya kerjasama militer saat ini antara Turki-Rusia sangat lancar.

Hal ini karena AS telah mencapai bottom line untuk Turki untuk program F-35. Sangat sulit untuk memulihkan penjualan dan produksi bersama F-35.

Selain itu, keunggulan Su-57 dan Su-35 juga jelas, misalnya, Su-35 juga sama-sama "35" tapi harganya jauh lebih murah. Dan tingkat pemeliharaan serta perlindungan termasuk kondisi lain jauh lebih menguntungkan.

Ditambah lagi dengan kemauan kedua belah pihak untuk melakukan perbaikan dan peningkatan bersama, ada kemungkinan bahwa jika Su-35 Turki tidak bekerja dengan baik, dan akan menambahkan sesuatu yang lain ke versi yang ditingkatkan, itu dimungkinkan.

Ini sepenuhnya sejalan dengan kebutuhan operasional Turki, dan yang telah menjadi kunci bagi Rusia untuk tidak menuntut kondisi tertentu dan kondisi politik yang terkait dengan penjualan Su-35. Misalnya, jika membeli pesawat Rusia harus mendengarkan apa yang dituntutnya tidak seperti AS yang selama ini melakukannya.

Maka dari perspektif ini, kemungkinan Su-35 untuk masuk dalam AU-Turki di masa depan sangat memungkinkan. Lebih lagi jika dilihat keadaan Turki sekarang, F-16 kemungkinan akan jelas tidak dapat diharapkan terbang terlalu banyak akibat kemungkinan embargo suku cadang yang akan dikenakan AS kepada Turki.

Sehingga tidak dikecualikan Turki akan menggunakan jet tempur Rusia untuk memperbaharui armadanya dalam waktu singkat, agar bisa mempertahankan skala kemampuannya pada tingkat tinggi.

Rusia menyodorkan Su-35 dan Su-57 Kepada Turki

Rusia untuk mengindikasikan kepada Turki Su-57, jadi kini Turki harus mempertimbangkan mana yang lebih cocok antara F-35, Su-35 dan Su-57.

Namun perlu juga diketahui, selama ini AU-Turki mempergunakan alutsista jet tempurnya buatan AS, misalnya jet tempur Gen-2 F-4 "Phantom" kemudian untuk jet tempur Gen-3 F-16.  Karena itu, dari kontinuitas ini, untuk memfasilitasi dukungan logistik pasukan, mungkin saja pesawat AS lebih cocok.

Karena para pilotnya sudah terbiasa dengan sistem inches (feet) dalam satuan indikatornya baik untuk kecepatan, alitude, jarak dan lainnya, sedang bagi jet tempur dan alutsista Rusia menggunakan metrik satuannya. Jadi data-datanya semua berdasarkan ukuran meter, kilometer.

Hal ini seringkali akan menjadi hambatan, ketika ada perintah atau membaca indikator meter sama dengan beberapa feet dan lain-lain, pilot harus mengkalkulasi dulu. Hanya saja bagi Turki menjadi lebih sulit jika ternyata AS dan Barat tidak mau menjual alutsista kepadanya.

Akibat tidak ada pilihan ini, selain itu alutsista Rusia harganya lebih murah, kinerja juga setara dan bahkan sebagian lebih baik dari alutsista AS dan Barat. Ambil contoh Su-35 selain lebih murah juga merupakan alutsista yang sudah matang.

AU-Rusia sudah lama menggunakan Su-35 dalam satuan tempurnya dan tidak ada masalah. Sedang F-35 belum lama ini telah terjadi kecelakaan di Angkatan Udara Bela Diri Jepang yang hingga kini masih belum jelas penyebabnya yang pasti. (baca : https://www.kompasiana.com/makenyok/5cfb3af6c01a4c1bc11b2cbf/jatuhnya-f-35a-jepang-kerugian-atau-keuntungan-bagi-jepang

 Jatuhnya F-35A Jepang Kerugian atau "Keuntungan" Bagi Jepang? & Jet Tempur F-35 Digrounded Strategi AS "Eagle Wall dan Eagle Chain" Terancam Berantakan  )

Angkatan Udara Turki juga mempunyai pertimbangan dan penilaian dirinya sendiri. Dalam hal kinerja, Su-57 Rusia lebih komprehensif daripada F-35 AS. Terlepas dari kecepatan, kemampuan manuver, satu-satunya kelemahan hanya dalam indeks kinerja stealth-nya (siluman) lebih buruk sedikit daripada F-35.

Tapi ini hanya salah satu indikatornya.  Performa tempur jarak dekat Su-35 dan kapasitas pemasangan senjata lebih unggul dari F-35. Hanya saja Su-35 tidak memiliki kinerja siluman. Sehingga tidak bisa dibuat satuan AU generasi baru siluman.

Namun bagi Turki, karena Rusia telah memberi opsi baru, mau tidak mau menjadi keharusan bagi Turki. Berhubung AS sudah tidak menginginkan Turki, meskipun mereka sudah membayar dan mengeluarkan dana besar untuk menjadi salah satu anggota konsorsium dari delapan negara untuk proyek pengembangan F-35 sejak mula, tetapi kini ditendang keluar.

Dapat dikatakan Turki adalah salah satu pemegang saham asli dan seharusnya mendapat prioritas. Namun kini AS tiba-tiba bertindak sewenang-wenang mau menang sendiri dengan menendang keluar Turki.

Ini tampaknya menjadi tamparan di wajah negara-negara yang terlibat dalam F-35. Meskipun mereka telah membayar dan menanamkan dana untuk itu, tapi bisa saja AS menendangnya keluar. Ini benar-benar suatu etika dagang yang sangat buruk.

Sebenar kenyataannya, AS mengusir Turki dari proyek F-35, kerugian ekonominya tidak kecil. Trump adalah seorang pengusaha, tetapi mengapa harus berbuat tekad ini?

Menurut pengamatan analis, kemungkinan ini tidak besar. Karena Turki dimata AS seperti buah simalakama (Bagai makan buah simalakama, dimakan ibu mati, tak dimakan ayah mati). AS tidak bisa main sembarangan marah-marah terhadap Turki, mereka berusaha untuk memundurkan batas benang merah bagi Turki.

Pompeo dan Bolton akan mengunjungi Turki dengan mengatakan pintu belum tertutup, mereka dapat membicarakan F-35 kembali jika Turki berubah pikiran. Tetapi kini pada dasarnya sudah tidak mungkin lagi, karena situasinya telah mencapai titik beku.

Sehingga kini untuk membeli alutsista AS bagi Turki sudah sangat tidak mungkin. Tetapi tidak baik untuk mengeluarkan Turki dari NATO, mengingat posisi Turki yang terlalu penting.

Turki merupakan "Gerbang Selatan" NATO, jika terjadi sejalan dengan Rusia atau bahkan independen dari NATO, situasi ini sama sekali tidak diinginkan AS terjadi. AS dalam bersaing dengan Rusia sebagai negara utama berusaha membuat negara-negara sekutu Rusia agar berpihak ke sisi AS. Sehingga negara sekutu Rusia makin sedikit.

Tapi situasinya kini tampaknya, sekutu AS yang memiliki kekuatan tentara terbesar ini (Turki) di dalam NATO telah konsisten dengan Rusia, jadi semakin ditekan perlawanannya makin keras, situasi sungguh berbalikan membuat AS serba salah.

Hal ini berdampak sangat buruk pada strategi persaingan AS sebagai negara utama., yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap reaksi penjualan alutsistanya. Membeli alutsista Rusia bukan lagi dilakukan oleh negara yang tidak mempunyai banyak uang. Bahkan bagi negara-negara yang tidak bermusuhan dengan Rusia dan AS bisa berkeinginan membeli alutsista Rusia.

Rusia dalam menjual alutsistanya tidak terlalu menuntut persyaratan seperti AS yang banyak persyaratan yang mengikat, selama memenuhi kondisi perdagangan yang adil, Rusia bersedia mengekspor alutsista dengan murah kepada negara-negara itu. (Bahkan dengan Indonesia bersedia dibayar dengan hasil pertanian/minyak sawit).

Jika banyak negara anggota NATO yang mengikuti jejak Turki, kemudian oleh AS dikenakan sanksi dan dikeluarkan dari NATO, akibatnya akan tidak baik bagi NATO yang mana anggotanya akan makin berkurang dan  akan melemah. Maka situasinya sekarang bagi AS hanya bisa menahan amarahnya bak menelan buah simalakama. Sehingga tindakan-tindakan lain yang efektif tidak bisa ditrapkan.

India Kembali Berminat membeli Jet Tempur Gen-5 Rusia

Bukan hanya Turki saja yang berencana untuk membeli pesawat tempur buatan Rusia, tetapi India juga mengumumkan bahwa mereka mempertimbangkan kembali untuk membeli pesawat tempur generasi kelima Rusia, Su-57.

Menurut laporan dari Jaringan "Russian Stelit" Rusia pada 19 Juli lalu, Kastaf AU-India "Air Chief Marshal Birender Singh Dhanoa" mengatakan dalam wawancara dengan "Red Star" Rusia, bahwa India bersedia untuk memperbaharui jet tempur Gen-5 India dengan Su-57 setelah jet tempur ini masuk dalam jajaran AU-Rusia dan telah menunjukkan nilainya. Bahkan mempertimbangkan untuk isu kerjasama Litbang dan pengadaan.

Belum lama ini, Putin menyatakan bahwa AU-Rusia harus dilengkapi dengan 76 Jet Tempur Su-57 sebelum 2027, telah memicu respons yang kuat. Putin menyatakan armada AU-Rusia akan diganti dengan Su-57, dan angkatan bersenjata Rusia akan terus meningkatkan pembelian Su-57.

Untuk masa yang akan datang diperkirakan AU-Rusia akan dilengkapi dengan 200 sampai 250 jet tempur Gen-5 Su-57 pada pertengahan 2030.

Tahun lalu, pemerintah India mengumumkan penangguhan program penelitian dan pengembangannya dengan Rusia.

Baru-baru ini, media asing melaporkan bahwa Rusia dan India sedang meninjau kembali kerjasama atas Su-57. Ini adalah kedua kalinya Rusia mengundang India untuk bergabung dengan proyek penelitian (litbang) pesawat Gren-5 setelah pendahulu series Su-50 yaitu proyek T-50.

(baca:https://www.kompasiana.com/makenyok/5c481b2c12ae947145195a86/pesawat-tempur-siluman-stealth-alutsista-kebutuhan-atau-barang-mewah?page=all : Pesawat Tempur Siluman (Stealth) Alutsista Kebutuhan Atau Barang Mewah? )

Niat Rusia jelas, yaitu, untuk merebut pasar jet tempur Gen-5 India.

Sebelumnya, pejabat pemerintah AS mengatakan bahwa jika India bersedia meninggalkan pembelian sistem rudal anti-rudal S-400 dari Rusia, AS "mungkin" bersedia mengekspor F-35 ke India.

Apa Pertimbangan India Untuk Memilih Su-57 Rusia? Mengapa India ingin membeli SU-57, apakah itu terkait dengan frustrasi Turki dalam proyek F-35 sekarang?

Beberapa analis dan pengamat dunia luar melihat alasannya tidak sama, Su-57 sebelumnya memang pernah ditolak oleh India. Mereka pernah mengatakan pesawat ini tidak berfungsi dan akan membeli pesawat yang lebih baik dari AS.

Tampaknya kini India berpikir balik karena terpaksa, karena mungkin India menganggap membeli alutsista buatan AS terlalu banyak persyaratannya, persyaratan ini seperti meminum "narkoba", begitu minum sekali akan keracunan dan kecanduan.

Kondisi ini tidak dapat diterima India, dan sudah menjadi kebiasaan India selalu mencari dua sumber. Misalnya jika untuk membeli alutsista dari negara-negara utama, tidak menatap hanya pada satu negara saja. Bernegosiasi dengan satu negara dan negara lainnya, agar tidak menyinggung perasaan keduanya.

India berusaha membagi pembelian alutsista dari dua negara utama ini agar terjadi keseimbangan, seperti mereka telah membeli P-8, C-130 dan lainnya dari AS.

Maka kini gilirannya membeli alutsista dari Rusia, sebelumnya telah membeli S-400, sehingga AS marah dan diancam untuk di jatuhi sanksi dan dikenai kebijakan perang perdagangan.

Dan kini India tidak saja berniat hanya membeli Su-57 Rusia, tapi juga melakukan kerjasama litbangnya, jelas itu dianggap meluas ke arah ekonomi, yang pasti tidak akan ditolelir AS. Maka kemungkinan bagi India untuk memilih Su-57 sangat besar.

Alasan lain dalam keadaan sekarang India tidak mungkin membuat F-35 kecuali hanya membelinya. Tidak mungkin lagi bisa mendapatkan teknologi dan sumber kode dan lainnya dari F-35 .

Jadi kondisinya sangat berbeda jika dengan Rusia bisa sangat menguntungkan India, karena sama-sama melakukan litbang, mereka bisa sama-sama mengembangkan peralatan inti dan penting dari pesawat Gen-5.

Jika sudah bisa mendapatkan jet tempur Gen-5 dan belajar membangun jet tempur Gen-5. Maka India sepertinya telah mendapatkan ikan besar bagus dan alat/joran pancingan yang bagus juga.

Dengan cara ini, bagi India, penting untuk meningkatkan tingkat lokalisasi (domestik) seluruh industri penerbangan. Dan sangat sesuai dengan kebijakan strateginya "Made in India".

Maka engan alasan demikian kemungkinan bagi India melalui Su-57, untuk melakukan lompatan tiga tingkat (teknologi) dalam industri pesawat terbang, mengingat pembangunan pesawat yang terdahulu hasilnya kurang bagus. (Pengalaman India dalam membangun jet tempur Gen-3 LCA pada awal 2016) 

Baca: Bagaimana Industri Penerbangan Tiongkok Dapat Mengejar Ketertinggalan dari Barat dan AS)

Dalam medan perang sesungguhnya tidak ada itu yang namanya tepuk tangan, yang ada adalah jenis "bola api di udara" (meledak tertembak jatuh). Maka berkaitan dengan ini, teknik pemprosesan yang baik, teknik pembuatan dan konsep desain canggih serta kemajuan yang signifikan dalam bahan siluman, daya dan radar diperoleh atau dapat dibuat, sangat penting dikuasai. Dan ini yang menjadi keinginan India.

Maka yang dimaksud "Made in India" tidak saja dibuat di India, tapi harus digabungkan dengan inovasi dan pengembangan. Maka banyak pengamat yang memperkirakan Su-57 kemungkinan akan menjadi pilihan India di masa depan.

Untuk Jet tempur Gen-5 Rusia, sebelumnya India telah mengeluarkan dana tidak kecil untuk pengembangan pesawat jenis ini (T-50), mereka tidak ingin upaya dan investasi mereka dulu hilang sia-sia.

Selain itu, Su-57 kini telah berkembang lebih matang, AU-Rusia sudah mulai mengerahkan dan memasukkan sebagai alutsistanya, ada beberapa masalah kecil yang ada pasti akan pelan-pelan terselesaikan. Jadi ini yang menjadi hal menarik bagi India.

Sedang jika India membeli F-35, maka akan menjadi pemilik yang nomor buntut (post-joint). Seperti yang telah dikemukakan di depan Turki merupakan mitra pertama dari delapan negara, dan kemudian Israel dan Singapura telah bergabung dengan banyak negara untuk membeli F-35. Jadi kuantitas pesanan F-35 adalah yang tebesar untuk jet tempur siluman di dunia.

Bagi AS tampaknya sudah kewalahan dalam produksi, jika AS berjanji untuk menjual kapada India sekarang akan menghadapi masalah produksi dan pengiriman, mungkin baru bisa memenuhi pesanan selama 10 tahun, atau hanya bisa mengirim 2 pesawat setiap tahun. Dan pengiriman ini dianggap terlalu lama. Belum lagi jika diperjalanan waktu sebelum habis pengiriman dari jumlah pesanannya, bertemu atau berhadapan dengan presiden terpilih AS semacam Trump sekarang, maka pengiriman bisa-bisa molor bahkan batal di tengah jalan.

Maka bagi India pertimbangannya lebih baik memilih Rusia untuk bekerjasama. 

Bagi AS yang tadinya berkeinginan untuk menjual F-35 kepada India, tapi telah terbentur pintu tertutup. Namun AS selalu berambisi untuk mendominasi untuk pasar jet tempur siluman di seluruh dunia. Dengan situasi yang ada sekarang akankah ambisi ini terpukul?

Menurut beberapa pengamat jelas telah terpukul, bahkan sekutu AS terdekat Inggris telah mengumumkan berkeinginan  untuk mengembangkan jet tempur siluman baru sendiri.

Demikian juga dengan Prancis dan Jerman tidak puas dengan membeli F-35, kini sudah mulai bersama-sama mengembangkan jet tempur generasi berikutnya.

Turki juga memiliki ide untuk membuat jet tempur masa depannya, bahkan modelnya telah dipamerkan. Demikian juga dengan Korsel dan banyak negara lainnya yang berusaha untuk mengembangkannya sendiri. Tampaknya dikarenakan tidak puas dengan F-35, sehingga mendorong untuk mengembangkan jet tempur silumannya sendiri.

Meskipun ada beberapa negara yang  kemampuan nasionanyal tidak cukup, tren telah menjadi jelas, yaitu, Amerika ingin menggunakan F-35 untuk memonopoli seluruh pasar jet tempur siluman (Gen-5) Barat. Ini tampaknya tidak begitu optimis, seperti Australia, mengatakan bahwa jika Anda menjual begitu mahal, maka mereka akan memotong setengahnya. Kanada juga mengatakan bahwa mereka menghabiskan begitu banyak uang, Anda tiba-tiba menaikkan harga, mereka menyatakan tidak tahan, mereka ingin mengurangi jumlah pesanan.

Ini semacam mengungkapan bahwa mereka tidak puas dengan F-35 AS, kinerjanya tidak terlalu bagus, harganya sangat tinggi, dan harganya dinaikan dengan semaunya. Mereka merasakan tidak cocok lagi untuk kerjasama dengan AS untuk pesawat ini.

Manuver dan Provokasi AS 

Saat Rusia sibuk menjual jet tempur Gen-5 nya, AS tidak tinggal diam, mereka mengerahkan F-35 ke ambang pintu Rusia.

Turki baru saja ditendang dari program F-35 AS, Rusia langsung segera menambah pisau tajam untuk mengindikasikan dapat memasok Su-35 dan Su-57, India juga mengumumkan peninjauan kembali untuk pembelian Su-57, dan pesawat model Rusia yang dapat mengantarkan penjualan besar.

Dalam situasi yang terjadi ini, apakah pemasaran F-35 akan menurun? AS mengerahkan F-35 ke ambang pintu Rusia, pertarung bisnis alutsista AS dan Rsuia siapakan yang akan menang?

Pada 17 Juli lalu, waktu setempat sejumlah besar jet tempur F-35 AU-AS terbang ke Pangkalan AU Powidz, Polandia.

Sumber: Ilustrasi dari worldview.stratfor.com + worldatlas
Sumber: Ilustrasi dari worldview.stratfor.com + worldatlas
Menurut laporan, pesawat F-35 AS terbang ke Polandia untuk melakukan latihan bersama "fast forging/penempaan cepat" di Polandia, yang bertujuan untuk memperkuat kemampuan pengerahan cepat militer AS di negara-negara NATO.

Hari berikutnya, dua jet tempur F-35 AS mendarat untuk pertama kalinya di Pangkalan Angkatan Udara Siauliai di Lithuania utara untuk ikut serta dalam latihan militer bersama.

Latihan pertahanan udara yang dipimpin AS, dan menurut laporan AS mengirim F-35 ikut serta untuk menunjukkan kebolehan pesawat ini kepada Polandia.

Pada awal bulan Juni lalu, ketika Presiden Polandia Andrzej Sebastian Duda mengunjungi AS, Trump mengundang presiden Polandia dan istrinya ke halaman Gedung Putih dengan menyaksikan F-35 terbang di atas Gedung Putih, kemudian Gedung Putih mengumumkan bahwa Polandia telah setuju untuk membeli 32 pesawat tempur F-35 terbaru dari AS.

Jadi, apakah Polandia membeli pesawat tempur F-35 untuk melawan Rusia? Sinyal apa yang dikirim AS dengan mengirim pesawat tempur F-35 ke negara-negara tetangga Rusia? Apa tujuan keikutsertaan F-35 dalam latihan militer di Polanida dan Lithuania?

Pengamat melihatnya ada beberapa tujuan. Pertama, AS ingin menunjukkan kepada Lithuania dan tiga negara Baltik, mereka didukung penuh AS. Selain itu negara-negara Baltik ini sangat dekat dengan Rusia, jet tempur dapat melintasi perbatasan dalam 10 menitan.

Cuma mereka ini tidak memikirkan atau mungkin lupa memikirkan jika Rusia melakukan serangan udara, negara-negara ini tidak akan ada peluang selamat. Jika mereka menggunakan F-35 setidaknya negara-negara Baltik ini sedikitnya bisa "terjamin" keselamatannya....???? Minimal dengan jet tempur kelas dunia yang mempertahankan wilayah udaranya. Ini untuk menyampaikan suatu sinyal deterence.

AS memberi kesan kepada mereka, jika konsisten secara strategis dengan AS, akan tidak ada masalah. Karena selain F-35 dan F-22 masih ada lebih banyak alutsista tempur kelas wahid dunia sebagai dinding pertahanan di sekitar mereka, sehingga kompetensi ini mereka dapat dijamin.

Kedua, AS juga bertujuan untuk mempromosikan F-35 kepada Polandia agar membelinya. Pada kunjungan Presiden Polandia ke AS, Presdien Trump secara khusus membuat pertunjukjan penerbangan di atas langit Gedung Putih, seraya mengatakan uang kami yang keluarkan, kemudian Anda yang membeli, semua transaksi alutsista ini saya bisa berkontribusi untuk Anda demi untuk kesepakatan alutsista ini.

Tampaknya Trump mengharapkan memberi efek kepada negara-negara yang baru saja bergabung dengan NATO mantan sekutu atau negara bagian Uni Soviet yang terpecah, agar mereka mau mengmbil keputusan untuk menggantikan alutisista Rusia yang mereka miliki. Ketika mereka baru memisahkan diri dari Uni Soviet, mereka sempat menawarkan Mig-29 hanya dengan harga satu dollar USD, siapapun boleh mengambilnya.

Maka diharapkan oleh AS, jika negara-negara tersebut yang dananya terbatas memutuskan membeli alutsista kelas awahid AS, maka akan terjadi penurunan penjualan alutsista Rusia. Tetapi tampaknya negara-negara tersebut memang membutuhkan alutsista macam ini, hanya saja kondisinya tidak memungkin merealisasikannya, akhirnya hanya bermimpi saja.

Maka tujuan dari latihan bersama itu adalah untuk mempromosikan alutsistanya dan agar bisa memperluas pemasarannya. Disamping bisa mendapatkan dolar, juga bisa menyelesaikan tata letak strategis AS.

Jadi tindakan AS mempunyai multi-fungsi, untuk mempererat persekutuan dengan sekutunya dan dapat menjadi komandan bagi sekutunya. Pada saat yang sama, penjualan alutsistanya juga dapat mencapai titik tinggi.

Pada saat yang sama, manuver ini akan meningkatkan kemampuan untuk menghalangi perbatasannya secara bertahap.

Dalam strategi militer biasanya pesawat-pesawat ini berada di garis kedua dan ketiga yang cukup jauh. Tapi kini ditempatkan di gerbang pintu Rusia, karena jaraknya yang dekat, maka pesawat-pesawat setelah lepas landas dapat menyerang dengan bom berdiameter kecil seperti SDB (Small Diameter Bomb) yang dibawa pesawat-pesawat ini, dan bom-bom macam ini banyak yang bersifat siluman. Maka bom-bom ini kapan meledakan Anda akan tidak tahu.


Dengan demikian deterence terhadap Rusia akan mencapai titik tertinggi dalam sejarah.

Dengan Polandia memiliki F-35, ancaman nyata apa terhadap Rusia?

Pertama-tama, karena Polandia sebagai negara anggota NATO baru, mereka harus masuk pada sistem alutsista NATO.

Jika terus menggunakan Mig-29 yang semua indikatorny berdasarkan metrik untuk altimeter dan speedometer, maka akan terjadi perbedaan pembacaannya.

Maka ketika melakukan komunikasi dengan posko NATO untuk ketinggian, kecepatan akan terjadi perbedaan bacaannya. Ini yang akan membuat repot. Maka perlu diadakan unifikasi satuannya, sehingga akan bermanfaat bagi seluruh sistem komando NATO.

Dan F-35 ini merupakan alutsista ofensif generasi baru, sehingga bisa memberikan tekanan luar biasa pada jaringan pertahanan udara Rusia di sisi lain.

Sebaliknya pada gilirannya manuver AS di Polandia ini juga merangsang Rusia untuk mempercepat pengerahan Su-57.

Maka kini setelah F-35 telah di kirim ke Ploandia dan Lithuania untuk ikut serta latihan militer bersama. Maka Rusia mau tidak mau terpaksa mempercepat mendeploitasi Su-57 meskipun sebenarnya masih ada sedikit ketidak sempurnaa, dengan harapan akan cepat terselesaikan selama pengdeploitasian.

Maka armada ini akan merangsang jet siluman Rusia berkembang dengan lebih cepat, untuk mengimbangi tantangan pesawat siluman lawan yang sudah dikerahkan di depan pintunya.

Sehingga situasinya bagi seluruh Polandia dan Eropa Timur, sebenarnya tidak meningkatkan keamanan, sebaliknya justru mengancam keamanannya, keadaan tidak berubah namun tetap rawan seperti sedia kala.

Ini seolah-olah keamanannya benar-benar dijual kepada NATO, dan dengan kata lain membayar biaya perlindungan kepada NATO. Karena dengan melekat ke sisi NATO berarti menjadi musuh dari Rusia.

Karena kini mereka menjadi musuh dan mengancam Rusia secara langsung, maka Rusia kini juga berusaha mengancam mereka, karena mereka berada di garis depan dari sutu konfrontasi, maka dengan demikian keamanannya menjadi tidak baik dan rawan.

Kini pertarungan AS-Rusia tidak hanya mendatangkan kapal perang yang makin saling mendekat, tetapi tampaknya juga telah menamkan altusista canggih satu sama lain saling berhadap-hadapan.

Mode kompetisi baru ini dulunya merupakan tantangan lintas batas pemisah saja, kepemilikan jenis alutisista pesawat yang saling mengancam telah membentuk garis pertahanan yang jelas. Dengan kata lain saling persaing membangun alutsista paling canggih.

Sekarang melihat semua jenis peralatan dan penetrasi teknologi juga akan menjadi mode utama di masa depan. Misalnya, jika mitra inti Anda membeli alutsista Anda tapi tidak menurut pada Anda, ini menunjukkan wibawa pemimpin sekutu Anda tidak cukup, maka dalam hal ini tidak bisa mempertahankan persekutuan yang kokoh dengan Anda.

Sebelum ini, jika suatu negara mantan sekutu Soviet bergabung dengan NATO, pertama-tama, mereka harus melepaskan semua alutsista Soviet. Kedua, secara besar-besaran mengimpor alutsista AS, sistem NATO dan standar NATO sebagai intinya.

Di kemudian hari jika terjadi dari mereka ini kekurangan dana dan terjadi hubungannya dengan AS dan NATO berubah menjadi buruk, maka kemungkinan Rusia akan mendapatkan semua rahasia dari alutsista AS dan NATO dari mereka, demikain juga sebaliknya.

Maka para pengamat memperkirakan batas yang jelas ini dapat hilang dibandingkan dengan Perang Dingin yang lalu. Namun situasi permainan ini akan lebih rumit dan ruwet.....

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

businessinsider.sg
defensenews.com
thedefensepost.com
aljazeera.com
sohu.com
Gaming Out 'Fort Trump' and Other U.S. Military Base Options in Poland
xinhuanet.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun