Mohon tunggu...
Sucahya Tjoa
Sucahya Tjoa Mohon Tunggu... Konsultan - Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Lansia mantan pengusaha dan konsultan teknik aviasi, waktu senggang gemar tulis menulis. http://sucahyatjoa.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Konfrontasi Antara AS-Barat dengan Rusia Makin Sengit

18 September 2018   16:50 Diperbarui: 18 September 2018   17:17 1278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: NewsX.tv + The Telegraph + Daily Mail + South China Morning Post

Dalam era persaingan antara kekuatan-kekuatan utama (AS/Barat dan Rusia) kini, terjadi intrik balas membalas antara AS dan Rusia, jenis intrik ini berupa kompetisi yang  akan dipamerkan secara politis, ekonomi, diplomatis, dan bahkan dalam urusan regional, dan hal-hal yang semacam ini. Pameran ini telah mengakibatkan berbagai efek pada hubungan mereka.

Banyak analis dan pengamat yang percaya bahwa kita harus melihat hubungan AS-Rusia sudah berada di era persaingan antar negara-negara utama. Hanya dengan cara ini kita dapat memahami mengapa AS terus mempersulit Rusia, dan terus menantang Rusia, baik itu secara militer, atau dengan ekspansi NATO ke arah timur, atau dengan sanksi ekonomi; hal ini adalah hasil dari kekuatan untuk mendorongnya untuk memperjuangkan posisi sebagai kekuatan utama dengan Rusia.

Pada 7 September lalu, AS membahas rencana untuk "menghalangi Rusia" dengan 11 negara Eropa pada pertemuan puncak di Oslo. Tanpa ragu, konflik antara AS/Barat dan Rusia akan tumbuh lebih intens dalam waktu dekat ini. Ulah dan kecerobohan AS akan menyebabkan semua orang dan seluruh dunia menjadi khawatir dan cemas.

Sebagai reaksi dari situasi demikian Rusia juga tidak tinggal diam.

Setiap tahun pada bulan September telah menjadi bulan yang sibuk bagi Rusia, tahun ini menjadi lebih sibuk lagi, dari hari pertama bulan September ini, Rusia mulai melakukan latihan militer. Dalam waktu setengah bulan, mereka telah mengadakan tiga kali latihan militer berskala besar.

Yang paling menarik perhatian adalah latihan militer Vostok 2018. Dalam latihan militer ini dimobilisasi sejumlah besar tentara dan senjata dengan rentang wilayah yang membentang di beberapa kawasan; ini telah menjadi latihan militer terbesar di Rusia selama 40 tahun terakhir.

Dan ini terjadi pada saat situasi Suriah berada pada saat yang kritis, dan situasi di Ukraina memanas lagi. Kontes antara Rusia dan Barat semakin tegang. Dalam situasi semacam ini, apa tujuan Rusia untuk mengadakan latihan militer dengan frekuensi tinggi dan skala besar?

Latihan militer skala terbesar Rusia dalam 40 tahun terakhir, "Vostok 2018," secara resmi dimulai pada 11 September. Hampir 300.000 tentara! 36.000 tank dan kendaraan lapis baja! Lebih dari 1.000 jet tempur! 80 kapal perang dan kapal pendukung! Mengambil bagian dalam latihan militer ini.

Latihan ini melibatkan distrik militer serta pasukan strategis seperti pasukan payung, pasukan penerbangan jarak jauh, dan pasukan transportasi militer.

Latihan ini dilakukan secara bersamaan di lima tempat pelatihan, empat tempat pelatihan pertahanan udara, dan perairan Laut Jepang, Laut Bering, dan Laut Okhotsk.

Sergey Shoygu, Menteri Pertahanan Rusia megatakan: "Latihan militer ini merupakan latihan skala yang belum pernah terjadi sebelumnya, tidak hanya lingkup ruangnya, tetapi juga dalam jumlah kelompok militer dan kekuatan yang berpartisipasi."

Selain dari skalanya yang besar, latihan strategis Vostok 2018 ini juga menampilkan militer dari Tiongkok dan Mongolia untuk pertama kalinya. Pasukan Tiongkok yang berpartisipasi ada sekitar 3.200 tentara, dengan lebih dari 1.000 jenis  persenjataan dan peralatan, dan 30 pesawat fixed wing dan helikopter.

Latihan ini diadakan serupa mungkin dengan pertempuran sesungguhnya.

Untuk mencapai hal ini, sebelum latihan militer, Putin memerintahkan distrik militer pusat dan barat Rusia untuk terlibat dalam pemeriksaan kesiapan tempur secara tiba-tiba dari 20 Agustus hingga 25 Agustus sebagai "pemanasan" untuk latihan militer strategis ini.

Jet tempur Su-30, Su-35, dan Mig-31 juga melakukan take-off dan landing darurat di jalan raya di Timur Jauh Rusia, yang mengejutkan para saksi mata.

Sumber: www.dailymail.co.uk
Sumber: www.dailymail.co.uk
Pengumuman dan penyelenggaraan latihan militer diadakan di saat hubungan antara Rusia dan negara-negara Barat berada pada titik terendah sejak Perang Dingin. Sehingga menyebabkan kecemasan Barat tentang invasi Rusia juga mencapai titik tinggi pada saat ini.

Mengapa Rusia mengadakan latihan militer berskala besar saat ini?

Sebagian pengamat dan analis melihatnya ada dua aspek, salah satunya adalah hal itu menjadi perpanjangan dari latihan militer di musim gugur. Karena di masa lalu, Rusia selalu melakukan latihan militer di kawasan ini pada musim gugur, karena keadaan laut di musim gugur cukup baik. Aspek lain terkait erat dengan perkembangan strategis nasional Putin. Melihat situasi saat ini, dia mencari ruang untuk bergerak dan berkelit.

Pada kenyataannya, terutama untuk menghadapi NATO yang dipimpin AS, negara-negara Barat terus menciptakan masalah di Rusia barat. Putin merasa jika dapat menerobos pengepungan di sebelah timur, maka ini harus menjadi langkah strategis bagaimana bagi Rusia untuk menerobos pengepungan di sebelah Barat.

"Skala terbesar" dan "semirip mungkin dengan kondisi pertempuran nyata " adalah uraian judul yang menyiratkan ketertarikan dunia luar pada latihan militer ini.

Komentator yang berbasis di Inggris mengatakan, latihan militer dengan skala besar seperti itu, jelas bagi Rusia untuk melenturkan otot-ototnya!

Dmitry Sergeyevich Peskov, Sekretaris Pers Presiden Putin memberikan respon keras atas komentar diatas ini dengan mengatakan: "Saat ini, asmosfir internasional sangat tidak ramah terhadap Rusia, dan karena itu, sangat tepat untuk menguji kekuatan pertahanan nasional kita dan kita tidak punya pilihan lain."

Rusia telah memilih untuk menggunakan latihan militer kelas berat untuk menanggapi situasi internasional yang semakin merugikan mereka. Dan tindakan keras ini menjadi semakin jelas sejak hari pertama bulan September ini.

Pada 1 September, Angkatan Laut dan Angkatan Udara Rusia melakukan latihan militer 7 hari dengan skala besar di Laut Mediterania.

Ini menjadi yang pertama kalinya setelah Uni Soviet bubar, Angkatan Laut dan AU Rusia (Russia's Navy and Aerospace Forces) telah melakukan latihan bersama di Laut Mediterania.

Pada hari berikutnya, Kementerian Pertahanan Rusia merilis sebuah video yang menunjukkan militer Rusia terlibat dalam latihan di bagian barat Kaliningrad, di sebelah Laut Baltik.

Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoygu mengatakan bahwa pada tahun yang sangat padat di tahun 2017, militer Rusia telah melakukan lebih dari 8.000 latihan militer dari berbagai tingkat, dan militer telah menyelesaikan perencanaan latihan kesiapan tempurnya.

Pada 2018 ini, militer Rusia juga berencana untuk mengadakan sekitar 8.000 latihan berbagai level dan skala. Tapi ada tujuan lain di balik pelenturan otot seperti demikian.

Analis melihat latihan ini setidaknya bertujuan untuk tiga gol. Yang pertama untuk melenturkan otot-otot mereka. Yang kedua adalah pelatihan militer normal. Dan tujuan lain sebenarnya adalah melakukan latihan untuk perang di masa depan.

Kita dapat melihat bahwa militer AS memiliki banyak rencana tempur dan rencana latihan, dan militer Rusia memiliki banyak rencana latihan, atau apa yang dianggap rencana latihan di masa damai, tetapi jika diperlukan, rencana ini dapat menjadi rencana tempur sesungguhnya. Ini sangat jelas.

Persiapan Perang Di Suriah

Sumber: Geopolitics Made Super
Sumber: Geopolitics Made Super
Jika seseorang mengatakan bahwa latihan militer adalah latihan untuk perang di masa depan, maka ini akan menjadi gambaran yang sempurna tentang situasi saat ini di Suriah.

Suriah selalu dilihat sebagai medan perang utama dari kontes AS-Rusia, kini, Provinsi Idlib di Suriah barat laut adalah satu-satunya "zona eskalasi konflik" di Suriah yang belum dibebaskan; itu juga merupakan kamp besar terakhir dari pasukan oposisi Suriah dan kelompok teroris.

Untuk memperebutkan inisiatif di Provinsi Idlib, tidak hanya pasukan AS dan Rusia yang dikerahkan kembali di Suriah, mereka secara berturut-turut mengadakan latihan militer di Suriah dan di sekitar Suriah.

Dalam situasi perang yang kritis ini dan ketika kontes mereka meningkat, baik AS maupun Rusia untuk mengadakan latihan militer, sesungguhnya tidak dapat membantu perdamaian, tetapi justru membuat orang bertanya-tanya apakah perang Suriah akan menjadi pemicu ledakan besar?

Pada 4 September, Presiden AS Donald Trump merilis "ancaman kematian" ke Rusia dan Suriah di Twitter. AS tidak akan duduk diam sementara Rusia dan Suriah menyerang mengakhiri Provinsi Idlib. Ini akan menyebabkan ratusan ribu kematian!

     Sumber: Donald J. Trump @realDonaldTrump
     Sumber: Donald J. Trump @realDonaldTrump
Serang Total Terhadap Idlib

Tapi Putin memutuskan mengabaikan "ancaman kematian" dari Trump ini. Keesokan harinya, Angkatan Udara Rusia melakukan serangan udara presisi terhadap kelompok teroris  "Front Al-Nusra" di Provinsi Idlib di Suriah.

Provinsi Idlib berada di barat laut Syria. Di situ ada ratusan ribu militan oposisi atau pasukan teroris di wilayah yang sangat sempit,  ini benar-benar menjadi pertempuran terakhir bagi pemerintahan Bashar al-Assad dan militer Suriah. Untuk mengusir kekuatan oposisi di Provinsi Idlib akan menjadi total kebangkitan kembali bagi al-Assad. Dengan kata lain, dia bisa sepenuhnya mengendalikan semua wilayah Suriah. Ini adalah pertarungan untuk memutuskan kemenangan akhir al-Assad, jadi ini sangat penting.

Sejak akhir 2016, operasi perebutan kembali wilayah oleh militer Suriah telah terlihat banyak kemenangan, sehingga untuk mempercepat kemajuan perang, militer Suriah telah membuka satu sisi jaringnya dan memungkinkan militan oposisi yang telah meletakkan senjata mereka untuk dievakuasi ke sepanjang Provinsi Idlib dengan keluarga mereka.

Bagi pasukan oposisi Privinsi Idlib menjadi tempat persembunyian utama terakhir mereka, dan kehilangan wilayah ini akan berarti bahwa akan sulit bagi mereka untuk membangun pijakan di Suriah lagi.

Mengapa AS dan Barat Ingin Mempertahankan Idlib?

Sejak 2011, ketika Suriah memasuki krisis yang bergejolak, AS telah mendorong sekutu Barat dan regionalnya untuk melakukan tekanan politik di Suriah.

Jika AS mendapatkan apa yang diinginkannya, itu berarti pemerintahan al-Assad akan digulingkan? Jika itu yang terjadi, itu akan memaksa keluar kehadiran militer Rusia dan militer pendukung al-Assad lainnya dari Suriah.

Jika pemerintah Suriah tumbang, maka tidak akan ada Bulan Sabit Syiah, itu semua akan terputus. Kedua efek strategis ini dapat mendukung AS dalam memperoleh kembali keuntungan luar biasa di Timur Tengah, serta inisiatif strategis yang komprehensif --- itulah maknanya.

Dalam tujuh tahun terakhir, AS telah menginvestasikan banyak sumber daya untuk menopang berbagai kekuatan oposisi di Suriah dengan skala besar sampai kini. Jika Rusia mendukung militer Suriah dengan sukses memusnahkan berbagai kekuatan oposisi, atau paling tidak menghapus sebagian besar dari mereka di Provinsi Idlib, maka darah dan keringat AS dan sekutu Barat serta sekutu regionalnya yang telah berinvestasi selama lebih dari tujuh tahun terbuang sia-sia.

Jadi ketika menyangkut signifikansi ini, tidak peduli metode apa yang mereka gunakan, AS dan sekutu Barat serta regionalnya harus menghentikan Rusia mendukung pemerintah Suriah dalam pemusnahan terakhir pasukan oposisi di Provinsi Idlib.

Pada 25 Agustus, USS Ross, kapal perusak AS yang dilengkapi dengan 28 rudal jelajah Tomahawk, memasuki Laut Mediterania. USS Sullivan, kapal perusak AS lainnya yang dilengkapi dengan 56 rudal jelajah, memasuki Teluk Persia. Dan pesawat pembom strategis B-1B dikerahkan ke Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar.

Menurut laporan dari media asing pada 31 Agustus, salah satu kapal selam penyerbu bertenaga nuklir AL-AS, Los Angeles-class juga memasuki perairan Laut Mediterania.

Respon Russia

Keesokan harinya, Angkatan Laut Rusia mulai melakukan latihan militer di perairan Laut Mediterania timur dekat Suriah. Meskipun Deputi Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov mengatakan bahwa latihan militer ini tidak terkait dengan situasi Suriah, seorang informan dari kelompok komando di militer Rusia mengatakan kepada media bahwa latihan ini adalah tanggapan terhadap pasukan Barat yang melampaui batas, dan militer Rusia yang ditempatkan di Laut Mediterania timur dan pangkalan di Suriah bisa bertindak sebagai mekanisme mencegah ancaman tekanan.

Latihan militer adalah persiapan untuk pertempuran di Provinsi Idlib. Sudah pasti terkait, tetapi yang lebih penting, itu juga memberikan peringatan ke AS dan sekutunya. Dan pesan kepada sekutu Rusia sendiri, seperti pemerintahan al-Assad di Suriah, atau Korps Garda Revolusi Islam Iran yang berperang di Suriah, atau bahkan Hizbullah di Lebanon --- pesan untuk sekutunya sendiri bahwa Rusia akan mendukung mereka dengan segala kekuatannya di saat kritis.

Pada saat yang sama, Rusia mengirim pesan ke AS dan sekutu regionalnya bahwa Rusia berani untuk menggunakan sarana militer untuk menangani isu-isu hangat.

Mulai 7 September, AU-Rusia (Aerospace Forces) dan militer Suriah meningkatkan kekuatan serangan udara terhadap pangkalan oposisi di Provinsi Idlib.

Pada hari yang sama, Presiden AS Donald Trump beralih dari sikap sebelumnya untuk menarik militer AS keluar dari Suriah, dan mengatakan bahwa AS akan terlibat dalam "upaya militer dan diplomatik tak terbatas" di Suriah. Dia juga memimpin "koalisi internasional" dalam mengadakan latihan militer untuk mendorong kembali di al-Tanf di Suriah timur.

Beberapa ahli Timur Tengah percaya bahwa berdasarkan situasi saat ini di Suriah, AS jelas berada dalam posisi bertahan, dan menghadapi bahaya untuk dipaksa keluar setiap saat.

Selain itu, kamp militan oposisi berstruktur kompleks terdiri dari banyak faksi dan pendukung,  mereka termasuk negara-negara Barat seperti AS serta negara-negara Teluk dan Turki --- permainan seperti apa yang dimainkan negara-negara ini satu sama lain tidak diketahui.

Jadi untuk masalah medan perang, Rusia sebenarnya memiliki keuntungan tertentu di seluruh Suriah. Medan perang lain adalah meja perundingan. Kita dapat melihat bahwa ketika sampai pada negosiasi tentang Suriah, AS sebenarnya telah terpinggirkan, sehingga mekanisme negosiasi yang ada saat ini, atau mekanisme negosiasi yang benar-benar dapat berperan bisa jadi adalah negosiasi Jenewa, yang terdiri dari Jerman, Prancis, Rusia , dan Turki --- itu tidak ada hubungannya dengan AS.

Jadi AS berada dalam posisi yang kurang menguntungkan ketika untuk berkontes dengan Rusia atas Suriah.

Sumber: Getty Images
Sumber: Getty Images
Beberapa komentator mengatakan bahwa AS belum dapat mengubah situasi Suriah untuk beberapa waktu, dan tidak dapat campur tangan dalam membangun kembali ketertiban pasca Perang Suriah.

Karena itu, tujuh tahun perang sipil di Suriah bisa dikatakan tujuh tahun bahwa Obama dan Trump kalah. Tetapi Rusia, yang berada di bawah tekanan strategis AS justru memperoleh keuntungan yang cukup nyata di Suriah.

Jadi, apakah AS akan membiarkan masalah ini berakhir? Untuk tingkat apa konfrontasi antara AS dan Rusia meningkat sengit?

Stasiun TV Rusia-1 mngungkapkan latihan militer skala besar dari 1 hingga 8 September yang diselenggarakan oleh Angkatan Laut Rusia dan Angkatan Udara di Laut Mediterania.

Pada saat itu, latihan di Laut Mediterania mencapai puncaknya, tiba-tiba ada tamu yang tidak diinginkan muncul --- kapal perusak AL-AS USS Burke. Setelah jet tempur Rusia menemukan itu, mereka segera lepas landas dan melakukan terbang lintas (flybys) dekat di atas kapal perang AS.

Sumber: grabed from CCTV News
Sumber: grabed from CCTV News
Konfrontasi antara militer AS dan Rusia telah menjadi hal yang biasa dalam satu tahun terakhir ini. Menurut media Rusia, selama lebih dari satu tahun, NATO yang dipimpin oleh AS telah mengirim pesawat militer untuk mengganggu kawasan perbatasan Rusia lebih dari 120 kali. Rusia telah memobilisasi jet tempurnya untuk mengamati dan mencegat mereka hampir setiap hari.

Kedua belah pihak saling memamerkan kekuatan mereka, tekad mereka, dan posisi menguntungkan mereka, jadi mereka terus-menrus melenturkan otot-otot, semua ini menjadi permusuhan yang normatif dan spesifik.

AS selain mengamati secara dekat operasi militer Rusia, menurut laporan-laporan media Rusia, sejak awal 2018, di bawah kendali AS, NATO telah mengadakan lebih dari 100 kali latihan militer --- sedangkan sebelumnya hanya sembilan kali diadakan dalam lima tahun lalu.

Untuk jumlah ini, NATO beralasan karena "Rusia bersiap untuk menyerang," dan juga meningkatkan jumlah tentara di kawasan Laut Baltik barat daya Rusia dari 2.000 orang pada tahun 2015 menjadi 15.000 orang.

Pada bulan Agustus tahun ini, Kementerian Pertahanan Lituania merilis informasi yang menyatakan bahwa mereka akan membangun fasilitas latihan militer udara-ke-darat pertama yang sesuai dengan standar NATO di sepanjang pantai Laut Baltik, hanya 60 km dari kantung Rusia Kaliningrad.

Skuadron Teknik Angkatan Udara AS akan mengambil bagian dalam konstruksinya. Dan ini dianggap Rusia tidak berbeda dengan menikamkan belati melalui perbatasan Rusia.

Selama latihan militer "Noble Partner" yang diselenggarakan oleh NATO, Presiden Georgia Margvelashvili secara terbuka membuat pidato yang menyatakan berusaha bergabung dengan NATO untuk melawan Rusia.

Beberapa analis percaya bahwa dengan Georgia yang berbatasan dengan Rusia di selatan, posisi strategisnya sangat penting. Dan Georgia akan secara resmi bergabung dengan NATO, ini secara alami akan menjadi garis depan tekanan NATO terhadap Rusia.

Putin dalam pidatonya mengatakan: "Kita tidak mengirim satuan tugas militer kita di luar perbatasan kita, namun negara-negara NATO dan pangkalan militer NATO secara bertahap terus mendekati perbatasan kita."

Setelah Perang Dingin berakhir, NATO terus memperluas diri ke arah timur dan terus menekan ruang strategis Rusia. Menurut laporan dari situs web RIA Novosti, NATO akan mengumpulkan sekitar 40.000 orang antara Oktober dan November tahun ini untuk mengadakan latihan militer "Trident Juncture 2018" di Laut Baltik.

Wilayah latihan terutama akan berada di Norwegia, dan di sekitar Samudra Atlantik utara dan perairan Laut Baltik, serta wilayah udara di atas Finlandia dan Swedia.

Sebelum ini, anggota NATO Norwegia telah mencapai kesepakatan dengan AS untuk meningkatkan jumlah marinir AS yang ditempatkan di pangkalan baru di Norwegia utara dari 330 hingga 700 orang saat ini.

Beberapa analis mengatakan bahwa jika Finlandia dan Swedia berhasil bergabung dengan NATO, NATO akan membentuk suatu lingkaran yang menakutkan di sekitar kawasan kutub Rusia.

Sergey Shoygu, Menteri Pertahanan Rusia, mengatakan: "Saya menekankan bahwa tindakan ini yang dilakukan rekan-rekan Barat saya telah menyebabkan gangguan dalam sistem keamanan saat ini di dunia, dan menimbulkan lebih banyak ketidak-percayaan, dan memaksa kami untuk mengambil tindakan reaktif."

Seiring dengan perkembangan lebih mendekat ke Rusia, AS juga telah bergerak untuk masalah Ukraina, ini membuat kekhawatiran rahasia Rusia.

Pemimpin Partai Donetsk People's Republic Alexander Zakharchenko Tewas 

Pada 31 Agustus, pemimpin kelompok militan di timur Ukraina, Alexander Zakharchenko pemimpin Donetsk People's Republic (DPR/Partai Rakyat Republik, Ukraina), tewas dalam suatu serangan bom. Para anggota kelompok ini menuduh AS membantu pemerintah Ukraina yang mendalangi serangan ini.

Alexander Zakharchenko, pemimpin republik separatis yang didukung Kremlin di timur Ukraina yang dilanda perang tewas dalam ledakan yang menghancurkan sebuah kafe dekat kediaman resminya di Donetsk.

Tidak lama setelah Zakharchenko meninggal dalam ledakan itu, Perwakilan Khusus AS untuk Ukraina, Kurt Volker, dengan jelas mengatakan bahwa pemerintahan Trump akan menepati janjinya pada bulan Mei tahun ini untuk menyediakan Ukraina dengan 250 juta USD dalam bantuan militer pada 2019.

Setelah itu, Presiden Ukraina Petro Poroshenko mengumumkan bahwa mereka akan mengakhiri Perjanjian 11 tahun tentang Persahabatan, Kerja Sama, dan Kemitraan antara Ukraina dan Rusia, dan akan mengajukan rencana untuk mengamandemen konstitusi ke Verkhovna Rada, yang akan menetapkan pedoman untuk Ukraina untuk bergabung dengan Uni Eropa dan NATO.

Selain itu, Menteri Luar Negeri Ukraina Pavlo Klimkin mengungkapkan bahwa sebelum Ukraina bergabung dengan NATO, mungkin secara langsung akan diusulkan untuk membangun pangkalan militer NATO di Ukraina.

Beberapa ahli telah menunjukkan bahwa jika Ukraina sepenuhnya berpihak pada NATO, itu akan menjadi ancaman besar bagi Rusia, dan jika sudah melampaui garis ini, itu pasti akan ada serangan balik yang kuat dari Rusia.

Dan serangkaian latihan militer Rusia berskala besar pada bulan September adalah tanggapan untuk menghadapi tekanan dari Barat ini.

Analis percaya bahwa kontes umum AS dan Rusia sedang berlangsung dengan dilatar-belakangi dari sebuah tahapan strategis yang mandeg. Rusia menggunakan serangkaian penerapan militer multi-arah dan latihan untuk mengirim militer untuk mengirim pesan yang jelas ke AS dan sekutu-sekutunya.

Pesannya bahwa Rusia akan memperkuat kekuatannya dan meminimalkan kelemahannya, dan ketika menghadapi tekanan dari AS dan Barat, akan lebih cenderung untuk mempertimbangkan metode militer untuk menunjukkan bagaimana posisi, penyelesaian, kehendak, dan bahkan Rusia dengan tindakan militer untuk menanggapi krisis dan isu-isu panas topik regional.

Latihan militer Vostok 2018 sering dibandingkan dengan Latihan Zapad-81 pada tahun 1981. Latihan Zapad-81 yang diadakan pada tahun 1981 adalah latihan militer berskala terbesar di zaman Uni Soviet, dan dunia pada saat itu. Uni Soviet memobilisasi 128.000 tentara, 1.500 tank, dan 2.000 kendaraan lapis baja dan kendaraan tempur infanteri. Juga dua divisi pasukan payung, empat divisi pasukan roket strategis dan pasukan artileri, satu armada laut dan tiga resimen laut.

Latihan militer ini menunjukkan kemampuan yang luar biasa dari militer Pakta Warsawa untuk menyapu seluruh Eropa dalam delapan hari. Kemampuan semacam ini adalah mimpi buruk bagi sekutu AS dan NATO yang tidak dapat menghindarkan diri mereka sendiri selama 10 tahun berikutnya pada saat itu.

Sumber: moderndiplomacy.eu
Sumber: moderndiplomacy.eu
"New American-Russian Conflict: A Confrontation Beyond Cold War" ("Konflik Amerika-Rusia Baru): Konfrontasi di Luar Perang Dingin" adalah artikel yang muncul di situs web "Modern Diplomacy" yang berbasis di Eropa.

Artikel itu mengatakan bahwa konflik antara Gedung Putih dan Grand Kremlin Palace tampaknya telah mencapai puncaknya, dan sejauh ini lebih berbahaya dan intens daripada era Perang Dingin.

Jika konflik antara Washington dan Moskow terus meningkat, banyak analis percaya bahwa dunia akan mengalami ketegangan seperti yang terjadi pada Perang Dingin, atau bahkan lebih buruk lagi.

Beberapa lembaga think tank internasional sekarang menggambarkan hubungan AS-Rusia sudah mendekati hubungan Perang Dingin. Meskipun ada banyak ruang untuk perdebatan tentang apakah ini adalah definisi logis, ketegangan komprehensif antara AS dan Rusia adalah fakta yang tak terbantahkan. Konflik dan permainan intrik antara AS dan Rusia semakin meningkat.

Sejak Putin memerintah Rusia, ia telah mengalami era Clinton, George W. Bush, Obama, dan Trump. Selama waktu ini, meskipun Putin pernah berpandangan sengit dengan George W. Bush, namun sekali lagi mencari jalan untuk memulai berhubungan kembali antara AS-Rusia saat dengan Obama, namun hubungan AS-Rusia tetap saja telah tergelincir ke jurang.

Hal ini disebabkan ada banyak aspek kebijakan domestik dan luar negeri AS dibentuk oleh musuh-musuhnya. Maka negara AS sudah lebih dari 240 tahun dalam sejarah,  terutama setelah berakhirnya Perang Spanyol-Amerika pada tahun 1898, belum ada saat dimana AS tidak memiliki lawan atau musuh.

Rusia secara alami telah menjadi lawan semacam ini. Jadi melihat situasi saat ini, meskipun Trump telah terus berharap untuk meningkatkan hubungan dengan Putin dan dengan Rusia, situasi domestik AS tidak akan mengizinkan berjalan terlalu jauh di jalan itu.

Awal tahun ini, pemerintahan Trump mengumumkan poros dalam strategi keamanan nasional AS. "Kompetisi strategis antar negara, bukan terorisme, sekarang menjadi perhatian utamanya adalah keamanan nasional AS."

Trump Mencari Kesimbangan Global Baru

Pada 13 Agustus, Presiden AS Trump menandatangani "Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional" ("National Defense Authorization Act") untuk tahun fiskal 2019, akan menggunakan uang nyata (real money) untuk mendukung poros strategis ini dengan menyetujui anggaran militer sebesar 717 miliar USD.

Lembaga think tank terkenal di Washington DC, Pusat Studi Strategis dan Internasional, merilis laporan yang menyelidiki tren potensial yang ditunjukkan oleh "Otorisasi Pertahanan Nasional." Penulis laporan, Anthony Cordesman, percaya bahwa strategi keamanan nasional baru Trump akan mencari "penyeimbangan global."

Pada 24 Agustus, Naval Station Norfolk di Virginia, AS. Pada kapal induk bertenaga nuklir, USS George H.W. Bush (SVN-77), Angkatan Laut AS mengadakan upacara untuk mengaktifkan kembali Armada Kedua Angkatan Laut AS (US Navy's 2nd Fleet).

upacara-armada-ke-2-5ba0ccfb43322f79d7060712.png
upacara-armada-ke-2-5ba0ccfb43322f79d7060712.png

Christopher W. Grady, Komandan dari Komando Pasukan Armada ke-2 AS dalam pidatonya mengatakan: "Kita berkumpul di sini hari ini untuk secara resmi membangun atau membangun kembali Armada ke-2 di sini di Norfolk, saya pikir perlu dicatat apa yang telah mendorong kita ke acara ini hari ini, apa katalisnya? Dan bagi saya itu jelas: bangsa dan angkatan laut kita sekali lagi ditantang di lautan."                         

Armada ke-2 didirikan pada tahun 1950, dan pernah memainkan peran penting dalam operasi militer besar seperti Krisis Rudal Kuba, invasi AS ke Panama dan Grenada, dan Operasi Desert Shield.

Kalangan militer mengatakan bahwa ruang lingkup operasi armada akan dari pantai timur AS ke Laut Barents dan Artic Circle di mana Armada Utara Rusia dikerahkan, dan mengatakan bahwa itu akan memperkuat kemampuan manuver dan kemampuan tempur di Samudera Atlantik untuk membantu mempertahankan AS dalam mendominasi maritim global.

Kini Armada ked-2 AS sebenarnya memiliki fungsi yang diperluas dibandingkan dengan apa yang terjadi selama Perang Dingin, karena selama Perang Dingin, meskipun hubungan AS-Soviet tegang, misi Armada ke-2 tidak mencakup kawasan Artic atau Barents Sea. Tapi sekarang, AS telah memberikan kedua misi ini kepada Armada ke-2, yang jelas merupakan langkah tambahan untuk menekan Rusia dari perspektif strategi global.

Beberapa analis percaya bahwa situasi tegang antara AS dan Rusia tidak hanya akan muncul di Suriah, Laut Mediterania, Laut Baltik, dan Semenanjung Krimea; seiring berjalannya waktu, medan perang antara AS dan Rusia akan berkembang menjadi bahkan lebih luas.

Inilah yang menjadi kecemasan dan kekhwatiran dari orang se dunia., terutama bagi kaum pasifis sungguh sangat mengkhawatirkan, dan mempertanyakan situasi apa yang terjadi di AS. Dengan kecerobohan AS akan menempatkan seluruh dunia dalam situasi galau dan ketidak tentraman.

Marilah kita bersatu untuk berupaya mencegah situasi demikian agar bisa terhindar, dengan bersuara lantang untuk menyerukan perdamaian dan kesejahteraan umat manusia......

Sumber: Media TV dan Tulisan Luar Negeri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun