Mohon tunggu...
Abdul Susila
Abdul Susila Mohon Tunggu... Editor - Fanatik timnas Indonesia, pengagum Persija, pecinta sepak bola nasional

anak kampung sungai buaya yang tak punya apa-apa di jakarta selain teman dan keinginan untuk .....

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Selama Tak Ada Ketaatan Gizi, Biarlah PSSI Naturalisasi

23 Agustus 2020   03:43 Diperbarui: 25 Agustus 2020   05:02 727
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ryuji Utomo Prabowo, pemain timnas Indonesia dan Persija saat latihan mandiri selama pandemi Covid-19. (Dok. Ryuji Utomo/Instagram)

Adalah hak asasi untuk memilih kewarganegaraan. Tentu, asal memenuhi syarat dan kriteria.

Isu yang muncul atas realitas lima pemain muda asal Brasil mengikuti latihan tim kontestan Liga 1 2020: Persija, Arema FC, dan Madura United, wajar mencuat.

Isu naturalisasi sangat sensitif, sesensitif persinggungan keagamaan yang dalam beberapa tahun terakhir dihegemoni secara masif. Sudah sepantasnya pula warganet marah, bahkan ngamuk. 

Namun, naturalisasi bukan barang haram. Negara punya aturan, PSSI punya regulasinya, dan FIFA mengaturanya dalam statuta.

Sekali lagi, selama diperjuangkan individu bersangkutan (termasuk PSSI), direstui Presiden RI, disahkan anggota dewan, dan tak melanggar aturan FIFA, anjing menggonggong kafilah tetap berlalu. 

Sebentar, mari sedikit mundur ke belakang, ke beberapa hari sebelum isu naturalisasi mencuat. 

Setelah pemusatan latihan timnas Indonesia dibubarkan pada 16 Agustus 2020, media sosial ramai. Warganet atau lebih populer disebut netizen ramai-ramai melakukan tangkapan layar (screenshoot) atas pola makan pemain timnas Indonesia. 

Ada yang makan soto berlemak, bakso bertabur sambal, ayam goreng pedas, dan lain sebagainya. Foto-foto tangkapan layar itu membuncah tepat saat perayaan HUT ke-75 Republik Indonesia. Komentar, dari yang lembut, bijak, hingga menyakitkan hati, bertebaran.

Istilah baru pun diapungkan. Warganet berjanji, tak hanya akan berperang dengan PSSI (yang adalah musuh abadi pecinta sepak bola nasional), tetapi sebaliknya akan berperang dengan pemain, utamanya pemain timnas Indonesia. Perang gerilya. Sporadis. Tanpa rancangan. Anti-komando. 

Sejatinya, sudah rahasia umum, pesepak bola Indonesia tak punya kesadaran dan ketaatan gizi yang baik. Sudah banyak pemain asing yang menceritakan buruknya pola makan pesepak bola Indonesia. 

Pelatih-pelatih klub sepak bola Indonesia, dari yang paling tinggi, timnas Indonesia, hingga akar rumput sekelas SSB (sekolah sepak bola), sedikit banyak tahu (atau mungkin lebih tepat membiarkan dan mencoba memahami dengan alasan kultur dan karakter) akan tabiat buruk pesepak bola, pemain timnas Indonesia. 

Sebagai contoh, Bambang Pamungkas, mantan pemain Persija yang kini telah menjadi manajer tim, saat masih aktif sebagai pemain tetapi telah pensiun dari timnas Indonesia, dalam beberapa kesempatan tertangkap gambar makan asal-asalan saat melakoni laga tandang.

Masih tercatat sebagai pemain profesional tetapi tak menjaga asupan nutrisi. Itu pula yang mungkin jadi sebab mengapa Bepe, sapaan Bambang Pamungkas, melempem pada pengujung kariernya, tak seperti Cristian Gonzales atau Alberto Goncalves. 

Jacksen Fereira Tiago, pelatih asal Brasil yang saat ini menangani Persipura, di media sosial Twitter menuliskan, saat berinteraksi dengan rekannya, seperti ada pembiaran akan pola makan tak sehat untuk pesepak bola Indonesia sejak belia.

Buktinya, jajanan yang hidup di sekitar lapangan latihan dan pertandingan sepak bola usia muda, adalah yang kurang dianjurkan. Menyakitkannya, pesepak bola belia Indonesia ikut memakannya. Pelatih dan orang tua pemain "seolah" abai atau lalai. 

Tak perlu kiranya saya tuliskan di sini soal bagaimana bintang-bintang dunia, bahkan pemain kelas bawah sekalipun di Eropa sana, menjaga pola makan, nutrisi, gizi, gaya hidup, untuk mendapatkan performa terbaik. Sudah banyak ulasannya di media massa. 

Kembali ke naturalisasi. 

Jika sebagian besar pemain atau pesepak bola Indonesia masih makan layaknya manusia biasa, tak punya kesadaran maju, wacana naturalisasi dari PSSI kiranya langkah bijak. Tak berguna mantra nasionalisme pada fase ini, karena nasionalisme itu tumbuh layaknya cinta. 

Isu naturalisasi selayaknya tak merusak mental. Sebaliknya, isu naturalisasi jadi tamparan. Mentalitas resilience namanya.  

Bakat anak-anak Indonesia sangat besar. Saya juga sangat percaya bangsa ini bangsa besar sejak zaman dahulu; Singosari, Sriwijaya, Mataram, Majapahit; kiranya sedikit kisah tentang kebesaran bangsa ini.

Lanjutkan niatmu PSSI. Naturalisasilah! Gaungkan terus isunya. Ini era globalisme. Siapa saja berhak memilih kewarganegaraannya. Selama masih sembunyi-sembunyi makan mie instan saat membela timnas Indonesia, mimpi juara di Asia cuma bualan. Gombal! 

Pondok Kopi, 23 Agustus 2020.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun