Mohon tunggu...
Maimun Ridwan Mukaris
Maimun Ridwan Mukaris Mohon Tunggu... Konsultan - Advokat, Konsultan Hukum dan Industrial Relation

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pernah beberapa kali bekerja sebagai HRD dan GA Manager di beberapa perusahaan, menjadi anggota Dewan Pengupahan dan Pengurus APINDO. Sekarang aktif sebagai Advokat, Konsultan Hukum dan Industrial Relation. e-mail : maimunaster@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Money featured Pilihan

Dilema Upah Buruh

27 November 2019   11:25 Diperbarui: 27 Desember 2019   11:19 738
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Teatrikal buruh dengan memakai kostum pocong menolak kenaikan premi BPJS Kesehatan yang mencapai 100 persen di depan Kantor DPRD Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu (13/11/2019) KOMPAS.com/Labib Zamani

Daya belinya tidak ada sehingga barang dan jasa hasil produksi tidak terbeli oleh masyarakat yang mengakibatkan pabrik atau perusahaan akan bangkrut dan tutup, merugi akibat hasil produksinya tidak laku di pasaran.

Oleh karena itu perlu ditetapkan upah yang layak dan adil. Layak dalam artian bahwa dengan upah tersebut, buruh bisa hidup dan menghidupi keluarga secara layak sesuai harkat kemanusiaan dan adil yang berarti upah tersebut masih dalam batas kewajaran yang tidak memberatkan pengusaha serta tidak membebani perusahaan. 

Apabila perusahaan bangkrut akibat beban upah yang melebihi kemampuannya maka yang rugi tidak hanya pengusaha tetapi juga buruh karena akan kehilangan pekerjaan sebagai mata pencariaannya serta masyarakat dan negara karena tutupnya salah satu sarana untuk memutar roda perekonomian dan pendistribusian sumber daya ke masyarakat.

Sebagai contoh yang pernah terjadi adalah tutupnya salah satu perusahaan garment besar dengan ribuan buruh di daerah Cibinong Bogor. Tutupnya perusahaan garment tersebut telah membuat kerugian tidak hanya bagi pengusaha dan buruhnya, tetapi juga bagi masyarakat sekitar yang kehidupannya mengandalkan trickle-down-effect dari eksistensi perusahaan tersebut.

Sepinya rumah-rumah kontrakan karena sudah tidak adanya penghuni yang mengontrak, tutupnya warung-warung makan karena tiadanya pembeli hingga lesunya penjualan tiket pada agen bus yang biasanya ramai penumpang menjadi bukti dari kerugian masyarakat akibat tutupnya perusahaan.

Perputaran roda perekonomian menjadi lambat bahkan cenderung stagnan padahal bisa jadi saat membangun rumah kontrakan, masyarakat sekitar mengajukan kredit perbankan sehingga berpotensi menjadi kredit macet.

Mengingat pemerintah dan masyarakat berkepentingan akan berlangsungnya eksistensi perusahaan maka mekanisme kenaikan upah dan sistem pengupahan harus bisa menemukan titik keseimbangan agar adil dan yang lebih penting bisa memotivasi buruh untuk bekerja lebih produktif lagi.

Nominal upah yang tinggi hingga over-value tidak ada gunanya kalau ujung-ujungnya membangkrutkan perusahaan. Sebaliknya besaran upah yang tidak mampu untuk memotivasi buruh akan berakibat turunnya produktivitas yang pada akhirnya juga akan merugikan perusahaan juga.

Para pihak yang terlibat dalam hubungan industrial harus arif dan bijaksana dalam menyikapi dan memutuskan besaran upah yang layak dan adil bagi semua pihak. 

Kepentingan bersama harus diutamakan. Suasana kondusif bagi keberlangsungan berusaha harus selalu dijaga agar perusahaan bisa tetap berdiri, memberi manfaat kepada pengusaha, pekerja/buruh, masyarakat sekitar dan negara. 

---------

Maimun Ridwan Mukaris - Advokat, Konsultan Hukum dan SDM, Mantan Anggota Dewan Pengupahan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun