Dalam struktur keluarga, urutan kelahiran sering kali dianggap memengaruhi karakter dan peran seseorang dalam keluarga. Anak bungsu, sebagai anggota termuda, sering dipandang sebagai sosok yang istimewa. Namun, perlakuan terhadap anak bungsu dapat sangat berbeda tergantung pada nilai-nilai yang dianut dalam keluarga. Perbandingan antara keluarga tradisional dan keluarga modern menunjukkan adanya pergeseran peran dan ekspektasi terhadap anak bungsu yang cukup signifikan.
Dalam keluarga tradisional, anak bungsu kerap dianggap sebagai "si kecil" yang harus dilindungi. Ia seringkali tidak dibebani tanggung jawab besar karena adanya anggapan bahwa anak sulung atau anak tengah lebih layak untuk memikul beban keluarga. Dalam konteks ini, anak bungsu cenderung dimanja, dilindungi secara berlebih, dan kadang tidak diberi ruang yang cukup untuk mandiri. Banyak orang tua di lingkungan tradisional bahkan menghindarkan anak bungsu dari pekerjaan rumah tangga, karena merasa mereka masih terlalu muda atau harus tetap "kecil" lebih lama dibanding saudara-saudaranya.
Berbeda halnya dengan keluarga modern, yang cenderung mengedepankan nilai-nilai kesetaraan dan individualitas. Anak bungsu dalam keluarga modern lebih mungkin diperlakukan sebagai individu yang memiliki hak dan tanggung jawab yang setara dengan saudara-saudaranya. Pendidikan orang tua masa kini yang lebih terbuka terhadap perkembangan psikologi anak juga memungkinkan anak bungsu untuk tumbuh dengan kemandirian yang lebih tinggi. Mereka diajak berdiskusi, diberi kebebasan mengambil keputusan, dan tidak hanya dilihat sebagai "yang paling kecil", melainkan sebagai pribadi yang memiliki potensi dan suara.
Namun, bukan berarti anak bungsu di keluarga modern sepenuhnya bebas dari stereotip. Dalam beberapa kasus, mereka masih dianggap sebagai sosok yang paling "lembut" atau paling dekat dengan orang tua, terutama jika jarak usia dengan saudara kandungnya cukup jauh. Akan tetapi, pendekatan keluarga modern cenderung lebih fleksibel, memungkinkan anak bungsu membentuk identitasnya sendiri tanpa terlalu banyak tekanan dari struktur peran tradisional.
Perubahan ini menunjukkan bahwa dinamika keluarga terus berkembang seiring waktu. Nilai-nilai lama yang menempatkan anak bungsu sebagai objek perlindungan mulai bergeser menuju pendekatan yang lebih setara dan mendukung kemandirian. Perbandingan ini juga menjadi refleksi bahwa pola asuh yang adaptif sangat berpengaruh pada perkembangan kepribadian anak, termasuk anak bungsu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI