Mohon tunggu...
Maik Zambeck
Maik Zambeck Mohon Tunggu... Ahli Gizi - corat coret

semoga menjadi orang yang sadar sesadar-sadarnya

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Memoar di Hotel Globus

26 Oktober 2020   11:04 Diperbarui: 26 Oktober 2020   11:15 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

#2   I. Jual Pijak (Jas dan celananya)

Saya mulai berdiri agak ke tengah, menjauhi naungan tempat berteduh di pintu keluar Metro mengawasi orang yang berlalu lalang dari arah pintu Metro VDNKH bagian selatan. Langsung saja dua orang menghampiriku. Mungkin karena mereka melihat hanya aku yang menenteng pijak bercover. "Kamu yang jual pijak ya?" ketusnya langsung. "Iya" jawabku singkat. Sambil mengawasi gerak kedua orang itu. Satunya begitu energik, satunya lagi terlihat seperti orang yang waspada. "Kamu dari Uzbek?", tanyanya, ingin tahu latar belakang ku. Karena tampangku yang pasti tidak seperti orang Rusia, juga mata yang agak kecil memang banyak disangka dari Uzbekistan. Aku yang dari tadi menahan jengkel berusaha untuk bersikap akrab dengan langsung menjawab, "Bukan, saya dari Indonesia..", sambil melirik ke orang yang satunya lagi yang tetap menjaga jarak. "Ini barangnya?" tanyanya. "Iya". "Coba saja disini, disini terang." jawabku mengarahkan orang itu agar tidak berjauh-jauh dari pintu Metro. Karena kalau apapun yang akan terjadi orang banyak disekitar sini, tambah lagi ada kamera keamanan di sini. Tapi dia bilang, "Tidak, disitu banyak orang, disini saja", ajaknya  kebelakang yang pasti disana remang-remang, tidak ada kamera keamanan. Akhirnya aku mengalah, yang penting pijak ini terjual.

Untuk mencairkan keadaan, sambil jalan aku mulai bertanya "Dari mana?","Dari Tajikistan", dia  berusaha menerangkan tempat kecil di wilayah Tajikistan dari mana dia berasal. Dari sekian panjang dia menerangkan, yang bisa kutangkap adalah dia berasal dari suatu daerah otonom di wilayah Tajikistan, yang namanya tak pernah ku dengar. Ya sudah itu juga basa basi, tidak terlalu penting untuk diingat. Saya berjalan sambil melirik ke orang yang satunya lagi yang terus menjaga jarak, sambil mengawasi.

Aku menyerahkan Pijak itu ke orang yang pertama, yang langsung dia buka covernya sambil meraba permukaan kain Pijak itu memastikan bahannya. Saya langsung menyela untuk meyakinkannya, "Saya jarang memakainya..". Dari cara dia membuka cover Pijak itu membuat hatiku terenyuh. Tidak pernah sekalipun aku membuka cover Pijak, dan mengeluarkannya sekasar itu. Tidak tahu apa itu karena gayanya yang arogan, atau karena dia saking semangat hingga merenggut begitu saja Pijak itu keluar dari covernya. Pikir ku, enak saja ini orang, belum tahu mau beli sudah bertingkah seenaknya. Dia menimpali perkataan ku, "Aku hanya memerlukannya untuk sekali pakai..". Aku terdiam mendengar perkataanya.  Seandainya waktu itu adalah aku yang lima tahun yang lalu, akan ku renggut kembali Pijak itu dari genggamannya, dan akan ku katakan padanya tidak jadi untuk menjualnya. Tapi saat itu, aku tidak bisa melakukannya, aku hanya terdiam melihat Pijak itu dibolak balikinya sambil sesekali dia memeriksa celana stelan Pijak itu. Melihat aku yang menggigil dia berkata, "Kenapa? Kedinginan ya?", tanyanya sekenanya. "Lah iya lah, aku sudah berdiri  disini satu jam", jawabku ketus yang merasa ada celah untuk menghajar perasaanya.

"Oh iya maaf ini gara-gara pekerjaan jadi terlambat, ini tadi langsung dari tempat kerja", jawabnya sedikit memelas. Hati ku bergumam, "Tempat kerja apaan, kalau memang kamu dari tempat kerja, kamu tidak akan membawa teman yang dari tadi kerjanya hanya menjaga jarak sambil mengawasi gerak gerik ku.". Kalau melihat gelagatnya, orang ini tidak lah terlalu lama sampai di Moscow. Mungkin dia sampai di Moscow, sesaat sebelum kota ini diisolasi total beberapa bulan lalu. Terlihat dari bagaimana dia mencari alamat tempat dimana aku berdiri, dia tidak bisa membedakan antara nama Metro dan nama jalan. Jadi wajar kalau gayanya petantang petenteng, maklum orang daerah yang baru sampai ke kota.

Sejurus dia mencoba mengepaskan jas itu ke badannya. Hatiku bedebar-debar, kalau saja jas ini tidak pas dengan badannya, tentu dia tidak akan jadi membeli. Sedangkan pijak itu sudah seenaknya saja dia renggut ke sana kemari. Perlahan dia membuka jaketnya dan memberikan ke saya untuk di pegangi. Aku terkesima melihatnya, memang Pijak yang telah lama tersimpan di lemariku tidak mengecewakan, sebanding dengan harganya dulu. Orang ini terlihat gagah saat dia mengenakannya, meski badannya telihat bagiku sedikit buntal. Jas berbahan linen ini berkilat diterpa  cahaya lampu taman, dan modelnya yang fit style cukup mengagumkan. Aku membayangkan, bagaimana orang-orang melihat  padaku saat aku memakainya waktu itu.

Aku teringat saat menjual palto masih di sini juga. Orang Rusia yang membelinya begitu senang. Karena dia mendapatkan palto dengan kualitas yang tidak ecek-ecek. Bahannya tebal, style nya klasik, merknya juga tidak sembarangan. Aku membanting harganya menjadi  1800 ruble saja waktu itu. Saat membelinya, kubeli dengan harga discount akhir tahun 4000 ruble, tujuh tahun yang lalu. Bisa dibayangkan berapa harga aslinya sekarang. Saking senangnya orang Rusia ini, bingung saat akan memberikan uang kepada ku. Dia memberikan dua lembar seribuan ruble. Ku bilang, "Tidak ada uang pas? Aku tidak punya uang kembaliannya.", "Ya, sudah nanti uang kembaliannya kamu kirim saja melalui aplikasi". Aplikasi apa yang dimaksud orang ini, aku saja tidak pernah tahu dia  memakai rekening bank apa. Ku jawab saja singkat, "Aku tak bisa melakukannya, kamu berikan saja saya uang pas.". Sejenak dia tertegun, "Ya sudah, pegang saja sama kamu itu sisanya, meski itu uang juga.. hmm tapi tidak apa-apa lah" katanya sambil mengelus-ngelus palto itu. "Ini bahannya bagus, aku hanya perlu memakai ini karena aku membawa mobil, jadi aku perlu palto yang pendek.", sambungnya  untuk meyembunyikan kegembiraannya dariku. Tapi sinar mukanya dan bahasa tubuhnya tidak bisa bohong kepadaku.

bersambung...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun