Mohon tunggu...
Muhammad Rifki
Muhammad Rifki Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis dan penikmat

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mahasiswa Hari Ini

19 Desember 2018   23:58 Diperbarui: 20 Desember 2018   01:09 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
kaukusanakmudaindonesia.com

Jika sampai hari ini, kampus hanya dijadikan tempat wisata, berarti ada ketidakseimbangan. Secara ideal, kampus adalah waadah di mana pengetahuan berkembang. Diskusi-diskusi menjadi pembicaraan di berbagai sudut kampus, ruang kuliah, kantin, masjid, semua gagasan digugu dan dikembangbiakan. Fenomena ini menjadi unsur penting dalam membentuk khasanah intelektual dan menciptakan sirklus iklim yang penuh aktivitas dalam lingkungan kampus, menjaring berbagai relasi baik antara mahasiswa, dosen, ataupun biokrasi kampus. Akan jadi lelucon jika hari ini, mahasiswa masih menganggap kampus hanya sebagai wahana bersenang-senang.

Kelesuan semakin memanjang. Ketika gerakan mahasiswa harus tersandra oleh elit-elit kampus. Ekspresi seorang mahasiswa terpenjara. Pahit untuk dirasa, mitos mahasiswa sebagai agen penggerak perubahan semakin menjauh dari realita. Ada apa dengan hari ini? Apakah memang suara mahasiswa dikekang ataukah arah jarum jam sudah kehilangan angka-angka. Orang-orang lebih senang duduk nongkrong main mobile legend, atau menonton film artis-artis idola, yang mana cuma bisa leluasa berbicara dan sesekali mencibir jika ada demo di pinggiran jalan.

Di sisi lain, gerakan mahasiswa dibungkam dan cenderung terperangkap dengan isu-isu yang disetir media massa. Terjebak dalam romantisme masa lalu. Hari ini, prestasi bagi mereka diukur jika sukses mengadakan acara atau mendatangkan artis papan atas. Ini berbanding jauh, tentang seberapa banyak yang masih tersisa, organisasi yang tetap berada di rel intelektual muda yang masih memperjuangkan kehidupan rakyat dan mengkritisi penguasa.

Gerakan mahasiswa dari masa ke masa selalu menciptakan sejarah yang tercatat dalam ingatan. Sejak mengarungi masa orde lama, orba sampai reformasi, mahasiswa acapkali menjadi roda penggerak zaman. Peran para intelektual muda yang membawa gagasan baru dalam dunia pergerakan mengalir deras dalam kesadaran politik rakyat. Zaman pergerakan di Indonesia pada masa itu mulai menampilkan kesadaran politik baru dalam bentuk yang modern dan akrab dengan kita saat ini, seperti surat kabar, rapat, pemogokan, serikat, partai dan ideolog (Arif Novianto : 2015).

Seperti yang ditanyakan oleh Pram, gerakan mahasiswa atau pemuda yang berhasil menggulingkan Soeharto tersebut ternyata tidak menghasilkan tokoh politik nasional pada periode era reformasi. Sampai sekarang pun, tokoh nasional hanya diisi oleh orang-orang enclave orba. Pada 1999 ada Amin Rais, Megawati dan Gus Dur, sedangkan sampai sekarang hanya diisi oleh SBY, Jusuf Kalla, dan Prabowo.

Selayaknya, peranan mahasiswaa dalam pergerakan juga harus mengkaji dari perjuangan gerakan mahasiswa dari masa sebelumnya. Bersikap tegas dengan berbagai kajian, bukan sekedar sorak sorai dengan aksi-aksi selebrasi politik. Tidak hanya bergerak di dunia maya secara online, tapi juga dengan aksi nyata.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun