Tulisan kemarin soal perilaku ormas di Garut, ternyata cukup sengit dikritik rekan saya di komunitas literasi. Tulisan itu, menempatkan saya penulisnya sebagai orang yang ingin menang sendiri. Saya dicurigai sejalan dengan perilaku ormas itu.
Lebih jauh, ia tidak setuju dengan perda syari'ah yang kerapkali menimbulkan masalah di bulan suci. Pedagang makanan, kenapa harus dilarang sih, sudah biarkan saja jualan. Justeru dengan begitu tidak ada yang dirugikan, kita harus menghormati yang puasa, jangan malah berharap dihargai sama yang tidak puasa.
Kalau kita perhatikan, kejadian sweeping memang kerapkali terjadi. Bisa disimpulkan ini peristiwa rutin. Maka tak ayal, banyak orang melihat letak persoalannya pada aturan perda yang tersebar itu. Kenapa harus ada perda tersebut? Solusinya jelas, hapus perda itu agar tiap tahun tidak ada kisruh. Simpulnya, orang puasa pun punya hak untuk dihargai tidak hanya mereka yang puasa saja.
Singkatnya saya melihat argument rekan itu, selain yang puasa, mereka yang tidak puasa pun punya hak dihargai. Justeru dilematisnya di sini ya, mereka yang tidak puasa ingin dihargai tapi lupa mereka juga hidup di lingkungan yang tengah pada puasa.
Saya pikir, kita punya hak yang sama. Baik kamu puasa atau tidak, itu hak kamu. Penting dilakukan ialah jangan memicu keresahan lingkunganmu. Maka di sini hadir pemerintah dengan wewenangnya mengatur agar tercipta ketertiban.
Kok ada aturan begitu sih? Karena kita berada di negeri yang warganya muslim yang ingin damai, maka dibuat aturan. Berbeda hal kalau warga muslimnya sedikit maka aturan begitu mungkin tak ada.
Apakah aturan begini bisa diubah? Tentu saja bisa, cuma harus punya alasan jelas. Jangan sampai diubah aturan yang ada bukan makin baik tapi makin berantakan. Apalagi kalau sampai dihapuskan. Di sini perlu kajian komphrensip agar tidak terjadi masalah yang lebih akut.
Saya melihatnya terkait kasus rutin Ramadan ini, bukan di aturannya tapi terletak pada implementasinya. Sudah sejauh mana sosialiasai pada masyarakat. Kalau ada yang tidak setuju, jangan dulu dihapus, tapi diskusikan. Masalahnya apa dan solusinya bagaimana. Yang ada diperbaiki, semua perlu proses yang tidak instan.
Pemerintah tidak anti kok dengan kritik, maka ketidaksetujuan dengan aturan silahkan bisa terus diserukan. Lantas bagi yang setuju, bantu sosialisaikan agar tidak ada miskomunikasi lagi.
Kita perlu jeli melihat persoalannya, apa ini karena problem akut yakni kemiskinan, kebodohan atau kesadaran pada hukum yang masih rendah. Atau ormas yang marah-marah itu kurang paham dengan aturannya. Gercap bergerak tanpa mengindahkan penegak hukum. Atau penegak hukum kita yang kurang sigap, lebih senang menunggu kasus viral baru bergerak daripada turun ke lapangan langsung.