Mohon tunggu...
BRHIAN
BRHIAN Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Golput adalah Pilihan

10 Februari 2019   04:15 Diperbarui: 10 Februari 2019   07:24 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi nyoblos (dok. pribadi)


Pemilu 2019 menjadi sejarah baru bagi rakyat Indonesia. Dimana rakyat bukan hanya memilih anggota legislative secara langsung, tetapi juga sekaligus memilih presiden dan wakil presiden secara bersamaan di hari dan waktu yang sama. Dua kandidat Presiden 2014 yang lalu pun kembali bertemu di event yang sama, sehingga masyarakatpun tak lagi kesulitan menilai siapa dan bagaimana kualitas kedua kandidat tersebut.  Pemilu juga seringkali dimaknai sebagai pesta demokrasi di suatu Negara. Layaknya sebuah Negara yang sedang berpesta menggunakan hak demokrasinya secara bersamaan dalam memilih seorang pemimpin.

Lalu bagaimana rakyat Indonesia menyikapi pesta demokrasi tersebut? Tentu berbeda-beda, bagi sebagian masyarakat menganggap bahwa memilih pemimpin sama artinya menentukan nasib bangsa ini minimal lima tahun kedepan. Ada pula yang berfikir bahwa mendukung dan memilih calon pemimpin itu
seperti kita mengidolakan sebuah klub sepak bola, atau seperti menonton tinju misalnya, mereka tidak perduli dengan apa yang mereka dapat ketika apa yang mereka dukung dan dianggap benar itu menang. Karna yang mereka dapat adalah kepuasan batin ketika sang idola menang.

Lalu bagaimana dengan sebagian masyarakat yang tidak perduli sama sekali dengan apa itu pesta demokrasi atau mereka yang biasa dibilang  Golput? Apakah mereka orang-orang yang tidak perduli dengan nasib bangsa ini?  

Apakah mereka orang-orang yang tidak mengidolakan sosok pemimpin? Dan apakah mereka adalah orang-orang yang kecewa dan tidaklagi percaya kepada pemerintah karna dianggap selama ini gagal dalam mengelola Negara? Karna ada sebagian masyarakat yang terlalu sibuk dengan urusan ekonomi yang begitu sulit,  dan menurut mereka dari pemimpin ke pemimpin tidak juga merubah keadaan mereka secara langsung. 

Karna bagi sebagian masyarakat kelas bawah mereka hanya ingin kebutuhanya terpenuhi, sehingga terlalu jauh untuk bicara apa itu kebijakan jangka panjang dan jangka pendek, apa itu infrastruktur, dan apa itu pentingnya pemerataan pembangunan. Yang mereka tau bahwa presiden ya presiden, siapapun presidennya kalau mereka kuli ya tetep kuli, siapapun presidenya tanpa bekerja keras mereka tak akan mampu memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

Sehingga ketika masyarakat yang lain ramai-ramai berpesta demokrasi dan memilih sosok pemimpin untuk kemajuan bangsa ini mereka sama sekali tidak perduli dan memilih untuk Golput.

Golput bukan tidak punya pilihan, karena pilahan mereka adalah tidak memilih, hanya saja tidak ada kolom golput dalam surat suara yang dicetak oleh KPU. Dan ini menjadi seperti PR bagi pemerintah kedepan, tentang bagaimana meyakinkan rakyatnya, bagaimana menumbuhkan kepercayaan rakyat bahwa seorang pemimpin mampu mengayomi sekaligus menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana yang tertuang dalam Pancasila yaitu sila kelima.

Ya... Pesta demokrasi seharusnya menjadi hajatan besar seluruh rakyat Indonesia, dan diikuti pula oleh seluruh kalangan masyarakat yang sudah memiliki hak pilih.  Layaknya sebuah pesta yang dilaksanakan dengan penuh kegembiraan tanpa adanya perpecahan karna perbedaan. Mereka (capres/cawapres) adalah putra-putra terbaik bangsa ini, siapapun yang menang mari kita beri kepercayaan dan kita kawal bersama-sama jalanya roda pemerintahan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun