Mohon tunggu...
Mahmudin Bm
Mahmudin Bm Mohon Tunggu... Freelancer - Ayah dari dua anak

Menulis, membaca, olahraga, MC dan mendongeng

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Itu

12 Oktober 2022   05:50 Diperbarui: 12 Oktober 2022   05:57 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam terasa dingin, angin berembus perlahan menyibak tirai jendela di kamar itu. Jam berdetak menunjukkan pukul 01 dini hari.  Perlahan kubuka mata. Badan terasa sakit semua.

Kucoba menggerakkan kaki, tapi rasanya ngilu dan perih. Kupandangi sekeliling terlihat lelaki berbadan kekar, berkepala botak dengan tato di sekujur tubuhnya. Lelaki itu menoleh kepadaku. 

Baca juga: Kasih Sayang Mamah

Matanya tajam menyorot, seakan tidak senang. Ku coba tersenyum padanya, namun lelaki itu acuh. Di tangannya memeras sesuatu ke dalam gelas. Aku bertanya dalam hati, apa yang di perasnya?. Lelaki itu membuang ampas dari perasannya, kemudian mencampur sesuatu di gelas yang berisi perasan tadi.

Mengaduknya perlahan sambil menoleh kepada ku. Wajahnya masih datar, matanya mengerikan seakan ingin melumat habis tubuh ku. Tato di lengan sebelah kiri hampir menutupi kulitnya yang hitam. Di telinganya  banyak sekali tindikan. Semakin diri ini takut, bahkan sedikit cemas.

Lelaki itu menghampiri, langkahnya seperti berat. Tak sanggup ku menatap matanya yang tajam melihatku.

"Minum !!" bentak lelaki botak itu sambil menyodorkan gelas berisi air berwarna hijau. Rasa takut dan curiga muncul dibenakku. Dengan hati-hati kuraih gelas yang diberikannya. Ragu-ragu aku meminumnya.

Namun, baru seteguk kuminum, lidahku terasa kelu, tenggorokanku seperti terbakar dan pahitnya seperti empedu. Rasa mual ingin muntah mencium aroma air hijau tersebut. Lelaki botak itu memerintahkan aku untuk menghabiskan air tak enak itu.

Lidahku masih merasakan pahit yang tak hilang-hilang. Terpaksa kutahan rasa pahit yang sangat sambil ku teguk lagi air itu. Seketika itu pula aku tak sadarkan diri.

Esoknya, sinar mentari pagi menerpa wajahku melewati jendela kamar yang terbuka. Terkesiap aku terbangun. Tak kurasakan lagi sakit badanku seperti sebelumnya. Bahkan kakiku pun sudah tak perih lagi. 

Baca juga: Puisi Alhamdulillah

Ku coba mataku mengelilingi kamar mencari lelaki botak itu, tapi tak ada. Ke mana dia?

Ku berdiri perlahan dari tempat tidur, ku buka pintu juga jendela kamar. Lelaki itu tetap tak kelihatan batang hidungnya. Aku penasaran. Di meja sudut kamar ada secarik kertas, ku mendekat dan membacanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun