Hei kau!
Maukah duduk sejenak,
dengar ku cerita
tentang kemacetan
dalam kepala.
Ini semua terjadi
bukan karena harapan
tlah patah dan
terserak di beranda,
beterbangan menuju
kuburan dangkal
atau hembus penghujan
yang bikin gigi mengkeret
sebagai bentuk distraksi
atas kuatnya cengkeram
dingin hawa basah di udara.
Inginku sembunyi di antara
belantara rimba perintah,
namun urung kala teringat
sebuah pertemuan dimana
pernah ku terbahak akan itu,
meski kini tak ingat lagi
apa sebenarnya yang
memancing kelucuan.
Ah mungkin, mungkin saja
kata dan makna memulai
persekongkolan picik mereka,
mencoret namaku dari
daftar kunjung berkala
yang disusun hati-hati
dan penuh rasa syukur.
Ya, itu masuk akal!
Mungkin, mungkin kan?
Hei, kau
masihkah di situ?
Tolong katakan sesuatu!