Mohon tunggu...
Mahliana De Uci
Mahliana De Uci Mohon Tunggu... Freelancer - dan bagaimana saya harus mengisi kolom ini?

Gemar menonton bola dan main PES. Asli Majalengka.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Usep dan Masalahnya

3 Mei 2019   18:35 Diperbarui: 3 Mei 2019   18:42 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Usep pusing tujuh keliling. Apa pasal? Istrinya bunting lagi. Oalah, macam mana ini! Bukan, bukannya menolak pemberian Tuhan tapi jika memang ada kesempatan nego rasanya ingin ia mendaftar antrian.

Bagaimanapun Gusti Maha Pemurah, siapa tahu Ia berkenan menunda pertumbuhan janin di rahim istriku, begitu kira-kira suara dalam batinnya berbisik. Namun sebersit rasa malu yang aneh menyembul teringat jika ia biasanya tak religius begini.

Sendiri ia terpekur dalam si Manis, angkot yang ia setir setiap hari, di bawah pohon petai cina samping jembatan. Sengaja Usep tak mampir ke Warung Ceu Emi siang ini. Suasana tongkrongan tidak cocok dengan kecamuk di dadanya. Mau pulang segan kalau kalau berpapasan Bu Haji Ela. Maklum, ia belum tutup setoran minggu lalu. Ditemani sebatang rokok eceran dan seplastik teh yang telah mencair esnya, Usep coba menata beban dalam kepala,

Pertama-tama ia tentu mesti membereskan urusan setoran tadi. Si manis, seberapapun reyot dan sudah kempot mesinnya, adalah mata air rezeki bagi Usep sekeluarga. Memang, hari-hari ini penumpang seret. Tidak, bulan lalu pun sama. Ah biasanya juga segini. Mengingat itu malah bikin ia garuk kepala dan bertanya, apa angkot ini malah menyusahkanku ya? Suara knalpot racing dari motor remaja tanggung membuyarkan keruwetan Usep.

"E Anjing!" makinya, entah untuk si remaja atau keadaannya sendiri.

Lalu, setelah puas memaki, terbitlah kondisi Jajang, anak cikal dari keluarga kecilnya. Minggu lalu istrinya menghadap ke sekolah memenuhi surat panggilan. Buntut dari perkelahian siswa yang melibatkan Jajang. Ia sebenarnya tak terlalu memusingkan ini jika semuanya berakhir seperti biasa, dipertemukan dengan orangtua korban anaknya, diceramahi oleh pihak sekolah, lalu minta maaf. Selesai. Sayang kali ini lain.

Korbannya ternyata keponakan seorang pembesar, pejabat terpandang di kota ini. Alih-alih memandangnya sebagai kenakalan remaja, mereka mengancam akan membawa perkara ini berikut hasil visum korban ke ranah hukum kecuali keluarga Usep mau membiayai seluruh pengobatan. Tak tanggung-tanggung, tagihannya mencapai satu juta. Selepas mendengar laporan dari istrinya ini, Usep pukul Jajang lebih keras dari biasa.

Sementara anak keduanya, Nyai, minggu lalu bilang butuh 650rb untuk program jalan-jalan sekolah ke Jakarta. Ketika SD dulu, ia urung ikut dengan teman-temannya ke Jogja dan kali ini tentu ia tak ingin tertinggal lagi. Pun sudah sering Usep menepikan Nyai, sudah puluhan kali ia jumpai tatap kecewa anak perempuannya itu. Ada niatan berhutang tapi bingung pada siapa dan dengan apa harus membayar sedang untuk setoran dan makan sehari-hari sudah sangat mencekik.

Dan di saat begini kok bisa istrinya bilang kalau ia hamil yang ketiga? Lalu apa? Gunjingan tetangga? BBM naik? RUMAH KEBARAKAN? GEMPA BUMI? KIAMAT? Duh Gusti..

Majalengka, Januari 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun