Mohon tunggu...
Mahlia Jumaidar
Mahlia Jumaidar Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Kita bukan hanya umat membaca tapi juga umat menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Harapan

8 Juli 2020   10:48 Diperbarui: 8 Juli 2020   10:48 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


Semua orang pernah merasa sakit, pernah merasa derita. Luka kita masih tersimpan, masih ada bekasnya, sakit bila diingat ingat tapi sulit untuk dilupakan. 

Mungkin sakit yang kita derita akibat ulah kita sendiri, kita menyakiti orang, orang lain lagi yang akan membalas perbuatan kita, mungkin memang siklusnya seperti itu. 

Luka luka itu belum terkubur, serpihannya masih sering muncul, kadang berdarah dan bernanah. Hingga kadang lupa kalau kita sudah biasa dibuat kecewa. 

Mungkin di saat sulit harapan kian terkubur, luka semakin timbul. Mungkin disaat sakit kita lupa masih ada penyembuhnya, mungkin disaat perih kita lupa ada penawarnya. Kita lupa, karena kita sering berputus asa, kita selalu pesimis, seakan-akan hidup kita yang paling susah. Kita lumpuh sebelum bertempur, kita kalah sebelum angkat senjata, kita lupa masih ada harapan walau saat tertatih sekalipun. 

Seperti seorang bayi kecil yang baru berdiri mampukah ia berjalan jika ia tak tertatih? Mampukah ia berlari jika ia tak berlatih  ? Tidak teman, bayi itu berjuang sangat keras agar ia bisa berjalan seperti orang dewasa, agar ia bisa berlari seperti teman-temannya. Ia terus tersungkur saat dia belajar, kadang lututnya lecet dan berdarah, dia menangis sama seperti kita, bedanya ia bangkit dan mungkin kita hanya diam membisu, menyalahkan kondisi atau menyalahkan Tuhan ? Jangan seperti itu ! 

Tak ada yang benar-benar sulit. Sakit akan sembuh, luka akan hilang, derita akan berubah menjadi kebahagiaan. Tak ada yang abadi, begitu pula derita yang kita alami. 

Jangan menyerah ! Jangan menyerah !

kita sudah mendaki setinggi ini, begitu mudahnya kita kembali ? Teruslah berjalan karena bayang-bayang keindahan sudah mulai terlihat, dan sebentar lagi akan kita dapatkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun