Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cita-cita dan Realita

30 Mei 2021   05:15 Diperbarui: 30 Mei 2021   07:01 757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: lpmhayamwuruk.org

Bicara tentang cita-cita, yang terbersit dalam pikiran kita biasanya tentang profesi masa depan. Ketika ditanya, "Apa cita-citamu?" Pasti ada yang menjawab mau jadi dokter, guru, atau presiden.

Namun sebenarnya, cita-cita memiliki arti yang lebih luas. Dalam KBBI, cita-cita didefinisikan sebagai keinginan (kehendak) yang selalu ada di dalam pikiran.

Artinya, cita-cita itu tidak mesti berhubungan dengan profesi, dan juga tidak mesti berhubungan dengan masa depan. Apa yang selalu kita pikirkan itulah yang namanya cita-cita.

Tentang Cita-cita

Sebagai manusia, pastinya banyak yang kita pikirkan, tetapi semuanya tidak mesti menjadi cita-cita. 

Di sisi lain, cita-cita juga semestinya tidak hanya satu. Lebih baik kita memiliki beberapa cita-cita, tetapi kita harus mampu memprioritaskannya, menyesuaikannya dengan realita dalam kehidupan kita.

Sejatinya, cita-cita itu masih bersifat harapan, keinginan, bahkan mimpi atau angan-angan. Yang sebenarnya kita hadapi dalam kehidupan adalah realita.

Terkadang realita berhimpitan dengan cita-cita. Namun kebanyakan yang sering kita hadapi adalah ketika realita bertolak belakang dari cita-cita.

Beruntung bagi seseorang yang cita-citanya berhimpitan dengan realita. Jika ini terjadi, hidup dipenuhi kebahagiaan, bagaikan hadiah terindah yang diberikan Tuhan.

Bagaimana bagi seseorang yang cita-citanya bertolak belakang dengan realita? Apakah ia harus mengubur cita-citanya? Atau lari dari realita hanya untuk mewujudkan cita-citanya?

Jika kita harus memilih antara realita dan cita-cita, rasanya kita akan sulit memutuskannya. Cita-cita pasti yang utama, tetapi kita tidak bisa menafikan realita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun