Kedua, peserta didik memperoleh nilai sikap atau perilaku minimal baik.
Ketiga, peserta didik mengikuti ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan.
Poin ketiga ini yang merujuk pada Ujian Sekolah. Dalam Surat Edaran lebih jauh dirincikan bahwa ujian yang dimaksud bisa memiliki bentuk yang berbeda-beda.Â
Ujian bisa berbentuk portofolio, yaitu berupa evaluasi atas nilai rapor, nilai sikap atau perilaku, dan prestasi yang diperoleh sebelumnya (penghargaan, hasil perlombaan, dan sebagainya).
Ujian juga bisa berbentuk penugasan, tes secara luring atau daring, dan/atau bentuk kegiatan penilaian yang ditetapkan oleh satuan pendidikan.
Sejak beberapa tahun belakangan, syarat kelulusan memang tidak lagi menakutkan seperti dulu. Beberapa tahun lalu, UN dijadikan menjadi syarat kelulusan dengan batas minimal nilai yang ditentukan.
Setelah menuai banyak polemik, kemudian keluar kebijakan baru yang menyebutkan bahwa nilai UN tidak dijadikan lagi sebagai syarat kelulusan.
Di era Mendikbud Nadiem Anwar Makarim terjadi terobosan baru dalam kebijakan. Pada awalnya, direncanakan tahun 2020 UN akan tetap dilaksanakan, tetapi bukan sebagai syarat kelulusan.
Dikatakan bahwa UN merupakan penilaian hasil belajar oleh Pemerintah Pusat yang bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu.
Rencana awalnya, pada tahun 2021, sistem UN akan digantikan dengan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang bertujuan untuk mengukur kinerja sekolah.Â
Melalui AKM kinerja sekolah dinilai berdasarkan literasi dan numerasi siswa, dua kompetensi inti yang menjadi fokus tes internasional seperti PISA.