Kehidupan bernegara kita kembali diguncang dengan ditangkap tangannya salah satu pejabat pemerintahan pada hari Rabu (25/11/2020) dini hari kemarin.
Pejabat yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah Bapak Edhy Prabowo, menteri kelautan dan perikanan di bawah kementerian kelautan dan perikanan (KKP).
Menteri yang berada pada Kabinet Indonesia Maju ini ditangkap di Bandara Soekarno Hatta ketika baru saja mendarat pulang dari kunjungan kerja ke Amerika Serikat (AS).
Edhy ditangkap bersama beberapa orang lainnya di beberapa tempat berbeda, atas dugaan korupsi terkait izin ekspor benih lobster. Kasus yang memang sudah diwanti-wanti oleh pengamat akan terjadi, mengingat permasalah benih lobster ini sudah menjadi permasalahan lama yang diperdebatkan.
Sehari setelahnya, Edhy ditetapkan sebagai tersangka, lalu ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai pejabat partai dan jabatannya sebagai menteri KKP.
Edhy merupakan menteri pertama yang terjerat kasus korupsi di era kabinet Indonesia maju, kabinet Presiden Jokowi jilid II. Pada kabinet Jokowi jilid I yang lalu, tercatat ada dua menteri yang ditangkap KPK, yaitu Imam Nahrawi dan Idrus Marham. Ketiga menteri ini yang ditangkap ini adalah menteri-menteri yang datang dari kader partai. Menjadi sebuah pertanyaan dan misteri, "Ada apa dengan kader partai politik?"
Saya tidak akan membahas permasalahan politik terkait kasus ini. Terlalu jelas jika saya harus membahas politik dan korupsi. Saya akan mencoba mengulas kasus ini dari hal lain.
Usaha Pemberantasan Korupsi
Aksi KPK hari Rabu ini seolah menjawab pertanyaan publik tentang isu dilumpuhkannya KPK. Memang, beberapa waktu lalu, KPK harus ditempa berbagai macam persoalan, termasuk persoalan pelemahan KPK dengan diterbitkannya undang-undang revisi KPK. Dengan adanya OTT ini terasa ada angin segar dari KPK untuk terus berkomitmen memberantas korupsi, di tengah hingar bingar politisasi yang terjadi.
Bicara tentang pemberantasan korupsi, kita harus mengingat kembali peristiwa reformasi yang terjadi pada tahun 1998. Sebagai anak yang lahir dan besar di era orde baru, dan sempat menyaksikan bagaimana berjalannya reformasi, saya bertanya-tanya kepada diri saya sendiri, "Mengapa masih saja ada korupsi di negeri ini?" Padahal reformasi katanya melawan korupsi.
Ingatan saya kembali pada peristiwa mencekam di bulan Mei 1998 tersebut. Ketika itu saya masih duduk di kelas 2 SMP. Saat itu, sekolah diliburkan, suasana mencekam, demonstrasi terjadi dimana-mana. Tujuannya, menuntut Presiden Soeharto, yang telah memimpin negeri selama 32 tahun,untuk lengser dari jabatannya.