Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika Orangtua (Pemerintah) Menyerah, Bagaimana dengan Anak (Rakyat)?

27 Oktober 2020   05:49 Diperbarui: 27 Oktober 2020   07:26 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anak belajar(shutterstock via kompas.com)

Drama belajar daring tak kunjung usai, meskipun sudah hampir satu semester belajar daring dilaksanakan. 

Setiap hari ada saja permasalahan yang terjadi. Masalah teknis atau non-teknis, masalah siswa atau guru, masalah receh atau masalah yang kompleks terjadi seolah silih berganti.

Corona Fatigue

Pandemi yang sudah delapan bulan menimpa negara kita, memang seakan menjadi bencana besar yang tak kunjung reda dan tak tau sampai kapan akan terjadi. Bahayanya, permasalahan yang terjadi menimpa semua sisi kehidupan masyarakat.

Permasalahan demi permasalahan membuat masyarakat menjerit, membuat masyarakat ingin segera keluar dari kondisi ini. Kondisi yang tak menentu. Tak pelak, jalan pintas pun terkadang menjadi pilihan yang ditempuh, dengan berbagai resikonya.

Namun, kita tidak boleh lengah. Kita tidak boleh terlena dengan keadaan. Kita tidak boleh kehilangan kewaspadaan kita.

Belum saatnya kita melonggarkan penjagaan kita. Protokol kesehatan masih perlu terus kita laksanakan dengan penuh kepatuhan dan kesabaran. Kegiatan beresiko tinggi perlu kita tahan dulu sampai kondisi benar-benar aman.

Lantas, kapan kondisi aman akan datang? Pertanyaan seperti ini memang selalu mengiang-ngiang di kepala kita. Terombang-ambing mencari jawaban. Laksana para filsuf yang mencari arti tentang makna kehidupan dalam pikirannya. 

Sebagian orang mungkin berpikir, "Ah, menunggu pandemi reda, sampai kapan? Lebih baik kita move on." Sebagian lagi mungkin percaya bahwa semakin berani dirinya, semakin imun dirinya terhadap virus. Keduanya wajar terjadi. Yang penting adalah apa yang dilakukannya tidak seharusnya membuatnya lupa bahwa virus corona itu nyata adanya.

Kita harus belajar dari dunia. Gelombang kedua pandemi melanda beberapa negara yang telah melonggarkan kewaspadaannya. Kebijakan "New Normal" terasa tidak berjalan dengan baik. 

Kekhawatiran di awal kebijakan "New Normal" benar-benar terjadi. Sekarang bahkan kondisi menjadi justru lebih buruk dibandingkan sebelumnya. Siapa yang bisa disalahkan? Masyarakat atau pemerintah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun