Mohon tunggu...
Mahir Martin
Mahir Martin Mohon Tunggu... Guru - Guru, Aktivis dan Pemerhati Pendidikan

Penulis: Satu Tahun Pembelajaran Daring, Dirayakan atau Disesali? (Penerbit Deepublish, 2021); Hikmah Pandemi Covid-19 Relevan Sepanjang Masa (Guepedia, 2021); Catatan dari Balik Gerbang Sekolah untuk Para Guru (Guepedia, 2022); Motto: Reflection Notes: Ambil hikmahnya...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Apakah Hukuman Mendidik Benar-benar Mendidik?

24 Oktober 2020   21:00 Diperbarui: 25 Oktober 2020   08:22 374
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Thinkstockphotos via kompas.com)

Mendiskusikan apresiasi dan hukuman memang penting dalam pendidikan. Memberi apresiasi mudah, memberi hukuman yang sulit. Apresiasi selalu disenangi, hukuman tidak ada yang suka.

Pendidikan tempo dulu biasanya memberi hukuman fisik. Jika tak bisa menjawab soal di kelas, siswa dihukum berdiri dengan satu kaki di depan kelas atau lari mengelilingi lapangan sekolah.

Sekarang, tak boleh lagi ada hukuman fisik. Jika masih dilakukan, guru bisa dituntut, bahkan bisa saja dipenjarakan. Hukuman yang dibenarkan adalah hukuman yang mendidik. 

Pertanyaannya adalah apakah hukuman mendidik benar-benar bisa mendidik? Bagaimana bentuk hukuman yang mendidik? Ketika hukuman diberikan apakah benar-benar bisa meningkatkan motivasi siswa atau justru sebaliknya? 

Permasalahan memberikan hukuman mendidik yang baik dan sesuai kepada siswa memerlukan pemikiran yang mendalam. Karena sejatinya, tidak ada satu siswa pun yang suka untuk dihukum, apapun bentuk hukumannya. Di mata siswa, hukuman fisik atau hukuman mendidik terasa sama saja, sama-sama tidak enaknya.

Memberi hukuman

Lantas, apa kiranya yang perlu dilakukan seorang pendidik mengenai hal ini?

Memberi hukuman tidak mesti diartikan dengan memberikan kesengsaraan, tidak memberikan kenikmatan pun juga bermakna hukuman.

Prinsip ini yang kami pakai pada konteks weekly test di sekolah kami. Sebenarnya, siswa yang nilai weekly testnya di bawah standar tidak diberikan hukuman, mereka hanya tidak bisa mengikuti lomba-lomba di luar sekolah. Tujuannya, agar siswa termotivasi untuk terus belajar dan memperoleh nilai yang baik di weekly test. 

Dalam realitasnya, bisa terjadi kebalikannya. Siswa justru semakin menurun motivasinya ketika tidak diberikan izin mengikuti lomba. Hal ini memang dilematis, diberi hukuman salah, tidak diberi hukuman juga salah.

Sebuah Hikmah

Seharusnya, agar pemberian hukuman bisa sesuai dengan tujuannya untuk memotivasi siswa, diperlukan tindakan tambahan untuk memastikan siswa memahami apa maksud dari hukuman yang diberikan. 

Prinsip ini yang saya terapkan pada Mimi. Setelah tahu Mimi tidak bisa mengikuti lomba karena nilai weekly testnya turun, saya mencoba menjelaskan maksud dari hukuman yang diberikan kepadanya itu. Saya khawatir motivasinya justru semakin turun dengan adanya hukuman itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun