Sengaja aku menggodanya, "Oh, kirain sama pacar." Aku meliriknya dan menunggu reaksinya.
"Pacarku enggak bisa dateng, Ri. Dia lagi sibuk cari-cari WO."
"WO??"
Bob terlihat salah tingkah. "Iya. WO. Wedding Organizer. Kami akan segera menikah bulan depan."
Aku masih mendengar samar-samar apa yang dikatakan Bob setelahnya. Tentang undangannya yang masih belum selesai. Tentang pacarnya yang perfeksionis dan sangat selektif dalam memilih WO. Tapi aku tidak mendengarnya terlalu jelas. Suaranya mendadak seperti tawon-tawon yang berkeliaran di atas kepalaku.
"Kalau kamu gimana, Ri, sama pacar kamu?"
Pertanyaannya kali ini terdengar jelas. Tiba-tiba sebentuk ide muncul di pikiranku. "Pacarku orangnya nggak romantis tapi belum lama ini dia menunjukkan keromantisannya. Setelah lima tahun pacaran, akhirnya tiga hari yang lalu, dia melamarku. Dan kamu tahu, Bob, dia sungguh romantis. Malem-malem dia ke rumahku. Dia bawa buket bunga mawar yang bagus banget. Terus habis itu dia ngeluarin cincin dan bilang, "will you marry me?". Dan tentu saja langsung aku jawab yes. Apalagi waktu itu bulannya bagus banget. Langitnya juga penuh bintang. Aku seneng banget Bob. Tapi kami belum membicarakan lagi untuk ke acara pernikahan. Kami masih sibuk sama kerjaan masing-masing. Tapi aku senang sekali, Bob."
Aku tidak peduli apakah Bob percaya atau tidak. Aku tidak peduli apakah Bob melihat sinar kebohongan di mataku. Aku hanya ingin keluar dari sini secepatnya. Bob menanggapi ceritaku tetapi kini suaranya kembali seperti dengung tawon di kepalaku. Dan mataku masih saja sibuk mencari sahabat-sahabatku.