Mohon tunggu...
Mahesa AlifAlMuntadzor
Mahesa AlifAlMuntadzor Mohon Tunggu... Lainnya - ...

...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rantai Hati

24 Februari 2021   07:40 Diperbarui: 25 Februari 2021   13:44 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Lian pun mulai terdiam yang lalu menundukkan kepalanya menatap ke arah bawah dengan wajah yang terlihat ketakutan. Sebenarnya Lian masih belum terbiasa di marahi oleh kakaknya itu, karena biasanya kakaknya selalu bersikap ramah dan juga baik kepadanya. 

Kakak menghela nafasnya dan mulai menenangkan dirinya. "Maafkan aku, Lian. Tapi bukankah aku sudah bilang kepadamu untuk tidak bertindak secara berlebihan? Mengapa kamu harus melakukan tindakan itu kemarin...". Ujarnya yang mulai terlihat tenang. 

Lian mulai menatap ke arahnya. "Tidak masalah untuk bertindak secara spontan dan berani, Kakak. Mungkin Kakak sudah mendapatkan harta warisannya, tapi itu semua tidak terlihat bagi orang-orang di luar sana. Saat ini mereka melihat Kakak hanya sebagai perwakilan dari kepala sekolah, itu saja dan itu bukan yang sebenarnya".

Setelah itu Kakak mulai menatap ke arah bawah sembari merenung sedikit lama. "Aku sudah tidak peduli lagi, karena yang terpenting sekarang adalah bagaimana cara kita mempertahankan reputasi keluarga kita". Lalu mulai menatap ke arah wajah Lian. "Sekarang katakan, dimana laptop itu, Lian… ". Ucapnya dengan getir. 

Lian terdiam sejenak menghela nafasnya yang lalu mulai menatap ke arahnya. "Meskipun Kakak sudah mendapatkannya, Kakak sudah terlambat. Sekarang, dokumen-dokumen itu sudah berada di Pak Mando dan Kakak tidak akan pernah bisa untuk mendapatkannya lagi". Ujarnya dengan perasaan yang sedikit gelisah. 

Pada saat itu Kakak hanya terdiam dan mulai memperlihatkan ekspresi wajah yang terlihat sedikit terkejut. Setelah itu dia mulai kembali memperlihatkan tatapan getirnya. "Pak Rudi benar, ternyata itulah tujuanmu yang sebenarnya".

Lian mulai merasa bingung. Pak Rudi? Apa maksudnya? Pikirnya yang pada saat itu juga mulai bertambah gelisah dan keringat dingin yang mulai sedikit terasa. 

"Siapa yang sudah mengambil--Tidak, mencuri laptop itu, Lian?". Lanjut Kakak kali ini dengan tatapan tajamnya.

Pada saat itu Lian hanya terdiam yang lalu mulai menundukkan kepalanya. 

"Lian, aku benar-benar tidak ingin memaksamu untuk mengatakannya. Tapi aku bisa saja melakukannya". Kakak pun mulai menyandarkan badannya ke belakang kursi. "Dengan melaporkan kepada polisi dan mengatakan bahwa kamulah pelakunya". Ujarnya dengan tegas. 

Setelah mendengar itu Lian terkejut dan dengan cepat mulai menatap ke arah kakaknya. "Tidak, bukan aku pelakunya. Kumohon dengarkan dulu baik-baik, Kakak". Ucapnya dengan gelisah. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun