Darma yang biasanya santai dan tak pernah serius berpikir keras. Setiap langkah yang diambilnya harus ditimbang benar risikonya. Keputusan menjadi pemandu wisata ternyata membawanya terjebak di tengah rimba yang rawan binatang buas.
Awalnya ia hanya berniat menghibur diri setelah ditinggal tunangan kekasihnya Lastri (Baca Disini : Cerpen Darma : Surat untuk Kekasih) sekaligus menambah pemasukan. Karena penghasilannya cukup lumayan sebagai pemandu wisata.
Sialnya minibus yang dikendarai Pak Her, sopir kepercayaannya mogok, radiatornya bocor sehingga menyebabkan temperatur mobilnya naik. Entah mengapa jerigen air untuk radiator yang dibawa ternyata kosong.
Setelah berhasil menghubungi Pak Anton, penjaga hutan yang bersedia menjemput satu orang dengan motornya untuk di bawa ke pondok. Darma teringat ketika mobil pick up temannya mengalami masalah radiator bocor. Ia harus beberapa kali berhenti di jalan mencari air untuk mengisi radiatornya.
Kendaraan masih dapat berjalan asalkan ada air untuk mengisi radiator. Walaupun perjalanan akan lebih lama karena setiap kali harus berhenti dan mengecek air radiator agar tidak habis dan menjaga mesinnya tidak panas.
Darma segera menghubungi Pak Anton kembali. Untungnya belum berangkat. Darma meminta Pak Anton membawa beberapa jerigen berisi air untuk mengisi radiator.
Jika berhasil setidaknya kendaraan tidak diam. Posisinya akan makin mendekati pintu keluar hutan sehingga bisa memotong waktu tempuh kendaraan Teddy, rekan Darma yang akan menjemput untuk menuju penginapan.
Baru saja Darma mematikan hpnya. Terdengar teriakan Anggi disusul bunyi keras seperti benda jatuh.
"Anggi.. Ada apa ? Kamu dimana," Darma berteriak. Tak ada jawaban.Â
Darma bertanya kepada Kanaya kemana Anggi pergi. Kanaya menunjuk sebuah arah di rerimbunan pohon di belakang minibus.
Setengah berlari Darma menuju Anggi yang baru saja didengar teriakannya tadi. Dibalik pepohonan lebat, terlihat seseorang duduk sambil memegangi kakinya.