Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ketika Pusat Perbelanjaan Menjadi Rawan Penculikan Anak

2 September 2018   19:19 Diperbarui: 3 September 2018   16:46 2984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Doc.pribadi: Mahendra Paripurna

Jika anak Anda suka bepergian bersama teman-temannya di Plaza atau Mal entah sekedar makan di resto, ke toko buku ataupun nonton sinema, waspadalah penculik mungkin sedang mengincar mereka di sana.

Semakin banyaknya mal, plaza dan tempat-tempat perbelanjaan di kota-kota besar tentunya mempermudah konsumen untuk berbelanja setiap saat. Apalagi dengan semakin terjangkaunya lokasi tersebut dengan kawasan perumahan warga membuat akses kesana lebih mudah lagi.

Tetapi ternyata semakin lengkapnya fasilitas mal yang awalnya hanya sebagai tempat berbelanja kebutuhan pokok sehari-hari menjadi penyedia full entertainment seperti bioskop, tempat permainan, toko buku, tempat makan, dan fasilitas lainnya memberi efek "samping" yang patut diwaspadai.

Belakangan semakin banyak dan sering kita menyaksikan pemandangan anak-anak ABG--dari mulai tingkatan SD hingga SMP--yang saling berkelompok dan berseliweran di pusa perbelanjaan. Namun hal ini ternyata mengundang kejahatan yang terkadang luput dari perhatian para orang tua.

Beberapa hari yang lalu keponakan saya baru saja mengalaminya. Mohon maaf demi keamanan, nama dan lokasi akan saya samarkan.

Hari itu hari Minggu. Keponakan saya, sebut saja Bunga yang baru saja naik kelas 5 SD, berencana pergi ke salah satu pusat perbelanjaan di kawasan Bintaro Jaya bersama teman-temannya. Mereka saling jemput sehingga terkumpul empat orang yang akan berangkat.

Rencana awalnya ada lima orang, termasuk Bunga, yang akan pergi ke sana. Tapi sampai waktu yang ditentukan salah satu teman Bunga belum memberi kepastian jadi atau tidaknya untuk ikut.

Sembari menunggu kepastian, mereka akhirnya memutuskan untuk pergi lebih dulu dengan menggunakan taksi daring yang sudah dipesan sebelumnya. Kebetulan lokasi tujuan tidak jauh dari rumah mereka.

Di tengah perjalanan, teman Bunga tadi mengabarkan dan mengatakan akan ikut menyusul. Sehingga totalnya menjadi lima orang anak.

Tidak berapa lama mereka sudah sampai di lokasi. Sambil menunggu satu teman bunga yang menyusul, Bunga beserta teman-temannya memutuskan menuju ke tempat permainan Funworld.

Setelah beberapa saat, teman Bunga datang. Puas bermain di sana mereka menuju bioskop yang berada di lantai tiga plaza.

Tetapi begitu di sana, tidak ada film yang cocok untuk ditonton sehingga mereka kembali turun ke bawah untuk melihat-lihat aksesoris.

Di lantai 2, Bunga beserta temannya menuju sebuah toko aksesoris.

Tengah asyik-asyiknya mereka memilih aksesori, seorang ibu berusia sekitar 50 tahunan dengan jilbab dan kacamatanya berdiri di samping Bunga, juga sambil melihat-lihat aksesoris. Beberapa kali dia memegang beberapa accesories sambil melirik ke arah Bunga.

Terlihat sekali bahwa si ibu sepertinya berusaha menarik perhatian Bunga dan membuka percakapan.

"Gelang ini kira-kira bagus nggak ya kalau untuk hadiah ?"

Bunga menatap sebentar si ibu, "Bagus Kok Bu. Buat hadiah anaknya ya" jawab Bunga ramah.

Si ibu mulai bercerita bahwa dia tadi juga sempat melihat-lihat di toko buku yang ada di lantai 2 tapi tidak jadi beli karena harganya mahal-mahal katanya, buku tulis saja harganya sampai tujuh puluh ribuan. Dia juga berkata bahwa baru saja ambil duit 10 juta dari atm.

Bunga sempat berfikir dalam hati, bawa duit 10 juta masak buku 70 ribu tidak jadi beli.

Si ibu mulai menanyakan tempat Bunga bersekolah dan ternyata si ibu yang mengaku seorang guru ini juga mengatakan mengenal guru olah raga di sekolah Bunga.

"Saya kenal itu guru olahraganya. Namanya, kan, pak siapa ya, eee...," dia seperti berpikir "Pak Syaiful"

"Oh Pak Syamsul" Bunga langsung menyambar.

"Iya, iya, pak Syaiful namanya. Ini juga saya mau ke tempat pak Syaiful sehabis dari sini" Bunga tidak curiga walaupun si ibu tetap menyebut nama Syamsul dengan nama Syaiful.

Seperti untuk lebih meyakinkan tiba-tiba si Ibu sibuk membuka tasnya dan mengambil handphonenya. Dia berkata bahwa pak Syaiful rupanya menelpon.

Sesaat kemudian terdengar dia bercakap-cakap dengan seseorang yang diakunya sebagai guru Bunga dan dia berkata bahwa baru saja bertemu dengan murid-murid si guru olahraga di mal itu.

Bunga dan teman-temannya masih berdiri disana sambil mendengarkan wanita paruh baya tersebut bicara via handphone. Tak lama si ibu menyelesaikan pembicaraan di handphonenya.

"Kalian sudah pada makan belum, ayo ibu traktir," waktu saat itu memang sudah menunjukkan pukul 12 siang "kita makan dimana ya enaknya, kalian mau makan dimana ?" si ibu kembali bertanya.

Karena tak ada yang menjawab si ibu menawarkan untuk makan di restoran ayam goreng. Bunga menunjukkan bahwa restoran itu ada di lantai 2.

"Jangan, jangan yang disitu, disitu mahal lebih baik yang dilantai bawah saja di situ juga ada restoran ayam goreng yang sama. Lebih murah disitu"

Lagi-lagi alasan mahal, katanya bawa uang 10 juta, pikir Bunga, padahal harga sama saja baik yang di lantai 2 maupun yang di lantai bawah. Bunga sempat ingin memberitahu sesuatu tentang restoran dibawah tapi tidak jadi.

Doc.pribadi from cctv: saat memasuki restaurant
Doc.pribadi from cctv: saat memasuki restaurant
Setelah di bawah mereka berlima dan si ibu langsung masuk ke resto tersebut. Bunga langsung melihat bahwa ada seorang yang dikenalnya disana."Kalian langsung pesan dulu aja ya, ibu mau menelpon teman dulu sebentar diluar" kata si ibu setelah mereka mendapat meja.

Si ibu langsung menuju pintu keluar dan terlihat sibuk menelpon seseorang sambil matanya tak lepas mengawasi Bunga dan teman-temannya.

"Bunga. Itu mama kamu khan. Kamu dipanggil tuh" teman Bunga berkata sambil menunjuk ke meja kasir di depan.

Bunga menoleh kesana dan kemudian menghampiri mamanya, yang merupakan adik saya, bersama teman-temannya. Mama Bunga yang memang bekerja di restaurant tersebut kebetulan mendapat giliran shift pada hari itu.

"Bunga, itu siapa ?" tanya mamanya sambil mengarahkan pandangan ke si ibu yang sedang sibuk menelpon di luar.

"Owh, itu temannya pak Syamsul, guru olah raga. Kita mau ditraktir makan sama dia katanya" Bunga kemudian bercerita secara singkat tentang si ibu.

Adikku yang mendengarkan sambil sibuk melayani pembeli, mulai khawatir, dan menangkap hal yang mencurigakan dari cerita tersebut.

"Bunga, cepet kamu pulang. Kamu khan nggak kenal dia. Kalau dia orang jahat bagaimana?"
Bunga masih coba meyakinkan mamanya bahwa si ibu itu benar-benar teman dari guru olahraganya dan tadi dia melihat sendiri si ibu menelpon pak Syamsul.

"Tenang saja mamanya Bunga, nanti kalau dia orang jahat kita bisa lawan dia. Kita khan berlima dia cuma sendiri," teman Bunga berkata dengan pedenya.

"Sudah cepetan kamu pulang. Kalau dia mau culik kamu bagaimana. Kalian lewat pintu samping sana saja biar tidak ketemu dia. Langsung pulang ya." Mama Bunga memerintah dengan sedikit panik sambil melayani pembeli yang sedang ramai saat itu.

Dengan terpaksa dan setengah percaya Bunga akhirnya menurut dan pulang dengan sedikit was was. Sedangkan teman-teman Bunga masih menyayangkan keputusan untuk pulang karena mereka tidak jadi makan gratis dan mereka menganggap hal itu cuma ketakutan mamanya Bunga saja.

"Teman-teman, aku penasaran nih sama omongan mama aku. Bagaimana kalau kita ke rumah pak Syamsul. Rumahnya deket dari sekolahan kita." usul Bunga.

Teman-teman Bunga setuju dan mereka akhirnya sepakat untuk mampir ke rumah pak Syamsul sebelum pulang ke rumah masing-masing.

Sesampainya di rumah sang guru olah raga, mereka langsung memberondong dengan pertanyaan. Mulai dari kenal tidak dengan si ibu yang tadi mereka temui sampai apa tadi si ibu yang katanya kenal dengan pak Syamsul menelpon.

Pak Syamsul menggeleng dan dia menjelaskan sedari pagi tidak ada yang telpon. Beliau kemudian menanyakan kronologis ceritanya.

Dengan mata mulai berkaca-kaca, Bunga dan teman-temannya bercerita dari awal sampai mereka mendatangi tempat sang guru.

Setelah selesai, sang guru menegaskan bahwa tidak punya teman guru dengan ciri-ciri tersebut dan tidak ada yang menghubungi via handphone sepanjang hari itu. 

Kecurigaan pak Syamsul juga sama dengan mamanya Bunga bahwa orang tersebut berniat jahat dan kemungkinan adalah penculik yang sedang mengincar anak-anak seperti mereka. Tangis Bunga dan teman-temannya pun pecah seketika. Untunglah Tuhan masih melindungi keponakan saya ini.

Doc.pribadi from cctv : tersangka pelaku
Doc.pribadi from cctv : tersangka pelaku
Sementara itu dari rekaman CCTV di restauran tersebut terlihat bahwa memang si ibu cukup lihai melindungi wajahnya dari tangkapan kamera. Jilbab penutup kepala dan kacamatanya juga bisa jadi digunakan untuk menutupi identitasnya.

Si ibu juga tidak kembali lagi masuk ke restauran karena mungkin telah melihat Bunga bercakap-cakap dengan ibunya dari kejauhan.

Untuk para orang tua berhati-hatilah, bekalilah anak-anak dengan pengetahuan yang cukup tentang modus-modus yang dilakukan oleh orang-orang jahat dan jangan mudah percaya atau berbicara dengan orang yang tak dikenal.

Modus operandi mereka biasanya dengan pura-pura mengenal orang-orang yang akrab dengan si korban dari hasil menggali informasi melalui percakapan awal ataupun mengiming-imingi dengan hadiah dan makanan.

Ingat dengan hanya satu kesalahan dan kelengahan kecil itu cukup jadi alasan yang dapat memisahkan kita dari anak-anak kita tersayang selamanya.

Waspadalah !

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun