Mohon tunggu...
Mahendra Paripurna
Mahendra Paripurna Mohon Tunggu... Administrasi - Berkarya di Swasta

Pekerja Penyuka Tulis Baca, Pecinta Jalan Kaki dan Transportasi Umum yang Mencoba Menatap Langit

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dentingku tentang Peh (Tamat)

10 Agustus 2018   13:47 Diperbarui: 10 Agustus 2018   13:50 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pict.from:pixabay.com

Denting Kepedihan

awan kelabu naungi langit malammu
saat sang ular tersayang
mulai lari dari dekapanmu
kecewa dengan bidadari lainmu
kegetiran yang tak pernah kau dan aku rasa
tapi aku tetap bertahan untukmu Peh.....

sayap patahmu masih coba lindungiku
saat angin menghempasku
saat badai coba hancurkanku
walau kutahu tubuh dan hatimu penuh luka
tapi akupun masih disini untukmu Peh.....

batas kuasamu tlah lewat
kutahu kau sembunyikan rasamu
dalam tetes air mata yang baru kali ini kulihat
saat sang ular tersayang kembali
pada tubuhmu yang kini lemah
pada sayap-sayapmu yang kini patah
pada jiwamu yang kini rapuh
yang tak kuasa bangkitkan ragamu
pada kelopak matamu
yang tak lagi kuasa kau buka
pada hatimu yang kutahu mencinta


aku masih bersimpuh disini Peh....
membawakan ribuan doa
untuk menghantar tidur panjangmu

Denting Kerinduan

senyum terakhirmu melintas angan
saat si penjaga ingatkanku tentangmu
tentang hari-hari indah
tentang kesedihan
tentang gurauan bersamamu
apa kabarmu Peh.....

tanah tlah menghancurkan tulang-tulangmu
hanya serpihan sayapmu
yang dulu kokoh perkasa
kini rapuh termakan waktu
aku persembahkan
peraduan terbaik untukmu Peh.....

lihatlah
bidadari cantik dan kelinci-kelinci kecilku
yang kubawa ke tanahmu
yang slalu ku dongengkan tentang keperkasaanmu
aku takkan lupa kecupan terakhirmu Peh.....

lihatlah
sayapku kini sekekar milikmu
tertempa badai petir angkasa
lihatlah
kakiku sekokoh karangmu
tertempa laut yang pasang

ku tahu kau takkan ada lagi untukku Peh
tapi kau takkan hilang dari kalbu
slalu kulantunkan bait-bait doaku
di sepanjang hari dan malamku
sampai kelak batas itu sirna

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun