Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Melek Dalil dalam Urusan Utang

30 Juli 2019   14:28 Diperbarui: 30 Juli 2019   15:18 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: titiknol.co.id

Masalah hutang adalah masalah yang cukup serius. Ia menyangkut harta benda, harga diri dan bahkan menyangkut urusan setelah kematian. Tetapi zaman sekarang, hutang seolah-olah dijadikan gaya hidup dan lahan bisnis. Sampai-sampai hal-hal yang sangat prinsipil di dalam transaksi hutang-piutang ini dikesampingkan.

Untuk sedikit mengenal urusan hutang ini, saya akan mencoba mengacunya kepada ketentuan atau perspektif agama. Ini tidak berarti mengesampingkan saran, tips atau trik dari para perencana keuangan. Karena urusan hutang ini sudah ada aturan syar'i-nya. Jadi minimal kita mengerti aturan dasarnya sebelum mengikuti saran para perencana keuangan.

Selain itu, saya tetap berkeyakinan, di dalam agama apapun yang diyakini seseorang, tidak ada satu prinsip pun yang mengajarkan kepada keburukan. Ajaran agama apapun tetap memiliki dasar dan prinsip aturan demi kemaslahatan umatnya.

Meskipun mungkin berbeda dari segi terminologi, dari segi sumber ajarannya, dari segi penyebutan Tuhannya, tetapi semua agama pada dasarnya mengajarkan kebaikan. Termasuk di dalamnya kebaikan yang bisa diperoleh dari transaksi hutang-piutang ini.

Etimologi dan Terminologi Utang

Kata "hutang" dalam Bahasa Indonesia sepadan dengan kata al-qardh dalam Bahasa Arab. Kata al-qardh ini secara etimologis berarti "memotong". Kata ini menyiratkan makna berkurangnya harta kekayaan untuk diperbantukan kepada orang lain. Sehingga hal ini disamakan dengan kata "memotong" atau al-qardh.

Sedangkan dalam artian menurut syar'i, al-qardh ini bermakna "memberikan harta dengan dasar kasih sayang kepada siapa saja yang membutuhkan dan akan dimanfaatkan dengan benar, yang mana pada suatu saat nanti harta tersebut akan dikembalikan lagi kepada orang yang memberikannya".

Jika kita mencermati istilah tersebut, tampak jelas bahwa dasar dan filosofi dari hutang itu adalah berkurangnya sesuatu yang dimiliki secara temporer dalam rangka untuk membantu orang yang membutuhkan. Jadi pengurangan harta tersebut tidak selamanya, karena satu saat akan kembali.

Bolehkah Berutang?

Pertanyaannya, boleh tidak kita berhutang di mana akan mengurangi harta kekayaan orang lain? Hutang tidaklah dilarang. Dasar ini mengacu kepada frman Allah SWT yang berbunyi:

"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan." (2:245).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun