Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sepi, Antara Ada dan Tiada

15 Juli 2018   05:03 Diperbarui: 16 Juli 2018   02:43 2306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: devianart.com

Sepi tidak harus berarti sendiri. Sepi tidak harus berada di malam hari. Sepi adalah sesuatu yang selalu ada kapan dan di mana saja. Ia ada di keramaian, di kebisingan dan di tengah hiruk pikuknya kehidupan.

Seorang yang kesepian akan menganggap sia-sia semua hiburan yang ada. Obrolan menjadi tidak berguna. Gurauan menjadi tak bermakna. Semua yang ada seolah menjadi tiada.

Jika demikian keadaannya, maka sepi merupakan sesuatu yang bisa berubah-ubah sesuai dengan perubahan persepsi dan orang yang mengalaminya. Mirip seperti buah mangga muda, bisa menjadi kecut tidak enak rasanya, atau menjadi buah yang jadi idaman kaum wanita (hamil).

***

Apakah sepi itu objektif atau subjektif dalam dirinya sendiri? Jika memahami sepi sebagai keadaan tidak ada suara dan kebisingan, ia adalah objektif sifatnya. Tetapi jika sepi merupakan perasaan hati dan keadaan jiwa, maka ia subjektif tentunya.

Keadaan yang sepi secara objektif bagi seseorang yang hati dan jiwanya dipenuhi dengan rasa gembira yang meluap, mungkin tidak akan banyak berpengaruh. Ia tetap merasakan luapan kegembiraan tentang sesuatu yang dirasakan.

Ambil contoh, seorang anak muda yang sedang jatuh cinta bermaksud mengunjungi pacarnya di sebuah desa pada satu malam. Jalan yang dilaluinya sepi karena tidak ada rumah-rumah dan penerangan di sisinya.

Tetapi keadaan tersebut tidak akan berpengaruh kepada perasaannya ketika hatinya dilingkupi oleh kerinduan tak terhingga. Semangatnya tidak akan pernah padam untuk terus melanjutkan perjalanannya.

Sebaliknya, seseorang yang diputus oleh pacar yang dicintainya, dia akan merasa terpukul dan kesepian meskipun berada di tengah-tengah keluarganya. Tidak jarang, orang yang depresi karena urusan asmara ini mengakhiri hidup di rumahnya sendiri yang hangat dan penuh keriangan di tengah keluarganya.

***

Objektivitas dan subjektivitas sepi ini menjadi relatif terhadap keadaan orang yang mengalaminya. Kedua sifat tersebut menjadi penanda bahwa sepi bisa terjadi kapan dan di mana saja mengikuti irama dan naik turunnya hati seseorang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun