Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Gadget Artikel Utama

Tik Tok, Antara Aktualisasi dan Krisis Identitas

4 Juli 2018   21:34 Diperbarui: 5 Juli 2018   16:37 4165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tanggal 3 Juli 2018 kemarin, Kominfo secara resmi memblokir aplikasi Tik Tok di Indonesia. Satu regulasi yang menuai beragam opini.

Ada opini yang pro dengan alasan bahwa Tik Tok tidak bermanfaat dan tidak mendidik anak-anak dan remaja. Ada opini yang kontra dengan menganggap keputusan tersebut berarti menutup dan menghambat ruang kreasi anak muda.

Keputusan ini merupakan rangkaian dari hasil pengamatan terhadap fenomena Tik Tok di Indonesia yang dinilai Kominfo tidak mendidik generasi muda.

Keputusan ini pula merupakan tindak lanjut dari reaksi publik terhadap beberapa hal; meet and greet idola Tik Tok, komentar-komentar dari fan "artis Tik Tok" serta konten Tik Tok itu sendiri.

Yang paling heboh adalah kasus yang menimpa Bowo "artis Tik Tok", seorang anak remaja usia 13 tahun yang menjadi idola Tik Tok tetapi malah menuai hujatan dan kehebohan. Tentu saja dia tidak bertujuan untuk menciptakan kehebohan di dunia maya seperti sekarang ini.

Apalagi jika mengingat usianya yang masih dianggap sebagai anak-anak yang memasuki fase remaja yang tidak mungkin sengaja menciptakan "kegaduhan" di dunia maya. Dia sekedar seorang anak yang masih suka bermain iseng khas anak-anak zaman sekarang.

Tetapi karena komentar-komentar dari penggemarnya yang kelewat batas, maka anak remaja tersebut seolah "menjadi korban" dari penghakiman di dunia maya. Ia di-bully dan disudutkan oleh beberapa pihak. Hal yang sangat dikhawatirkan oleh setiap orang tua tentang kondisi anak tentunya.

Mari kita lihat fenomena ini dari dua sudut pandang; dari sudut pandang para pengguna Tik Tok dan dari sudut pandang penggemar yang mengidolakan "artis Tik Tok" itu sendiri.

Dua perspektif ini saling terkait satu sama lain, tidak ada penggemar tanpa idola dan tidak idola tanpa ada penggemar. Barangkali hubungan keduanya bisa disederhanakan secara demikian.

Idola, Identitas diri, dan Introjeksi

Dari sudut pandang pengguna Tik Tok, konsekuensi dari penggunaan aplikasi Tik Tok ini akan menciptakan apa yang disebut dengan idola. Satu predikat yang dilekatkan kepada seseorang yang dikagumi.

Secara definisi, istilah idola ini menurut Cambridge Dictionary adalah:

Someone who is admired and respected very much; a picture or object that people pray to as part of their religion; an object or picture that is worshipped as a god.

Idola adalah seseorang yang sangat dikagumi dan dihormati; gambar atau benda yang orang-orang doakan sebagai bagian dari agama mereka; objek atau gambar yang disembah sebagai dewa. Demikian terjemahan bebasnya tentang definisi idola ini.

Tidak ada yang salah bagi siapa saja orang yang menyukai dan menggunakan Tik Tok ini.

Ia merupakan salah satu aplikasi dari jutaan aplikasi sebagai keniscayaan sejarah perkembangan teknologi. Melaluinya, orang bisa beraktualisasi diri sesuai dengan kesenangan dan kecenderungannya.

Hal tersebut mirip-mirip dengan seseorang yang suka memelihara burung atau mainan mobil-mobilan atau mainan apa pun sebagai bentuk dari ekspresi dan aktualisasinya, dalam batas-batas tertentu. Karena setiap orang membutuhkan kesempatan untuk beraktualisasi.

***

Jika dilihat dari sudut padang publik penggemar idola Tik Tok ini, di sini ada satu konsep yang dinamakan identitas diri (self-identity) dan introjeksi (introjection). Identitas diri ini didefinisikan dalam Merriam Webster sebagai:

The quality that makes a person or thing different from others.

Sedangkan introjeksi sendiri didefinisikan sebagai:

To incorporate (attitudes or ideas) into one's personality unconsciously.

Identitas diri adalah kualitas yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda dari yang lainnya. Ia menjadi ciri yang membedakan satu hal atau seseorang dari yang lain.

Dengan identitas diri ini, maka orang lain bisa membedakan seseorang dari orang lainnya.

Sedangkan introjeksi adalah upaya memasukkan atau meniru sikap atau ide orang lain ke dalam kepribadian seseorang secara tidak sadar.

Peniruan ini dilakukan berdasarkan adanya kekaguman kepada orang lain tentunya. Tidak mungkin seseorang akan meniru orang lain jika tidak dikaguminya.

Introjeksi sendiri bukanlah konsep negatif. Di dalam kehidupan, introjeksi ini penting dalam rangka menanamkan nilai-nilai dan norma yang dibutuhkan di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat.

Introjeksi menjadi negatif ketika proses tersebut menjadi begitu kebablasan seperti dalam fenomena Tik Tok belakangan ini.

Tentu saja tidak sepantasnya mengagumi idola Tik Tok sampai mendudukannya seperti dewa atau sembahan. Di sinilah sikap mengidolakan seseorang menjadi kebablasan tak terkendali.

istimewa
istimewa
Mengidolakan dan Introjeksi yang Kebablasan

Sebagaimana efek dari aplikasi Tik Tok yang menjadi sarana "aktualisasi diri" ini, cepat atau lambat akan muncul seseorang yang melalui aplikasi tersebut menjadi "idola". Banyak faktor yang membuat seseorang menjadi idola ini.

Faktor tersebut bisa karena karya kreativitasnya, bisa karena tampangnya. Bisa karena kata-kata yang diucapkannya, bisa karena gaya-gaya yang diciptakannya. Bisa juga karena produk yang ditawarkannya, dan beberapa faktor lainnya.

Jika hal ini terjadi, maka definisi di atas akan menjadi benar. Benar karena ketika seseorang telah mampu menarik hati orang banyak (publik penggemarnya), maka otomatis ia akan dianggap sebagai idola mereka. Dan sampai sini tidak ada yang salah dengan fenomena ini. Seseorang berhak untuk disukai dan menyukai tentunya.

Di sisi lain, sebagian penggemar mungkin ada orang-orang yang sedang berada pada tahap pencarian jati diri atau bahkan yang kehilangan jati diri.

Maka hadirnya seorang idola di hadapan mereka yang sedang mencari atau mengalami krisis identitas diri akan menciptakan ikatan kuat di antara keduanya.

Ketika seseorang kehilangan atau mengalami krisis atau sedang dalam tahap pencarian identitas diri, maka ia cenderung akan mencari idola sehingga kualitas dan atribut yang melekat padanya akan diinternalisasi dan ditiru. Idolanya akan dipuja setinggi langit. Itulah proses adopsi alam bawah sadar yang dinamakan sebagai introjeksi.

Tetapi ketika kekaguman kepada idola sudah mengarah kepada sikap tidak rasional penggemarnya, maka sikap mengidolakan tersebut menjadi berada di luar batas kewajaran.

Sebegitu dikagumi dan dihargainya seseorang yang menjadi idola, hampir-hampir dia akan menjadi seperti "dewa" di mata penggemar yang kehilangan rasionalitasnya .

Hal ini tampak ketika melihat idola Tik Tok, diidolakan oleh para penggemarnya sampai membawa-bawa urusan keyakinan agama. Pada taraf ini, maka fenomena idola Tik Tok ini menjadi bermasalah yang mengakibatkan "kegaduhan" di dunia maya. Jadi dapat kita mengerti mengapa Kominfo memblokirnya.

***

Selaku orang dewasa tentu kita bisa mendudukkan masalah ini dengan tepat. Kasus yang menimpa Bowo misalnya, dapat menjadi pelajaran bagi orang tua agar bisa mengawasi aktivitas anak-anak ketika berurusan dengan dunia maya.

Idola Tik Tok adalah sisi lain dari perkembangan dan kemajuan zaman, pengawasan dan kendali terhadap anak adalah sisi lain dari tanggung jawab orang tua. Keduanya mesti bisa diharmonikan menjadi hal positif yang saling menguatkan.

Sehingga wajar saja, jika Kominfo berjanji dan menjamin aplikasi Tik Tok akan dibuka kembali jika persyaratan telah dipenuhi pengembang.

Karena, menutup secara total dianggap sebagian pihak kurang baik, membuka secara lebar tanpa pengawasan pun juga tidak tepat.

Kominfo sadar dengan fungsinya sebagai pengawal kemajuan zaman teknologi informasi. Kemajuan tersebut di satu sisi bisa menjadi pendorong kreativitas, tapi di sisi lain bisa kontra produktif terhadap perkembangan generasi muda bangsa. (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun