Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar tentang Kesederhanaan dan Ketulusan dari Ubi Rebus

14 Februari 2018   21:58 Diperbarui: 15 Februari 2018   09:49 2744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ubi rebus (tribunnews.com)

Luputnya ubi dari penghormatan dan penghargaan manusia, mungkin dikarenakan ia tidak menjadi prioritas dalam kehidupan seseorang. Seseorang yang tanpa prioritas juga demikian. Ia akan sepi dari pengakuan dan penghormatan sesamanya.

Di dunia ini, memang antara harga dan penghormatan itu menjadi saudara kembar. Orang yang dihargai pasti dihormati dan sebaliknya. tetapi itu sesungguhnya hanya sebagian saja dari cara menghormati. Itu cara penghormatan kaum awam dan kaum permukaan.

Antara harga dan penghormatan tidak harus dijadikan berbarengan. Kita menghargai pengemis dan gelandangan meskipun mereka tidak berharga di mata orang lain. Tidak berharga karena atribut tempelan seperti tidak kaya, tidak berpendidikan atau tidak teratur.

Tetapi di dalam diri mereka ada harga yang sama-sama bernilai; harga kemanusiaan. Mereka manusia juga yang sama-sama dihargai oleh Tuhan melebihi hewan dan tumbuhan. Itu adalah harga yang tidak kelihatan di mata manusia kebanyakan.

***

Maka tidak populer bukan berarti tidak bernilai. Tidak kelihatan bukan berarti tidak berperan. Tidak bagus bukan berarti tidak tulus. Tidak berharga bukan berarti tidak terhormat.

Semua julukan dan sematan tersebut tidak harus kembali kepada apa yang tampak, tetapi pada substansi dan esensinya. Yang tampak hanya untuk memudahkan manusia biar cepat bereaksi dan merespons. Yang tampak bukan satu-satunya ukuran.

Demikian, coretan-coretan dari seonggok ubi jalar rebus yang menemani selama membuat tulisan ini. "Ah, untung ada ubi rebus, sehingga jari jemari ini bisa menari terus. Salam sejahtera ubi rebus, semoga kau hidup terus walau di ladang yang tandus."

Baca juga: Dialog Lumpur, Kita adalah Saudaranya

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun