Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Imperatif Kategoris Mulai Terkikis

14 Februari 2018   17:28 Diperbarui: 14 Februari 2018   19:58 1031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (nrp.org)

Di manakah jejak-jejak pendidikan moral yang selama ini diberikan kepada setiap orang ketika berada di lingkungan pendidikan? Sepertinya tidak ada lagi bekas-bekas yang tersisa dan mengendap di dalam diri seseorang untuk dihidupkan.

Jejak tersebut telah terhapus secara perlahan oleh egoisme, fanatisme dan pengaruh lingkungan tempat seseorang tumbuh dan berkembang. Peranannya sudah digantikan oleh beragam kepentingan perseorangan atau golongan.

Sayangnya lagi, peranan tersebut digantikan bukan oleh sesuatu ukuran dan takaran yang lebih baik, tetapi sebaliknya. Rasa berterima kasih sudah digantikan oleh sikap cuek acuh tak acuh. Rasa memaafkan sudah digantikan oleh rasa dan dorongan balas dendam dan hukuman.

Secara perbandingan, penyerapan ajaran-ajaran moral oleh seseorang di dalam ruang-ruang pendidikan begitu minim dan sedikit jika dibandingkan dengan penyerapan yang berasal dari lingkungan sekitarnya. Kehidupan seseorang zaman sekarang sudah banyak dibentuk oleh pergaulan dan konsumsi informasi dari dunia di luar institusi pendidikan.

Maraknya beragam jenis perangkat dan peralatan (gawai) yang memudahkan seseorang untuk "belajar moral" dari dunia maya, juga ikut mempengaruhi pergeseran ini. Seorang anak akan lebih menyukai mempelajari "pendidikan moral" dari genggamannya dari pada dari guru dan orang tuanya.

Teladan dan contoh yang tidak baik banyak bertebaran di dunia maya yang bisa diakses dan dilihat kapan dan di mana saja. Otak dan pikiran anak menjadi amat rentan dengan konsumsi dan penyerapan "ajaran moral" dunia maya ini.

Padahal di dunia tersebut, filter dan seleksi amatlah longgar. Sesuatu yang tampaknya baik belum tentu merupakan kebaikan yang sesungguhnya. Sesuatu yang tampaknya buruk belum tentu merupakan keburukan yang sejatinya. Tetapi segala keputusan terhadap penyerapan kedua hal tersebut sepenuhnya dikembalikan kepada yang bersangkutan.

Peniruan, adaptasi dan peneladanan perbuatan-perbuatan ini sudah lepas dari pengawasan dan kontrol orang tua dan lembaga pendidikan (guru). Akibatnya anak kemudian menganggap yang tidak wajar menjadi hal yang wajar; yang buruk menjadi hal yang baik; yang baik menjadi hal yang buruk menurut kesimpulannya.

***

Tarik ulur antara moral institusional dan moral individual hasil pembelajaran dari dunia maya tadi membuat seseorang kehilangan kendali atas perbuatannya  sendiri. Ia seolah-olah berada pada situasi moral dilematik yang terus menerus tanpa henti selama hidupnya.

Jika kebetulan sisa-sisa "kewajiban moral bawaan" dan pengaruh moral institusionalnya melekat kaut di dalam dirinya, maka dia tidak akan kehilangan kendali di dalam kehidupannya. Dia masih bisa menakar dan mengukur mana yang baik dan mana yang buruk untuk dipraktikkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun