Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gaya "Rambut Pejabat" Pasha, antara Jalan Setapak dan Jalan Raya

23 Januari 2018   10:37 Diperbarui: 23 Januari 2018   13:54 1804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Demikianlah keadaannya ketika kita mencoba memahami polemik terkait dengan penampilan Pasha sebagai pejabat yang menyimpang dari pakem dan kesepakatan umum mengenai kepatutan seorang pejabat. 

Pasha Ungu yang pada awal kariernya menjadi seorang lelaki yang menyusuri jalan setapak bahkan "gang tikus" menuju ruang-ruang privatnya, kemudian berubah menjadi Pasha Wakil Walikota yang menyusuri jalan raya dengan rentetan aturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

Tentunya perlu waktu untuk beradaptasi dari satu gaya hidup ke gaya hidup lainnya. Selama yang bersangkutan tidak menyimpang jauh dari norma, hukum dan undang-undang yang diberlakukan di negeri ini, maka wajar saja jika ada sebagian orang menganggap bahwa penampilan rambut Pasha Wakil Walikota tersebut tidak menjadi masalah. Ini seperti dinyatakan oleh Mendagri sendiri Tjahjo Koemolo ketika mengomentari gaya rambut Pasha Wakil Walikota.

Kebosanan Terhadap "Penampilan Datar"

Seorang netizen memberi komentar di salah satu situs penyedia berita bernada mendukung mengenai gaya Pasha Walikota ini dengan mengatakan:

"Indonesia sekarang gak butuh orang berpenampilan rapi, tapi korupsi? Tak butuh orang pintar, karna orang pintar akan membodohi masyarakatnya untuk menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi, tapi Indonesia krisis orang jujur dan cerdas, cerdas dalam berpikir, bertindak, dan berperilaku. Bagaimana dengan menteri Susi? Dia merokok, dia hanya lulusan SD? Tapi lihat hasil kerjanya? Bagaimana dengan Setnov dia pintar dia rapi, tapi dia juga pintar memanfaatkan uang rakyat".

Telak dan sesak rasanya membaca komentar seperti itu. Telak karena ada "kebosanan dan kemarahan" yang menyeruak keluar dalam bentuk kata-kata di atas ketika melihat kelakuan sebagian pejabat yang secara lahiriah  berpenampilan sesuai keinginan masyarakat umum tetapi di balik dandanannya justru malah menggasak uang rakyat.

Sesak karena di Indonesia sekarang sudah muncul "wabah kamuflase" dari pejabat untuk memalingkan perhatian rakyat dari jati diri sesungguhnya yang belum banyak diketahui. Peci dan baju koko, jas dan dasi serta penampilan rapi lainnya, sering menjadi instrumen penampilan para calon pejabat ketika menghadapi Pemilu atau Pilkada. Seolah dengan barang-barang tersebut, jati dirinya akan terbungkus rapi.

Barang-barang yang dalam sekejap mampu menyihir masyarakat dan mendudukkan sang calon menjadi calon pimpinan yang moralis, etis dan agamis atau intelektual. Ironisnya, masyarakat pun terbius dan "percaya" begitu saja dengan yang dilihatnya secara lahiriah itu. Tetapi dalam perjalanannya, tidak sedikit para pejabat baik pusat atau daerah yang akhirnya "bertamu" ke gedung KPK.

Ironisnya lagi baju koko dan peci, jas dan dasi masih sering dipakainya baik ketika mendatangi gedung KPK atau selagi menjalani persidangan untuk menyelesaikan kasus dari terkuaknya jati diri yang sebenarnya dari pejabat bersangkutan. Baju koko dan peci, jas dan dasi ternyata selama ini telah mengelabui. Barang-barang tersebut ternyata tidak memiliki korelasi dengan seseorang untuk jauh dari korupsi.

Lagi-lagi cara berpikir seperti ini juga menjadi seolah seperti pejalan kaki yang menyusuri jalan setapak. Cara berpikir yang "aneh dan tidak lazim". Karena akan bertabrakan dengan cara berpikir yang  mengatakan "lebih idealnya kan penampilannya rapi, perilakunya juga terpuji, karena pejabat yang penampilannya urakan dan perilakunya tidak terpuji akan menjadi contoh yang ditiru anak muda". Begitu kira-kira argumennya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun