Mohon tunggu...
Mahbub Setiawan
Mahbub Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Bukan siapa-siapa

1/2 kemanusiaan, 1/2 ketidaktahuan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Epistemologi Kebodohan, Fungsi Lain dari Ketidaktahuan

8 Januari 2018   03:14 Diperbarui: 8 Januari 2018   04:25 1815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Quote (Sumber: www.brainyquote.com)

Pada suatu saat, kehampaan dan kekosongan menjadi hal yang diperlukan untuk mengubah suatu keadaan. Tanpa kehampaan, maka "keterpenuhan" tak mungkin terwujud. Misalnya, di saat kita hendak menuangkan air ke dalam gelas untuk memenuhinya, maka kekosongan dan kehampaan gelas dari benda apapun menjadi syarat mutlak agar gelas tersebut terisi air. Semakin kosong dan hampa gelas dari benda-benda, semakin banyak air akan memenuhinya. Semakin berisi dan penuh gelas dengan sesuatu benda yang lain, semakin sedikit air yang dapat dituangkan. 

Demikianlah hukum saling melengkapi antara kehampaan dan "keterpenuhan" dari contoh-contoh sepele dalam kehidupan sehari-hari. Hampa, kosong dan penuh sekilas menjadi hal yang bertentangan dan saling menghilangkan, tetapi pada hakikatnya keduanya saling menyempurnakan satu sama lainnya.

Dalam kehidupan manusia, pengetahuan menjadi seperti air yang dituangkan ke dalam gelas. Pengetahuan menjadi sesuatu yang masuk ke dalam jiwa manusia sebagai bekal  manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia. Merasa tidak tahu dan merasa bodoh dengan penuh kesadaran adalah kekosongan dan kehampaan diri yang menjadi syarat untuk menjadi "tahu" dan menjadi paham akan sesuatu. 

Sebaliknya, merasa lebih tahu dan merasa lebih mengerti akan sesuatu akan menghalanginya untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih mendalam tentang sesuatu. Pengetahuan yang dimiliki bisa berubah menjadi sumber kebodohan dan menghalangi dari pengetahuan yang baru. Semakin merasa bodoh seseorang maka semakin besar peluangnya untuk menjadi lebih tahu. Setelah itu, ia harus kembali merasa bodoh agar dalam dirinya terdapat dinamika yang tanpa henti untuk mendapatkan pengetahuan.

Prinsip dasar ini berlaku dalam segala aspek kehidupan manusia terkait dengan pengetahuan. Pengetahuan akan benar dan salah, pengetahuan akan baik dan buruk ataupun pengetahuan akan keindahan, kesemuanya mengharuskan seseorang untuk benar-benar menyadari pentingnya ketidaktahuan dan kehampaan agar bisa menjadi manusia yang menuju kesempurnaan. Kesempurnaan yang diperoleh melalui kebodohan dan kekosongan diri dari rasa serba tahu. Sehingga antara kesempurnaan diri, pengetahuan dan kebodohan seyogiyanya menjadi hal yang saling berkaitan dan saling melengkapi. Saling bekerja sama dengan menjalankan fungsi masing-masing secara tepat sebagai perwujudan dari keseimbangan.

Kebodohan diri sebagai bentuk kehampaan dan kekosongan pengetahuan, oleh karenanya bukanlah sesuatu yang harus dinista, ditolak atau dinafikan. Ketika kebodohan tidak disambut dengan kesadaran untuk mendapatkan pengetahuan sehingga bisa berkembang menuju kesempurnaan, maka seseorang telah terjebak dalam lingkaran setan antara pengetahuan dan kebodohan yang sebenarnya merupakan satu kesatuan. 

Bagaimana mungkin ada pengetahuan jika tidak ada kebodohan dalam diri seseorang? Bagaimana mungkin tidak ada kebodohan dalam diri manusia sebagai bukti dari hakikatnya menjadi manusia yang diciptakan Tuhan? Bukankah hanya Tuhan saja yang mengetahui? Bukankah hanya Tuhan saja yang menjadi sumber segala pengetahuan? Apabila manusia menyadari kenyataan tersebut, maka kebodohan atau kehampaan pengetahuan menjadi tanda bahwa ia benar-benar menjadi manusia.

Mari sejenak kita mengingat kembali kenyataan teologis yang mengisyaratkan bahwa ketika manusia pertama (Adam) diciptakan oleh Tuhan, dia tidak sedikitpun memiliki pengetahuan. Hanya melalui pengajaran dan pemberitahuan Tuhan-lah Adam menjadi tahu akan segala sesuatu ketika ia telah diciptakan. Argumen ini tentunya menguatkan pemahaman bahwa jika manusia pertama sudah diciptakan satu paket dengan pengetahuannya, maka Tuhan tidak akan mengajari Adam nama-nama benda yang akan dia temui di dunia. 

Maka secara kronologis, Tuhan mula-mula menciptakan Adam dalam keadaan hampa dari pengetahuan kemudian Tuhan mengajarkan nama-nama benda dan memberikan informasi lain sebagai bekal Adam dalam menjalani kehidupan di dunia. Inilah fakta yang tidak bisa dibantah oleh siapapun yang meyakini kebenaran informasi dari firman Tuhan mengenai proses penciptaan dan pembelajaran Adam oleh Tuhan. Sebuah fakta yang menegaskan eksistensi kehampaan pengetahuan sebagai dasar dan landasan seseorang untuk dapat mengetahui dan memahami segala sesuatu.

Setiap kita mengetahui sesuatu, setelahnya kita harus mengosongkan ruangan dalam pikiran dan diri kita untuk memberikan ruang pada pengetahuan yang selanjutnya. Hal ini penting dikarenakan pengetahuan yang dimiliki dalam bidang tertentu tidak akan menjadi sempurna apabila menolak pengetahuan lain yang masih terkait dengan pengetauan sebelumnya. Ambil contoh begini; seorang dokter yang mengetahui jenis penyakit yang diderita oleh seorang pasien, pengetahuannya tersebut tidak akan memberikan manfaat kepada pasiennya apabila ia tidak mengetahui dan tidak menyadari pentingnya pengetahuan etik dan tanggungjawabnya sebagai orang yang mengetahui jenis penyakit tersebut.

Pengetahuan etik dan tanggungjawab ini merupakan pelengkap dan penyempurna dari pengetahuan yang sebelumnya yang hanya akan dia peroleh apabila ia tidak menolak jenis pengetahuan etik ini. Berangkat dari kesadaran akan pengetahuan kedua-lah (etika dan tanggungjawab) kemudian dia akan berupaya untuk memberitahukan pasiennya tersebut mengenai penyakit yang dideritanya, kemudian akan menunjukkan bagaimana cara untuk menyembuhkannya. Di sinilah dua jenis pengetahuan saling mengisi dan melengkapi untuk meyelesaikan masalah penyakit yang diderita oleh seorang pasien. Kedua-duanya dapat dipastikan tidak akan ada pada diri seseorang apabila dia merasa paling tahu dalam ilmu kedokteran dan etika serta tanggungjawabnya sebagai seorang dokter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun