Mohon tunggu...
Mahbub Alwathoni
Mahbub Alwathoni Mohon Tunggu... Bidan - Praktisi Pendidikan Tinggal di Grobogan

Pembelajar sepanjang hayat merindukan Indonesia yang sejahtera dan bermartabat

Selanjutnya

Tutup

Nature

Nasionalisasi Teknologi HHO Untuk Menghemat Energi Nasional

18 April 2012   10:43 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:28 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Fisikawan dan penulis buku terkenal “The Tao of Physics”, Fritjof Capra (1981) mengatakan, bahwa zaman bahan bakar fosil - minyak bumi, batubara dan gas adalah episode yang sangat singkat dalam sejarah peradaban manusia, episode singkat tersebut mengalami masa-masa puncak-nya disekitar tahun 2000-an dan diperkirakan bahan bakar fosil akan segera habis menjelang tahun 2300. Prediksi tersebut bisa menjadi lebih pendek mengingat populasi penduduk dunia yang semakin meningkat berbanding lurus dengan besarnya konsumsi bahan bakar. Meskipun diprediksi 300 tahun lagi bahan bakar fosil akan habis, namun pengaruh-pengaruh ekonomi dan politik dari keruntuhan era fosil ini sudah mulai terasa. Minyak bumi sebagai energi yang praktis dan telah “membudaya” dalam dunia industri,mempunyai peran yang begitu besar dalam 30 tahun terakhir ini, menjadi variabel penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara dan sekaligus sebagai sumber pertengkaran-pertengkaran tiada henti antar negara dan sesama anak bangsa sendiri.Sebagaimana yang terlihat beberapa minggu yang lalu, ketika pemerintah bermaksud menaikkan harga BBM, nuansa politis dan emosional lebih dominan daripada kesadaran – kesadaran ilmiah tentang sumber energi tak terbarukan ini. Bahkan terdapat kelucuan-kelucuan pemahaman yang terungkap dari berbagai situs jejaring sosial, seperti kerinduan terhadap masa-masa Orde baru, dimana harga BBM lebih murah dibandingkan dengan sekarang, harga BBM zaman Orde Baru mungkin per liternya berkisar Rp. 500,- namun harga tersebut setara dengan 2 kilogram beras, sementara saat ini satu liter bensin hanya setara dengan setengah kilogram beras, jadi murah yang mana?. Mengutip kalimat dari Gregory Bateson 30 tahun lalu; “fleksibilitas sosial merupakan sumberdaya yang sama mahalnya dengan minyak”, sepetinya benar-benar terbukti pada zaman sekarang ini.

Pencarian energi alternatif pengganti bahan bakar fosil (minyak bumi) sampai sekarang ini terus dilakukan, kesibukan yang luar biasa bagi peneliti energi bersama laboratorium-laboratorium rekayasa energi dengan kapasitas penuh berusaha mencari solusi dari permasalahan ini,diantaranya adalah memaksimalkan konversi energi listrik dari matahari, biofuel serta pengembangan potensi air (H2O) sebagai sumber energi yang melimpah ruah dan terbarukan.

Konversi energi matahari sampai saat ini masih merupakan inovasi yang terbilang mahal, teknologi surya (matahari) adalah produksi listrik lokal melalui sel-sel fotovoltaik,untuk memproduksi sel fotovoltaik sama mahalnya dengan industri semikonduktor dalam membangun transistor dan chip – sirkuit terintegrasi.Selain itu, konsumsi terbesar energi adalah kendaraan bermotor, belum banyaknya industri mobil listrik, menyebabkan sumber energi matahari yang ramah lingkungan ini terlihat kurang efisien.Biofuel, sumber energi hayati yang beberapa tahun lalu diharapkan menjadi sumber energi alternatif, sekarang ini energi tersebut (baca; biofuel) justru akan menjadi masalah serius dikemudian hari karena terjadinya kompetisi lahan, antara lahan perkebunan (produksi biofuel) dengan lahan-lahan sumber pangan (produksi beras/gandum).Hemat penulis, hal yang sangat mendesak untuk segera dilakukan saat ini adalah menggunakan sumber energi yang primer-praktis (baca; minyak bumi) secara hemat dan bijaksana, sambil menunggu datangnya teknologi abad surya yang sedang dalam proses menuju.Penghematan tersebut dapat dilakukan dengan banyak cara, diantaranya adalah menggunakan hidrogen sebagai Energy Carrier melalui pendayaan potensi-potensi air pada teknologi HHO (Water to Gas).

HHO adalah salah satu teknologi baru yang sedang dalam pengembangan berdasarkan prinsip-prinsip HidrogenElectrolizer.Hidrogen Electrolizer dihasilkan darijenis voltase DC(Direct Current) yang dapat digunakan untuk menghasilkan listrik pada berbagai aplikasitenagalistriksepertiberbagai jenis kendaraan bermotor,lampu, danlain-lain. Hidrogendapat berfungsi sebagai energi untuk semua kegunaan sebagaimana layaknya minyak bumi dan gas alam. HydrogenElectrolyzerinisangatsederhana,hanya berupa tabung plastik yang komponen didalamnya berisi dua buahelektrodasertaterdapatduabuahselangudarayang salahsatunyadihubungkanpadamanifold.Prinsipkerja tabungHidrogenElectrolyzermenggunakanmetode elektrolisis.HidrogenElectrolyzerdiisidenganair suling (aquades) yangditambahkanelektrolitsebagai katalis, selanjutnyadihubungkanpada aki motor untuk memecah air (H2O) menjadi gas hidrogen (H2) yang mudah terbakar, teknologi ini disebut sebagai HHO (water to gas). Gas HHO inilahyangakandigunakansebagaisumberenergitambahan dalam mesin kendaraan yang berbahan bakar bensin maupun solar.

Penelitian HHO terus dikembangkan, seperti yang telah diberitakan oleh GATRA (12/4/2012) peneliti dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya telah berhasil melakukan efisiensi alat HHO, sehingga mampu melakukan penghematan konsumsi BBM pada mobil hingga 36%, lebih lanjut dikatakan, dengan penelitian yang terus menerus dilakukan, memungkinkan HHO dapat menghemat BBM hingga 100% seperti misteri penemuan Water Fuel Cell oleh Stanley Allen Meyer pada era 1990-an. Biaya produksi alat tersebut tergolong murah yakni Rp. 800.000/unit, jika diproduksi secara massal biaya produksi dapat ditekan.Alat penghemat BBM ini telah diproduksi secara lokal dan digunakan secara intern dilingkungan kampus ITS dan Pemerintah kota Surabaya, bahkan Wakil Menteri (Wamen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono mengaku pernah menggunakan alat ini dan terbukti dapat menghemat BBM hingga 30%.

Teknologi HHO yang terbukti secara signifikan mampu menghemat energi, seharusnya menjadi perhatian bagi pemerintah untuk selanjutnya diproduksi secara massal dan digunakan oleh seluruh masyarakat.Sumber dari PERTAMINA menyebutkan, bahwa total konsumsi BBM di-Indonesia rata-rata adalah 1,3 juta barel/hari, jika alat HHO dipergunakan secara nasional dengan asumsi penghematan sebesar 30%, maka dapat diperkirakan berapa triliyun rupiah yang bisa diselamatkan setiap tahun-nya oleh alat yang sederhana dan murah tersebut. Program nasionalisasi HHO tersebut lebih bermanfaat untuk saat ini, daripada kebijakan tentang pembatasan subsidi atau menunggu lahirnya prototype mobil listrik “Putra Petir” yang saat ini sedang dikemas oleh Kemenristek bersama perguruan tinggi ternama seperti ITB, ITS, UI dan UGM.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun