Presiden dan Sekjen: Diplomasi, Simbol, dan Tafsir Politik
Oleh: Mahar PrastowoÂ
Ada yang menarik dari rencana pertemuan antara Presiden Prabowo Subianto dan To Lam Sekretaris Jenderal ng Cng sn Vit Nam, disingkat CSVN atau sebut saja Partai Komunis Vietnam (PKV). Bukan semata soal substansi diplomasi yang dijalankan, melainkan gestur simbolik yang terbaca dari tata pertemuan itu sendiri.
Dalam tradisi hubungan antarnegara, ada hierarki yang jelas. Kepala negara bertemu dengan kepala negara, menteri luar negeri dengan menteri luar negeri, dan pejabat partai dengan pejabat partai. Namun, ketika seorang presiden menyambut sekjen partai asing, pertanyaan muncul: dalam kapasitas apa pertemuan itu berlangsung?
Tata Negara dan Diplomasi Simbolik
Indonesia adalah negara demokratis dengan sistem pemerintahan presidensial. Kepala negara merangkap kepala pemerintahan, memiliki legitimasi politik yang datang dari pemilihan umum. Sementara itu, di Vietnam, Partai Komunis adalah satu-satunya kekuatan politik yang berkuasa, dan posisi Sekjen merupakan jabatan tertinggi dalam struktur politik negara itu, melebihi presiden dan perdana menteri.
Dalam tataran diplomasi formal, kepala negara Indonesia biasanya bertemu dengan kepala negara lain atau pejabat pemerintahan setara, seperti perdana menteri atau menteri luar negeri. Maka, pertemuan dengan sekjen partai asing mengundang spekulasi: apakah ini sekadar diplomasi partai, atau ada makna yang lebih besar?
Sinyal Apa yang Terbaca?
Kunjungan ini bisa dimaknai sebagai pengakuan bahwa dalam politik Vietnam, posisi Sekjen PKV bukan sekadar pemimpin partai, tetapi juga arsitek kebijakan dalam dan luar negeri. Namun, apakah dengan menyambut langsung To Lam, Presiden Indonesia sedang mengubah preseden diplomasi?