Mohon tunggu...
Mahardhika Zifana
Mahardhika Zifana Mohon Tunggu... Penulis - Just an ordinary man

I'm a Sundanese who love my people, culture, language, and religion.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ulama dan Spirit Zaman

1 Juni 2017   20:32 Diperbarui: 1 Juni 2017   22:48 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Syahdan, Tuhan memberikan mukjizat kepada para nabi secara efisien, disesuaikan dengan zaman dan umat yang dihadapi nabi tersebut. Sebagai contoh, Nabi Isa as. diberi mukjizat mampu menghidupkan orang mati. Kenapa? Karena orang-orang Israel mazhab Sadduki saat itu tidak percaya kepada konsep ruh dan hari kebangkitan. Lalu, Nabi Sulaiman as diberi mukjizat metafisika, mampu menaklukkan jin dan setan. Kenapa? Karena masyarakat pada zamannya gemar melakukan praktik sihir dengan bantuan jin.

Pun Nabi Muhammad Saw diberi mukjizat Quran karena orang-orang Quraisy di zaman kehidupan beliau as. sangat gandrung kepada Syair dan Puisi.

Lalu, ketika sudah tidak ada nabi, tugas menuntun umat hadir di tangan para ulama. Ulama adalah warasatul anbiyya, ahli waris para nabi. Penyesuaian ghirah dakwah dengan semangat dan tren zaman tampaknya tetap hadir pada periode-periode lalu. Kenapa Sunan Kalijaga menciptakan wayang kulit? Selain sebagai sarana dakwah, mungkin ini didasari pertimbangan bahwa orang-orang pada zamannya butuh hiburan setelah hidup selama ratusan tahun dalam tekanan pemerintahan Majapahit yang despotik dan cenderung keras. Begitu juga Sunan Bonang, menciptakan gamelan dengan spirit yang (mungkin) sama.

Sayangnya, pada era saat ini kita kehilangan sentuhan dakwah kultural yang sesuai dengan spirit zaman ini. Apa buktinya? Ya simpel: kenapa para muslimah Indonesia sekarang menyukai drama Korea? Karena kita tidak punya ulama-ulama sekelas Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Sekalinya ada ulama yang "rada gaul", sekarang ini cepat dihukumi 'bid'ah' atau 'sesat'.

Pelajaran-pelajaran dogmatik agama tentang tatacara ibadah, tatacara bermasyarakat, akhlaqul karimah, dll memang penting. Tapi cara penyampaian yang monoton mungkin perlu kita cermati sebagai sebab menurunnya spirit keberagamaan. Belum lagi tekanan ekonomi yang mungkin membuat orang lebih suka mencari jalan pintas menuju surga, memicu terorisme berkedok agama tetap subur di negeri ini.

Kita, sebenarnya butuh ulama yang dapat menenangkan, mengayomi, dan (jika perlu juga) melindungi. Bukan sekedar menceramahi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun