Mohon tunggu...
Maharani Suprobo
Maharani Suprobo Mohon Tunggu... Freelancer - Ilmu Hukum

Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Islam Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Minim Penerapan Nilai Pancasila Menimbulkan SARA di Indonesia

9 Januari 2021   19:42 Diperbarui: 9 Januari 2021   19:51 2186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

Salah satu permasalahan yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini adalah minimnya implementasi nilai-nilai Panasilla di kalangan generasi muda. Hal ini dikarenakan banyaknya pengaruh budaya asing yang masuk ke negara kita, dan akibatnya banyak anak muda yang sering melakukan SARA terhadap orang lain, seperti kulit tubuh, suku, bahkan agama. Akibatnya nilai-nilai luhur bangsa telah terabaikan secara luas, dan hampir terjadi pada sebagian besar generasi muda. Sejak saat itu, sekarang dan di masa depan, peran pemuda atau pemuda sebagai pilar, penggerak dan pemelihara jalan pembangunan nasional menjadi sangat dinantikan.

Hal ini sering terjadi antara masyarakat dengan sekolah bahkan dapat terjadi dalam lingkungan keluarga. Hal ini tentu saja sangat bertentangan dengan Pancasila, terutama pada sila ketiga, yaitu persatuan bangsa Indonesia. Persoalan ini harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah, karena jika dibiarkan bisa memecah belah bangsa Indonesia. Sebelum hal itu terjadi, kita sebagai warga negara Indonesia yang peduli terhadap sesama harus mencegahnya dengan memberikan pemahaman tentang toleransi antara lain sejak dini. Dengan cara ini, kasus SARA setidaknya akan berkurang atau bahkan dihapuskan dari bangsa Indonesia. Sebagai warga negara Indonesia, kita harus peduli dengan tetangga kita, apakah mereka orang yang kita kenal atau tidak, bahkan yang telah membantu kita atau tidak. Nilai-nilai Pancasila sangat penting untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari agar tercipta lingkungan yang harmonis dan nyaman.

 Pembahasan

Secara umum, kompleksitas masyarakat majemuk biasanya tidak diwarnai oleh perbedaan horizontal, seperti yang biasa kita jumpai perbedaan ras, suku, bahasa, adat istiadat dan agama. Namun ada juga perbedaan vertikal, berupa prestasi yang diperoleh dari suatu prestasi atau penghargaan. Perbedaan tersebut dapat diamati pada status sosial, ekonomi dan politik, tingkat pendidikan, kualitas kerja dan kondisi stabilitas. Meskipun perbedaan horizontal dianggap turun-temurun, yang biasanya diketahui bukanlah faktor utama penyebab masalah sosial yang melibatkan kelompok etnis dengan orang lain.

Untuk mencapai tujuan cita-cita bangsa, yaitu keseimbangan antar suku bangsa, diperlukan adanya toleransi antar masyarakat yang berbeda asal daerah. Selain itu, faktor sejarah berhasil menjadi wahana pemersatu ratusan suku bangsa di nusantara. Mereka semua merasa memiliki nasib dan kenyataan yang sama di masa lalu. Kami memiliki logo Bhineka Tunggal Ika. Yakni, meski banyak perbedaan, mereka memiliki tujuan hidup yang sama. Selain itu, Pancasila merupakan ideologi yang telah menjadi poros dan tujuan bersama menuju integrasi, kedaulatan, dan kemakmuran bersama sehingga masalah sosial masyarakat yang terkait dengan SARA (suku dan agama antarkelompok) di Indonesia harus diperhatikan karena bangsa kita terdiri dari banyak pulau dan memiliki suku dan sub suku. Perbedaan memiliki perbedaan di antara mereka. Menimbulkan konflik sosial antar kelompok masyarakat.

Jika kita melihat fenomena maraknya konflik terkait SARA saat ini, sebenarnya merupakan cerminan dari proses panjang bangsa Indonesia dengan motto Bhinneka Tunggal Ika yang sedang diuji. Jika kita melihat ke masa lalu, tidak ada yang akan bertarung atas nama perbedaan. Misalnya pahlawan era perang. Meskipun asal mereka berbeda, mereka memiliki tujuan yang sama dan melawan penjajah. Tidak ada yang berdebat satu sama lain bahwa cara berperang yang benar adalah dari daerah saya, atau bahwa agama sejati yang harus ditaati dan disebarkan di masyarakat adalah milik saya. Semuanya tampak berjalan harmonis, berdampingan dan saling menghormati. Bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang mengakui banyak perbedaan dan tidak boleh ada konflik yang berujung pada kekerasan dan perpecahan. Konflik sebagai sarana pemekaran merupakan ciri esensial seseorang yang ingin memperluas wilayahnya sehingga menimbulkan konflik. Jika konflik ada solusi, maka ada perubahan amandemen, sedangkan jika tidak ada solusi maka terjadi perang. Di era digital seperti sekarang ini, penyebaran isu SARA menjadi sangat ganas dan percepatan masalah menjadi mudah meluas. Seperti yang terjadi pada pemilihan presiden lalu, dan isu Papua belakangan ini. Oleh karena itu, pencegahan masalah etnis menjadi penting untuk membangun pencegahan yang kuat di masyarakat, terutama di dunia maya. Jadi kita harus bisa mengimunisasi diri dan menangkis diri kita sendiri melalui pengamalan Pancasila, karena para tokoh pendiri bangsa sebenarnya mempertemukan Pancasila sehingga bisa digunakan untuk mempersatukan bangsa dan menghargai perbedaan.

Penutup

Pancasila merupakan dasar pemikiran dan perilaku dalam negara Indonesia, Pancasila juga merupakan ideologi bangsa Indonesia, Pancasila lahir dari nilai-nilai budaya dan adat istiadat bangsa Indonesia yang dirumuskan oleh para tokoh pendiri Bansgsa Indonesia. Kondisi Sarah merupakan isu yang sangat sensitif di negara kita dengan banyak perbedaan, biasanya masalah SARA muncul karena sifat egois seseorang atau sekelompok orang yang ingin mengontrol dan merasa benar tentang dirinya sendiri tanpa mempedulikan orang yang berselisih dengan dirinya. Pancasila merupakan senjata dan pelindung dari permasalahan SARA, dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila kita dapat menjauhi permasalahan Sara dalam kehidupan sehari-hari bahkan menghilangkannya.

DAFTAR PUSTAKA
Lestari, G. (2016). Bhinnekha Tunggal Ika: Khasanah Multikultural Indonesia Di Tengah Kehidupan SARA. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan, 28(1).
Miarro, S., Forero, G. N., Reuter, H., & van Putten, I. E. (2016). The role of patron-client relations on the fishing behaviour of artisanal fishermen in the Spermonde Archipelago (Indonesia). Marine policy, 69, 73-83.
Ruslan, I. (2014). 'MEMBANGUN'NASIONALISME SEBAGAI SOLUSI UNTUK MENGATASI KONFLIK SARA DI INDONESIA. Jurnal Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam, 10(1), 85-102.
Sara, L., Muskita, W. H., & Astuti, O. (2016). The reproductive biology of blue swimming crab Portunus pelagicus in Southeast Sulawesi waters, Indonesia. Aquaculture, Aquarium, Conservation & Legislation, 9(5), 1101-1112.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun