Mohon tunggu...
Mahaniv Esa
Mahaniv Esa Mohon Tunggu... -

Jika mulut dibungkam, atau lidah tak bisa digunakan untuk bicara, bicaralah dengan pena...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Filsafat Singkong

5 Maret 2013   14:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:17 1759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="alignleft" width="598" caption="Singkong"][/caption] Suatu ketika sebuah media nasional mewawancarai Presiden Habibie di kantor kepresidenan kala itu. Di ruang kerjanya yang tertata rapi itu, tepatnya di sebuah meja terlihat oleh kru media tersebut beberapa potong singkong rebus diletakkan di atas piring. Mungkin kru media tersebut berpikir, di ruang kerja presiden yang begitu megah kok ada singkong rebus, apa nggak ada makanan yang lebih layak untuk ukuran seorang presiden? Menurut saya, mungkin Pak Habibie sedang ingin menunjukkan kepada kita bahwa seorang presidenpun dalam soal makanan juga “tidak kalah” dengan apa yang dimakan rakyat kecil pada umumnya. Atau mungkin juga Pak Habibie ingin mengajarkan kepada kita pentingnya memiliki sikap hidup sederhana di saat negara sedang dilanda krisis ekonomi.

Apapun alasan Pak Habibie dengan sepiring singkongnya di ruang kerja kepresidenan itu adalah sebuah pelajaran yang patut kita contoh. Bukan pada soal penyajian sepiring singkongnya, tapi lebih pada rahasia filosofi perilakunya. Singkong itu melambangkan kesederhanaan, nrimo ing pandum, qona’ah, apa adanya, dan jauh dari sikap konsumerism atau gagah-gagahan semata. Di saat-saat bangsa sedang dilanda krisis ekonomi yang berimbas pada fluktuasi harga barang dan sembako, dan berujung pada rendahnya daya beli masyarakat, maka rakyat diajak untuk mengeratkan tali pinggang meskipun hanya dengan mengkonsumsi singkong. Dalam kondisi yang demikian, singkong pun bisa menjadi pilihan yang tepat untuk bertahan karena memang harganya yang murah meriah dan bisa didapatkan di mana saja.

Siapapun tentu kenal baik dengan singkong. Tanaman ‘kaum alit’ ini boleh dikatakan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Bukan semata umbinya yang bercita rasa khas, namun daun singkong pun bisa diolah menjadi sayuran yang sangat nikmat, semisal untuk sayur bobor, atau pelengkap lalapan seperti pada masakan Padang, atau lalapan masakan Jawa. Sebagai penganan, umbi singkong digemari hampir semua lapisan masyarakat Indonesia. Umbi singkong juga dikenal sebagai makanan pokok di daerah tertentu. Di beberapa daerah, singkong (Manihot utilissima) dikenal dengan berbagai nama, seperti ubi kayee (Aceh), kasapen (Sunda), tela pohong (Jawa), tela belada (Madura), lame kayu (Makassar), pangala (Papua), dan lain-lain. Tanaman singkong relatif mudah tumbuh di hampir semua daerah. Tumbuhan yang berasal dari Amerika Tropis ini banyak ditanam di pekarangan, tanggul, ataupun sawah.

Jatuhnya pilihan pada singkong dalam kondisi ekonomi yang sulit merupakan pilihan yang tepat, karena singkong ternyata banyak mengandung gizi yang cukup. Umbi singkong memiliki kandungan kalori, protein, lemak, hidrat arang, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B dan C, dan amilum. Daunnyapun mengandung vitamin A, B1 dan C, kalsium, kalori, fosfor, protein, lemak, hidrat arang, dan zat besi. Sementara kulit batang, mengandung tannin, enzim peroksidase, glikosida, dan kalsium oksalat. Kandungan gizi singkong tak kalah hebat dengan masakan-masakan cepat saji semisal hamburger, pizza, atau hot dog, bahkan kandungan singkong lebih menyehatkan karena sifat alamiahnya. Melihat begitu banyaknya kandungan gizi yang tersimpan dalam singkong, jelas bahwa tak ada alasan gengsi untuk mengkonsumsinya.

Terkait dengan kesehatan, pernah suatu ketika saya menguping pembicaraan dua orang lansia di sebuah puskesmas. Salah satu dari orang lansia tersebut bercerita kepada teman bicaranya bahwa ia pernah bertemu dengan orang China seorang perokok berat yang sudah sangat lanjut usianya tapi dia terlihat masih segar dan enerjik. Suatu ketika si orang tua China ini melakukan check up di sebuah rumah sakit dan dari hasil pemeriksaannya dokter mengatakan kondisi jantung dan paru-parunya sangat fit untuk ukuran seusianya. Ternyata si orang China ini semasa mudanya punya kebiasaan meminum air perasan umbi singkong yang direbus secara rutin.

Cerita di atas mungkin saja benar adanya, karena menurut pakar tanaman obat, Prof Hembing Wijayakusuma, efek farmakologis dari singkong adalah sebagai antioksidan, antikanker, antitumor, dan menambah napsu makan. Bagian yang umum dipakai pada tanaman ini adalah daun dan umbi. Selain sebagai makanan, tanaman singkong memiliki berbagai khasiat sebagai obat. Di antaranya obat rematik, sakit kepala, demam, luka, diare, cacingan, disentri, rabun senja, beri-beri, dan bisa meningkatkan stamina.

Walhasil, singkong yang melambangkan kesederhanaan dan berbagai sikap hidup yang penuh kerendah-hatian tersebut ternyata menyimpan begitu banyak keistimewaan. Singkong hampir bisa ditanam di mana saja dan cara merawatnyapun tidak memerlukan biaya yang relatif besar, karena singkong itu prinsipnya kesederhanaan sehingga ia bisa eksis di mana saja. Begitu pula orang yang dalam hidupnya senantiasa mempraktekkan sikap hidup sederhana dan penuh kerendah-hatian, ia tentu akan dapat diterima eksistensinya di manapun ia hidup. Filosofi tentang singkong telah mengajarkan kepada kita bahwa kesederhanaan dan kerendah-hatian dan dibarengi dengan berbagai macam potensi diri yang memadai, akan menjadikan hidup kita lebih acceptable di segala ruang dan waktu. Jadi, janganlah gengsi bersentuhan dengan singkong di tengah-tengah modernitas. Apa salahnya menganut filosofi singkong di tengah arus modernisasi, kalau memang ia mampu menopang eksistensi hidup kita dan menjadikan hidup lebih berarti. (Sangatta, 23/04/2010)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun