Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Nikmatnya K-Suami Wakatobi

8 Januari 2011   03:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:50 1202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Seorang teman, sepulang dari perjalanan di wilayah Kabupaten Wakatobi yang memiliki Taman Laut terindah di dunia, justru berulangkali bercerita mengenai nikmatnya K-Suami yang pertama kali diketahui dari para penjual makanan ringan di Pelabuhan Wanci, ibukota Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

K-Suami (Baca: Kasuami) adalah nama salah satu makanan tradisional masyarakat di Kepulauan Tukang Besi, terdiri atas Pulau Wanci, Kaledupa, Tomia dan Pulau Binongko yang populer dengan singkatan akronim Wakatobi.

Makanan tradisional tersebut sudah ada sejak tempo dulu. Menurut ceritanya, tatkala sarana transportasi laut masih terbilang terbatas beroperasi menghubungkan jalur ke Wakatobi dengan wilayah lainnya, K-Suami justru dijadikan makanan pokok masyarakat setempat.

Maklum, ubi kayu merupakan salah satu tanaman yang cukup bersahabat mudah tumbuh di daratan pulau-pulau karang yang terhampar di perairan Laut Banda ini. Ubi kayu itulah yang menjadi bahan baku utama pembuatan K-Suami.

Tanaman ubi kayu yang berasal dari daratan Benua Amerika ini, konon mulai berkembang di Indonesia pada tahun 1835 (Kompas, 06/01/2011). Tapi sejak kapan dan siapa yang membawa bibit tanaman yang berkembang biak dengan batangnya ini ke Wakatobi, belum diketahui secara pasti.

Ada yang menyebut, kemungkinan tanaman ini sudah ada di Wakatobi sejak masa pelayaran bangsa Portugis ketika menjelajahi pulau-pulau di kawasan timur Indonesia dalam abad XVI – XVII. Pulau-pulau di Wakatobi merupakan bagian dari rute pelayaran bangsa Portugis pada masa lalu.

Tanaman ubi kayu sangat disenangi oleh warga di Wakatobi, lantaran dapat dengan mudah tumbuh sekalipun ditanam di atas gumpalan-gumpalan sedikit tanah di antara bongkahan batu-batu karang yang menjadi bagian terbesar daratan kepulauan di Wakatobi.

Menurut cerita penduduk dari wilayah Wakatobi, pada awalnya tanaman ubi kayu yang dikembangkan di daerah tersebut adalah jenis ubi berasa pahit. Ubi kayu pahit, mengandung zat beracun asam sianida lebih dari 100 ppm (Kompas, 06/01/2011).

Masyarakat wilayah Wakatobi sejak dahulu telah paham bahwa ubi kayu pahit tersebut berbahaya jika dikonsumsi secara langsung. Tidak dapat direbus atau digoreng kemudian langsung dimakan-- seperti ubi kayu biasa (ubi kayu yang tidak pahit).

Mungkin, dari pengetahuan kondisi seperti itu, sehingga masyarakat di kepulauan Wakatobi dahulu berupaya mengolah potensi ubi kayu pahit yang mudah tumbuh di daratan karang Wakatobi untuk dijadikan makanan pokok yang kemudian disebut sebagai K-Suami.

Cara membuat K-Suami sangat sederhana. Pertama-tama, ubi kayu dikupas dibuang kulitnya, kemudian diparut. Hasil parutan ubi kayu tersebut kemudian dibungkus dengan kain atau semacamnya dalam bentuk segi empat ukuran minimal 20 x 20 cm dengan ketebalan antara 7 sampai 8 cm. Bungkusan kotak-kotak segi empat yang berisi hasil parutan ubi kayu tersebut, lalu dijepit-- dipress atau ditindis dengan beban yang berat sehingga zat air yang dikandungnya semua terperas menetes keluar melalui pori-pori kain pembungkusnya. Makin lama dilakukan proses penindisan semakin baik.

Biasanya, kotak-kotak bungkusan parutan ubi kayu itu ditindis minimal selama 24 jam, hingga parutan ubi kayu tak mengandung zat air lagi. Bungkusan kemudian dibuka. Ubi kayu yang sudah dipres berbentuk segi empat disebut Lempe oleh orang-orang di Wakatobi. Jika hendak digunakan, lempe-lempe ubi kayu itu dihancurkan menjadi seperti tepung. Kemudian dikeringkan dengan cara menjemur di bawah terik matahari.

Lempe yang sudah dikeringkan itu kemudian dikukus hingga matang dan jadilah K-Suami yang siap disantap. K-Suami paling nikmat disantap menggunakan lauk ikan rebus.

Hingga saat ini wadah kukusan K-Suami warga di Kepulauan Wakatobi, kebanyakan masih terbuat dari anyaman daun kelapa yang berbentuk kerucut. Bentuk kerucut itulah yang sampai saat ini menjadi ciri khas bentuk makanan K-Suami dari kepulauan Wakatobi.

Dalam perkembangannya, K-Suami yang sebelumnya hanya dibuat untuk bahan pangan rumah tangga, kemudian diproduk untuk dijual ke umum meskipun secara terbatas hanya di pasar-pasar dalam wilayah Wakatobi. Selain dijual dalam bentuk makanan jadi K-Suami, banyak juga yang hanya menjual lempe-lempe bahan baku pembuatan K-suami.

Makanan K-Suami yang mengandung kaborhidrat seperti kandungan beras, ternyata saat ini sudah mulai menyebar ke luar wilayah kepulauan Kabupaten Wakatobi. Di Kota Kendari, ibukota Provinsi Sultra, misalnya kini sudah banyak penjual K-Suami. Pembelinya pun sudah meluas, diminati banyak warga suku-bangsa dari berbagai daerah lainnya.

Dilihat dari pola dasar pembuatan K-Suami, makanan tradisional asal Wakatobi ini sebenarnya dapat dikembangkan tak hanya sebagai alternatif pengganti makanan pokok beras. Akan tetapi, dapat dikemas menjadi semacam penganan khas jika diolah bentuk, ukuran dan rasanya. K-Suami dapat disajikan dalam tampilan kotak segi empat, bulat, atau dalam bentuk lain – tidak seperti model lamanya berbentuk kerucut. Rasanya juga, tentunya, dapat diperkaya. Apalagi ubi kayu yang kini dibuat sebagai bahan baku K-Suami tidak lagi dari jenis ubi kayu pahit.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun