Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Kabuto Pulau Muna yang Kian Tersudut

12 Februari 2015   21:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:19 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_350772" align="aligncenter" width="700" caption="Kabuto, kuliner terbuat dari bahan dasar ubi kayu/Ft: Mahaji Noesa"][/caption]

Tanaman ubi kayu (ketela pohon) asal Benua Amerika ternyata sejak lama telah berkembang sebagai tanaman andalan di banyak daerah di Indonesia. Sejumlah makanan tradisional berbahan dasar ubi kayu membuktikan tanaman musim panas tersebut sudah lama akrab dengan penduduk khususnya di wilayah timur Indonesia.

Tak hanya warga Indonesia di kabupaten Kepulauan Wakatobi (Pulau Wanci, Kaledupa, Tomia dan Binongko), Sulawesi Tenggara, yang sejak masa pendudukan Belanda di Indonesiamengenal beragam jenis tanaman ubi kayu, dan pernah dijadikan sebagai makanan pokok penduduk di gugusan pulau yang terhampar di Laut Banda tersebut. Di antaranya di Pulau Wanci (Wangiwangi) diolah menjadi kuliner yang dikenal dengan sebutan Kasoami, ubi kayu parut dikeringkan kemudian dikukus.

Akan tetapi warga di daratan Pulau Muna, Sulawesi Tenggara, juga memiliki jenis kuliner masa silam berbahan dasar ubi kayu yang disebut dengan sebutan Kabuto. Bedanya dengan Kasoami, ubi kayu untuk Kabuto terlebih dahulu dikeringkan kemudian diparut jika hendak dimasak.

Menurut Lanika, seorang penduduk kelahiran Pulau Muna lebih 70 tahun lalu, hingga awal kebangkitan Orde Baru, Kabuto selain Kambose dari Jagung kering masih menjadi makanan pokok sebagian besar warga di daratan Pulau Muna terutama jika memasuki musim hujan.

[caption id="attachment_350773" align="aligncenter" width="480" caption="Penjual Kabuto di Pasar Sentral Kota Lama Kendari/Ft: Mahaji Noesa"]

14237276493175910
14237276493175910
[/caption]

Ubi kayu, katanya, umumnya dipanen saat musim panas antara bulan Juni, Juli hingga Agustus setiap tahun. Pulau Muna yang pernah terkenal sebagai pulau penghasil Kayu Jati terbesar di Asia Tenggara, memiliki banyak lahan yang cocok untuk pengembangan tanaman ubi kayu maupun tanaman jagung.

Ketika musim panen ubi kayu melimpah di kebun-kebun rakyat, saat seperti itulah dimulai proses pembuatan bahan baku Kabuto. Awalnya, ubi kayu (bukan ubi kayu pahit) dikupas kulitnya kemudian dikeringkan antara 2 hingga 3 hari di bawah terik matahari. Setelah itu, ubi kayu dikumpulkan dalam wadah lalu ditutupi dengan daun pisang atau daun jati selama 2 hari. Semacam difermentasi.

Setelah itu, daging putih ubi kayu setengah kering yang di sana-sini tampak telah mengalami perubahan warna bergaris bercak kehitam-hitaman dikeluarkan dari wadah, untuk kembali dilakukan penjemuran panas matahari hingga sekering-keringnya. Makin kering kian baik.

Ubi-ubi kering tersebut oleh masyarakat petani di kabupaten Muna dahulu biasanya disimpan hingga berbulan-bulan lamanya dijadikan sebagai cadangan bahan makanan terutama saat memasuki musim penghujan.

Ubi-ubi yang telah dikeringkan itulah yang kemudian dipotong-potong atau diparut lalu direbus atau dikukus. Tapi perebusan terhadap ubi kayu-ubi kayu kering tersebut terlebih dahulu harus melalui proses perendaman di air tawar sedikitnya selama 12 jam. Perendaman dilakukan menggunakan air asin (di laut) akan menghasilkan kualitas rasa dan aroma Kabuto lebih baik. Hasil rebusan atau kukusan ubi kayu kering inilah yang disebut Kabuto.

[caption id="attachment_350774" align="aligncenter" width="480" caption="Ubi kayu seperti ini dikupas lalu dikeringkan untuk bahan baku pembuatan Kabuto/Ft: Mahaji Noesa"]

14237277781065659551
14237277781065659551
[/caption]

Kabuto rasanya lezat seperti nasi ketan. Nikmat disantap dengan lauk berbagai jenis masakan daging merah maupun daging putih, ikan bakar, ikan rebus atau ikan goreng. Cocok juga disantap dengan masakan beragam jenis sayuran.

Seiring dengan pergeseran volume sumberdaya alam, kemampuan eknomi dan gaya hidup warga, pembuatan kuliner Kabuto terasa kian tersudut, hanya diolah serta dapat ditemui di pinggiran-pinggiran perkampungan rakyat di Pulau Muna. Pulau Muna yang terjepit di antara daratan besar Sulawesi Tenggara dan Pulau Buton, sebagian wilayahnya masuk kabupaten Buton dan sebagian kabupaten Muna dan Muna Barat.

Di wilayah perkotaan Pulau Muna dan sekitarnya, Kabuto kini menjadi semacam barang langka, diolah secara terbatas dan eksklusif dalam bentuk sebagai makanan selingan menggunakan lauk parutan kelapa setengah tua. Jika diolah dengan baik, Kabuto tak hanya menarikmenjadi pengganti bahan pangan makanan pokok selain beras, tapi juga dapat dikembangkan dalam beragam bentuk kuliner sejenis getok dengan sensasi rasa yang lain.

Di kota Kendari, ibukota Provinsi Sulawesi Tenggara, khususnya di perkampungan-perkampungan warga yang dihuni mayoritas penduduk asal etnis Muna, seperti di kelurahan Gunung Jati dan Manggadua, termasuk perkampungan di pesisir Pulau Bungkutoko kecamatan Abeli depan muara Teluk Kendari kini secara terbatas di pagi hari masih didapati sejumlah Inaina (wanita tua pengasong) menjajakan kuliner Kabuto.

Seorang pedagang jajanan tradisional di Pasar Sentral Kota Lama Kendari, secara terbatas hingga kini setiap hari juga masih menyediakan jualan Kabuto. Dijual menggunakan gantang seukuran kobokan. Segantang Kabuto dijual Rp 3.000. Beli dua gantang harganya Rp 5.000, penuh sepiring besar. Lezat dan wanginya ubi fermentasi Kabuto sangat terasa saat disantap ketika masih hangat. Uennakkk………

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun