Mohon tunggu...
Mahaji Noesa
Mahaji Noesa Mohon Tunggu... Administrasi - Pernah tergabung dalam news room sejumlah penerbitan media di kota Makassar

DEMOs. Rakyat yang bebas dan merdeka

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Fort Rotterdam #3/5 Jepang Juga Punya Jejak Properti

27 Januari 2016   20:47 Diperbarui: 27 Januari 2016   21:04 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="inilah bangunan buatan Jepang di benteng Fort Rotterdam/Ft: Mahaji Noesa"][/caption]Awalnya, di dalam komplek benteng Fort Rotterdam terdapat banyak rumah panggung khas etnik Makassar tempat bermukim kalangan raja-raja Gowa beserta keluarga dan para petinggi kerajaan. Suasana lingkungan damai dan asri tatkala benteng masih berbentuk segi empat polos, terlihat melalui hasil terawangan seniman pelukis supranatural Bachtiar Hafid yang dituangkan dalam serial lukisan Benteng Fort Rotterdam dari Abad ke Abad.

Benteng buatan leluhur kerajaan Gowa tersebut diambil masuk dalam kekuasaan pihak kompeni Belanda seusai ditandatangani Perjanjian Bungaya, 18 Nopember 1667, antara Gubernur Jenderal Belanda Cornelis Jansen Speelman dengan Raja Gowa XVI Sultan Hasanuddin.  

Akan tetapi bangunan milik kerajaan di dalam benteng, diperkirakan baru mulai dibongkar setelah pihak kompeni memilih benteng Fort Rotterdam sebagai markas pertahanan, usai membumihanguskan benteng Somba Opu, benteng induk kerajaan Gowa di delta muara Sungai Jeneberang, tahun 1669.[caption caption="Bangunan bergaya portugis ini yang pernah dijadikan gereja dalam masa kolonial di benteng Fort Rotterdam/Ft: Mahaji Noesa"]

[/caption]

[caption caption="Lantai bawah gedung bergaya Portugis kini dijadikan ruang pameran tetap di benteng Fort Rotterdam/Ft: Mahaji Noesa"]

[/caption]

Bangunan-bangunan baru didirikan kompeni secara permanen, ditata berderet mengelilingi dinding bagian dalam benteng. Bangunan dibuat semua dua lantai dengan ukuran bervariasi sesuai fungsinya. Konstruksi atapnya bersudut lancip tinggi, dan model pintu serta jendela berukuran besar. Seperti terlihat dapat bertahan awet melalui pemeliharaan hingga sekarang dalam usia lebih dari 300 tahun.

Melalui foto-foto dukumentasi yang dibuat antara tahun 1901 hingga 1932, terekam jelas suasana lingkungan dalam komplek benteng Fort Rotterdam banyak ditumbuhi pohon pelindung berukuran besar, menghutan. Sejumlah warga kota Makassar masih mengingat hingga tahun 50-an terdapat banyak pohon kelapa dalam tumbuh di komplek benteng. Pucuk-pucuknya tinggi menjulang, dikatakan terlihat dari luar benteng. Dalam catatan pascakemerdekaan RI, antara tahun 1950 hingga 1969 areal benteng pernah dijadikan sebagai lokasi pemukiman rakyat dan tentara.

[caption caption="Gedung lawas yang dijadikan museum Lagaligo dalam komplek benteng Fort Rotterdam/Foto: Mahaji Noesa "]

[/caption]

[caption caption="Suasana di sisi barat areal benteng Fort Rotterdam/Ft: Mahaji Noesa"]

[/caption]

Benteng kerajaan Gowa yang pernah diduduki pihak asing dari tahun 1667 hingga 1945, baru dapat dipugar kembali tahun 1973. Pemugaran dilakukan atas bantuan dana dari Kementerian Kebudayaan, Rekreasi dan Sosial Belanda. Diberikan setelah Pangeran Belanda berkunjung ke kota Makassar (waktu itu masih bernama kota Ujungpandang), 19 hingga 22 Pebruari 1973.

Pemugaran dilakukan terhadap 15 bangunan di Fort Rotterdam yang sebagian besar konstruksi atap, dinding, dan lantainya mengalami kerusakan berat. Pekerjaan pemugaran dilaksanakan CV Sinar Karya, kala itu mendapat pengawasan ketat dari Badan Pengawas Pembangunan (BPP) yang terdiri atas Gubernur Sulsel H Achmad Lamo, Walikota Makassar HM Dg Patompo, Kepala DPU Provinsi Sulsel Ir H Latekko Tjambolang, Kepala Perwakilan Departemen P dan K Provinsi Sulsel Agussalim Makodompit MA, dan Asisten Kepala Perwakilan Departemen P dan K Sulsel Bidang Kebudayaan Drs. A.Abubakar Punagi. Pemugaran dilaksanakan mulai Nopember 1973, dapat diselesaikan April 1974. Nama-nama BPP tersebut dikutipkan kembali mengenang dedikasi mereka melancarkan pekerjaan kali pertama penyelamatan benteng yang sudah terancam rusak berat.

Melalui revitalisasi benteng Fort Rotterdam dan Museum Lagaligo  tahun 2012, lingkungan benteng ikut ditata dalam suasana sebagai taman modern di antara gedung-gedung lawas. Bahkan atas bantuan pemerintah pusat, di dinding luar arah selatan Jl WR Supratman yang masih merupakan zonasi benteng, dibangun sebuah taman Ruang Terbuka Hijau (RTH) dilengkapi kanal yang tembus ke laut. Kanal terlihat seringkali beriak bagai sungai alami di antara areal benteng dan tepian taman. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun