Mohon tunggu...
Albert Magnus Dana Suherman
Albert Magnus Dana Suherman Mohon Tunggu... Konsultan - Albert M. D. Suherman

Belajar sambil bermain, bermain sambil belajar. Mempelajari sebuah permainan tanpa mempermainkan sebuah pelajaran.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Gereja Katolik dalam Tanggapannya terhadap Hukuman Mati

3 Agustus 2018   22:08 Diperbarui: 5 Agustus 2018   13:49 1968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paus Fransiskus memimpin Misa Paskah di Basilika St. Petrus (Foto:Reuters)

Hukuman mati sejak lama menjadi polemik di kancah internasional, termasuk Gereja Katolik sebagai lembaga yang mewariskan ajaran iman dan sosial umatnya. Dalam perjalanannya, Gereja Katolik kerap merespon perkembangan jaman dengan menyesuaikan tradisi dan sikapnya terhadap fenomena-fenomena yang ada di masyarakat, salah satunya terkait hukuman mati.

Hukuman Mati dan Pelaksanaannya

Bangkit dari bangku dakwaan, Aman Abdurahman sujud syukur seketika majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman mati dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Juni 2018 lalu. Penjatuhan vonis mati pada Aman sebagai hukuman atas serangkaian kasus teror yang terjadi, juga penyebaran paham radikal kepada masyarakat melalui organisasi Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang didirikannya. Seturut rasa bangga, Aman meminta agar eksekusinya disegerakan.

Masih teringat juga 14 Warga Negara Asing (WNA) terpidana kasus narkoba yang dieksekusi mati pada catur wulan pertama tahun 2015, disusul Freddy Budiman dan 3 WNA lainnya pada pertengahan tahun 2016. Kemudian masih ada beberapa terpidana mati yang batal dieksekusi pada tahun 2017 karena faktor yuridis. Dikutip dari Kantor Berita Antara, Jaksa Agung H. M. Prasetyo disela Rakernas Kejaksaan RI mengatakan, "Sebenarnya saya sudah gatal ingin melakukan itu (eksekusi)." Artinya hukuman mati baginya adalah yang utama, selama regulasi masih mendukung. Dan masih banyak lagi eksekusi mati terutama pada era sebelum reformasi tanpa proses persidangan.

Di Indonesia, pelaksanaan eksekusi mati terhadap terpidana narkoba diatur dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan peraturan lain yang turut menyokong, seperti UU No. 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati di Peradilan Umum dan Militer.

Hukuman yang dibanggakan rezim Jokowi ini dianggap sebagai jalan paling ampuh untuk memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan luar biasa, meski mengundang kontroversi. Isu yang kerap jadi sorotan adalah mengenai Hak Asasi Manusia (HAM). Pasca reformasi, wacana HAM digadang-gadang menjadi nilai-nilai utama dalam mewujudkan negara yang demokratis. Walau dalam pelaksanaannya harus tertatih.

Legitimasi Internasional

Dunia internasional turut andil terhadap fenomena hukuman mati ini, dengan membuat kesepakatan bersama negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

Kesepakatan tersebut tertuang dalam Kovenan Internasional mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik, Pasal 6 Ayat 2 yang isinya: "Di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusan hukuman mati hanya dapat dijatuhkan terhadap beberapa kejahatan paling serius sesuai dengan hukum yang berlaku pada saat dilakukannya kejahatan tersebut,...". Selengkapnya lihat disini. Secara eksplisit dunia internasional hingga saat ini masih mendukung pelaksanaan hukuman mati dengan syarat yang longgar.

Kesepakatan ini diadopsi oleh otoritas di berbagai negara dan diratifikasi melalui undang-undang. Negara-negara dengan angka hukuman mati tertinggi menurut Amnesty International pada tahun 2015 adalah China dengan estimasi lebih dari 1000 terpidana mati per tahunnya, meski catatan resminya dirahasiakan. Kemudian pada peringkat kedua adalah Iran yang sebagian besar terkait kejahatan narkotika, disusul Pakistan, Arab Saudi, Amerika Serikat, dan Indonesia pada urutan ke-9.

Sejauh ini hukuman mati yang dilaksanakan di banyak negara masih dalam koridor konstitusi karena dilegitimasi oleh undang-undang yang berlaku, juga oleh hukum internasional. Artinya pelaksanaannya harus melewati proses persidangan sesuai undang-undang, terpidanapun dapat mengajukan permohonan pengampunan atau penggantian hukuman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun