Mohon tunggu...
Lia Widjaja
Lia Widjaja Mohon Tunggu... -

my zone, my life, my words are MY RULE!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kami Hanya Seorang Anak

26 Februari 2014   23:55 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:26 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KAMI HANYA SEORANG ANAK!

PERLAKUKAN KAMI SEBAGAI ANAK...

Anak yang hidup di jaman sekarang lebih susah tetap menjadi seorang anak ketimbang anak yang hidup pada generasi sebelumnya... memang banyak permainan untuk anak jaman sekarang yang kita tidak temui pada jaman sebelumnya, sehingga kita bisa bilang enak ya mereka mainannya bagus-bagus. Jika mau jujur pada pengelihatan, pendengaran, hati dan otak kita, ngga ada enak-enaknya jadi anak jaman sekarang!

BEBAN yang sering kali memotong kesenangan kita. Kalo ada orang bilang 'ngga kok... kita seneng ada anak, anak itu rejeki, anak itu berkah... pertanyaannya kalo anak itu adalah berkah dan rejeki,  kenapa ketika anak melakukan tindakan-tindakan yang tidak berkenan pada saat kita lelah selepas bekerja terkadang kita menyakitinya secara sadar maupun tidak? Mengapa kita sangat mudah terpancing emosi ketika si anak berlaku tidak seperti apa yang kita mau? Ketika kita sedang asik dengan suatu hal dan anak memanggil, apakah kita langsung menanggapi panggilan anak atau sebaliknya, tetap sibuk dengan hal yang membuat kita asik dan sedikit mengabaikan anak dengan asumsi 'paling juga ngga penting'.

MAINAN (TOYS)... Orang tua kadang suka melihat anaknya menirukan sesuatu yang dianggap lucu dalam konteks dewasa. Bayangkan betapa 'GILANYA' orang tua yang bertepuk tangan dan terbahak-bahak senang ketika si anak lebih suka joget dan menyanyikan lagu dewasa ketimbang menyanyikan lagu anak yang mendidik. Dari 30 orang anak yang pernah saya tanya, tidak lebih 20% yang mengenal lagu anak yang mendidik (seperti lagu naik-naik kepuncak gunung, lihat kebunku, pelangi-pelangi, balonku,dll) dan 100% dari mereka mengenal lagu OPLOSAN! Ketika ditanya orang tuanya malah membanggakan anaknya hafal dan bisa joget OPLOSAN. MIRISSSSSSSS....

SETTINGAN MINI ME... orang tua secara sadar maupun tidak kadang menginfluence terlalu jauh pribadi si anak, kadang anak tidak diberikan pilihan untuk menentukan kemauannya sendiri, semua orang tua yang menentukan. Ketika anak memilih sesuatu pernah ngga kita bilang ' ihhhhh... kalo itu bunda ngga suka, ini ajah ya bunda suka, kamu pasti suka"  Heyyyyy... bunda! Anak juga punya selera dan kemauan sendiri.

ANAK = KEGALAUAN ORANG TUA...  Jika si bunda ingin mengambil keputusan akan permintaan anaknya, maka (TIDAK SEMUA tapi BANYAK YANG MELAKUKAN) dia akan mengeluarkan statement ' Tanya ayah deh bole gak?' begitu dengan sebaliknya. Kedudukan Ayah dan Ibu dimata anak harus sejajar/equal/sama, keputusan ayah adalah keputusan bunda, keputusan bunda adalah keputusan ayah. Jika kita memperlihatkan adanya kegalauan dalam mengambil keputusan, maka anak akan belajar menjadi galau dan ketika dewasa dia akan sulit mengambil keputusan.

MENAKUTI = MEMBUAT ANAK NURUT... pernah ngga kita bilang "jangan kesana... disana ada setan. Ihhhh... bunda aja takut. Jangan maen disana nak, ada kecoak... ihhhh takut ah." Mungkin pada saat itu anak menjadi takut dan tidak melakuan yang dia mau, tapiiiiiiiiiii... efeknya luar biasa, anda telah berhasil mematikan partikel eksplorasi dari otak anak anda. Anak adalah explorer yang paling tangguh, mereka masih belum punya rasa takut dan pikiran macam-macam tentang hal itu. Dengan explorasi itu mereka akan membetuk pendapat yang didapat dari hasil belajar bukan dari hasil 'katanya". Jika anak dibiasakan untuk melakukan explorasi (dengan pendampingan bukan dengan intervensi) maka ketika dia dewasa dan diharuskan untuk mengembangkan sesuatu maka dia tidak akan canggung, tanpa siksaan dia akan menyukai belajar sesuatu yang baru.

ANCAMAN = STOPPER... "awas ya kalo kamu masih terus begitu, nanti bunda tinggal, bunda ngga mau lagi sama kamu" Bundaaaaaaaa... yakin siap kalo anakmu meninggalkan kamu secara mendadak? Ancaman bukan penyelesaian masalah, coba deh bunda kalo ada anak yang "ngga nurut" dilihat ngga nurutnya itu karena apa, apakah karena dia belum menemukan jawaban dari apa yang dia cari, apakah dia hanya mencari perhatian orang tuanya, atau dia hanya iseng, atau dia hanya mencoba menguji kesabaran orang tuanya, ataukah itu bentuk protes dari tidak terpenuhinya kemauannya, dan lain-lain. Dari alasan-alasan diatas tidak bisa disama ratakan penanganannya.

PROTES ANAK = PENGHAKIMAN yang HARUS DI TUNTASKAN... "aku sebel sama bunda yang ngga kaya bundanya Eli, bundanya Eli baik banget, sering main sama Eli." Emosiiiii? Mungkin... apakah perlu melontarkan kata-kata yang menyakitkan anak untuk membalas protesnya? JANGAN PERNAH! Sepelik apapun kondisi kita jangan pernah membuat alasan yang bersifat menyalahkan kondisi, sebaiknya intropeksi diri apa yang kurang dari kita untuk anak.

Jadi... ANAK adalah ANAK, perlakukan anak sebagai anak dengan metode untuk anak, tanpa melibatkan emosi berlebihan, tanpa tendensi apapun, tanpa pamrih, tulus. Ajak anak bicara tanyakan maunya apa, katakan apa yang kita mau, buat kesepakatan yang adil antara anak dan kita. Anak adalah anak bukan robot yang bisa diprogram seperti apa mau kita, mereka punya mau yang perlu diakomodasi. Membatasi konten yang bisa diakses anak, tidak semua boleh dilihat, didengar, diikuti oleh anak.  Perlakukan anak sebagai anak, bukan mini adult.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun